JEPARA | GISTARA. COM – Menurunnya hasil tangkap nelayan bakal ditindak lanjuti oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara. Kepada pihak terkait, akan dikroscek dan dilakukan rapat keputusan (tindakan) langkah meningkatkan populasi ikan.
Hal tersebut, disampaikan Kepala Bagian Perekonomian dan Sumber Daya Alam Kabupaten Jepara, Siti Nurjanah sewaktu di Ruang Rapat Sosrokartono lingkungan Sekretariat Daerah (Setda) Jepara.
“Selama ini, belum ada laporan yang masuk kepada kami. Kalau sudah ada, ke depan akan kami tindak lanjuti dengan survey ke sana, pihak terkait akan kami ajak klarifikasi,” papar Nur Jannah kepada Gistara, Rabu (13/9/23).
Meski demikian, pihaknya juga menyampaikan bahwa sepinya ikan di Perairan Laut Jawa, khususnya Jepara disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya adalah musim dan penggunaan alat yang dilarang.
“Bisa jadi migrasi ikan, belum lagi angin timur yang sebabkan nelayan tidak bisa melaut. Ditambah, keberadaan kapal cantrang yang menggunakan jaring pukat harimau, kemungkinan-kemungkinan itu ada juga,” terang dia.
BACA JUGA : Dari Isu Lingkungan, Ekonomi, dan Pangan: Ubah Sampah Menjadi Produk Bernilai Tambah
Sementara itu, Ahmad Sofuan, Kepala Bidang (Kabid) Perikanan Tangkap pada Dinas Perikanan (Diskan) Kabupaten Jepara menyebut, penurunan hasil tangkap akibat aktivitas overfishing atau penangkapan ikan secara membabi buta.
Selain itu, populasi nelayan yang banyak, jadi penyebab tambah keruhnya fenomena overfishing. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika (BPS), di tahun 2022 terdapat 8.542 nelayan di Jepara.
“Menurut ahli, ikan di Jepara bisa bertambah banyak dengan beberapa syarat. Tapi, jika syarat itu tidak terpenuhi, khususnya overfishing, bisa dipastikan semakin dikit, imbasnya ekonomi nelayan mengkhawatirkan,” ujar Sofuan.
Terpisah, salah satu nelayan Jepara, Ghofur mengungkapkan, sepinya keberadaan ikan disebabkan dari aktivitas kapal batu bara (tongkang) dan jeratan rintek dari PLTU Tanjung Jati B, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara.
Tongkang melintas di area terumbu karang, akibatnya beberapa luas wilayah rumah ikan itu hancur. Sedangkan rintek PLTU, dalam beberapa waktu menyedot ikan-ikan di lingkungan sekitar, karena tekanan tinggi, ikan tanpa pandang bulu masuk ke dalam.
Berangkat dari hal itu, yang biasanya Ghofur setiap kali pulang dapat mengangkut mulai dari 100 sampai 200 Kg tiap hari. Karena keberadaan dua hal tersebut, pemasukannya kian merosot. Rerata, setiap kali berlayar, turun sebanyak 25 persen bahkan lebih.
“Ikan di Jepara perlahan semakin menipis. Saya menduganya, pada aktivitas tongkang di perairan atau wilayah penangkapan ikan. Kemudian, rintek penyedot air laut guna keperluan PLTU, turut mengekploitasi ikan dari laut, entah sengaja atau tidak,” pungkas Ghofur.
(Okom/KA)