Oleh: Zaenal Anwari, S.HI
Penjaringan bakal calon bupati maupun bakal calon wakil bupati sudah dibuka sejumlah partai. Setidaknya 3 partai sudah secara progresif mengawali tahap paling awal kontestasi menuju Jepara 1 dan Jepara 2, yaitu PDIP, Demokrat, dan PKB.
Proses politik yang dilakukan masing-masing partai sesungguhnya untuk memudahkan pemetaan kekuataan sekaligus mitigasi risiko politik dalam pembentukan koalisi.
Posisi ketidakmampuan partai politik mengusung calonnya sendiri, tentu sangat berbeda dengan PPP. Partai yang meskipun tidak lolos di DPR RI itu masih memiliki kekuatan di lokal Jepara.
PPP memiliki 10 kursi sekaligus pemegang tampuk ketua DPRD, menjadikannya istimewa untuk mengusung sendiri calon bupati maupun wakil bupati. Ini jugalah yang kemudian memperkuat terwujudnya koalisi ijo royo-royo dalam pilkada 2024 nanti.
BACA JUGA: Hindun Anisah Nilai Politik Masih Jadi Lintasan Terjal Bagi Perempuan
Koalisi ijo royo royo adalah bentuk diferensiasi politik atau konstruksi identitas politik berdasarkan citra diri partai dan pemilih.
Ada dua pendekatan untuk mewujudkan koalisi tersebut, yaitu berbasis politik hijau antara PPP dan PKB serta berbasis partai dengan komunitas hijau berwujud NU.
BACA JUGA: Seminar Nasional di Unisnu Jepara, Inayah Wachid: Inklusivitas dengan Kolaborasi
Pertama, koalisi antara PPP dan PKB. Ada kebersinambungan sejarah antara kedua partai ini yang membelah dalam identitas berbeda pasca-reformasi. PPP sebagai hasil penggabungan sejumlah partai dan organisasi Islam masa lalu, pernah menjadi rumah besar bagi sejumlah aktivis PKB saat ini.
Hubungan sosiologis kedua partai ini memang pernah saling “perang” berebut massa dan pengaruh, akan tetapi seringkali terkait dalam hubungan keluarga.
BACA JUGA: Targetkan Produktivitas Padi 1,5 Juta Ton, Jateng Digelontor 10 Ribu Alsintan
Pada lokal Jepara misalnya, hubungan terdekat PPP sesungguhnya adalah PKB. Irisan ideologi keagamaan, basis dukungan masyarakat, serta genealogi keluarga dan sanad keilmuan pada dasarnya berujung pada titik yang sama.
PPP memiliki sosok politisi muda yang kini menduduki posisi sebagai ketua DPRD. Hal ini jelas menjadi modal besar bahwa PPP berhasil merawat kader terbaiknya, sehingga bisa turut berkontestasi dalam pilbup Jepara.
Jikalau Gus Haiz tetap disiapkan untuk melanjutkan diri sebagai Ketua DPRD, maka PPP masih memiliki Ketua DPC yang sangat berpengalaman dalam memimpin PPP menjaga raihan kemenangan di Jepara, yaitu Masykuri.
Kedua sosok ini memiliki penguasaan mental politik yang sangat baik, sekaligus pengalaman mengatasi tekanan politik melalui strategi lobi-lobi yang mumpuni.
BACA JUGA: Gelar Pameran Mebel Internasional di Jepara, Ini Targetnya
Pada posisi lain, PKB Jepara memiliki srikandi yang tidak bisa dipandang remeh. Nyai Hindun Anisah adalah wakil sekjen DPP PKB yang sudah malang melintang dalam beragam.komunitas politik, forum ulama perempuan, termasuk birokrasi kementerian.
PKB juga tak kehabisan stok pemimpin perempuan, semisal dengan adanya Noor Ainy yang memegang tampuk ketua cabang Muslimat NU Jepara.
Keberadaan dua perempuan politisi PKB tersebut jelas menyajikan potensi besar terjadinya koalisi ijo royo-royo sekaligus munculnya pemimpin perempuan.
BACA JUGA: YPMJ Gelar Deseminasi Pemantauan Pemilu 2024, Ini Hasilnya
Inilah keunikakan koalisi yang tidak mungkin bisa dilawan dari sisi komposisi identitas keagamaan, gender, akademik, maupun jejaring sosial kemasyarakatan.
PKB sudah membuka kesempatan pendaftaran penjaringan calon bupati dan calon wakil bupati. Momentum jelas berada di petinggi PPP Jepara, apakah mengusung Gus Haiz – Nyai Hindun, Masykuri – Nor Ainy, Gus Haiz – Nor Ainy, Masykuri – Nyai Hindun, atau menunggu suara dari langit. Siapapun sosok yang diusung, semoga tetap dalam koalisi berwujud Ijo Royo Royo yang bersatu membangun Jepara.
Zaenal Anwari, S.HI., Ketua DPAC PKB Nalumsari