Pemudi di Jepara Hamil Enam Bulan, Minta Surat Rekomendasi Dispensasi Kawin

PERMOHONAN REKOMENDASI – Salah seorang pemudi mengjukan permohonan surat rekomendasi dispensasi kawin kepada DP3AP2KB Jepara (Foto : Konselor, Dini Indah -ungu/pink)

JEPARA | GISTARA.COM – Permintaan surat dispensasi kawin di Kabupaten Jepara meningkat. Dari 520 dispensasi kawin yang diberikan di tahun 2022, kini baru setengah tahun berjalan Pengadilan Agama telah menerima 294 permohonan. Salah satunya yang meminta, perempuan dengan janin enam bulan.

Hal itu diungkapkan oleh Hakim Pengadilan Agama Jepara, Sujadi. Sewaktu ia bertugas, terdapat sepasang kekasih datang ke kantor. Mereka memohon untuk diberikan dispensasi kawin, pasalnya calon istri pemuda itu sedang hamil hasil dari hubungan gelap.

“Mereka datang kemari, posisi pasangan (cewek) -nya hamil jalan enam bulan. Karena akan menikah dan terganjal umur yang muda, lalu meminta surat dispensasi kawin. Kami pun berikan dengan alasan efek jika tidak dikawinkan lebih parah,” papar Sujadi kepada Gistara, Kamis (6/7/23) pagi.

Jika dibiarkan, kata dia, akan terjadi kekhawatiran di tengah masyarakat ihwal kumpul kebo dan semakin menjadi-jadi. Sehingga, guna menghilangkan stigma itu, masyarakat juga memohon agar diberikan dispensasi kawin, supaya yang awalnya haram kini jadi halal.

Namun, Sujadi mengaku risau jika terjadi perceraian. Sebab, dari 1376 laporan yang diterima Pengadilan Agama, lebih dari setengahnya dari laki-laki atau perempuan muda mengajukan cerai. Menurutnya, ketidaksiapan pasangan suami istri (pasutri) menjalankan bahtera rumah tangga jadi penyebab.

“Mulai dari ekonomi, perselisihan sampai meninggalkan salah satu pihak jadi alasan masyarakat Jepara memutuskan untuk cerai. Kebanyakan dari mereka belum siap soal mental atau ekonomi. Menghadapi pasangan tidak semudah sewaktu masih menjadi pacar,,” ujar dia.

Terkait ketidaksiapan mental dan ekonomi oleh remaja yang nekat menikah, dibenarkan oleh Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Perempuan dan Anak atau PPA dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dam Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Muji Susanto.

“Sebagaimana perundang-undangan mengatur, UU Perkawinan yang mengatakan batas minimal laki-laki dan perempuan menikah yakni 19 tahun, ada maksudnya, yakni kesiapan mental. Bahkan idelanya kan laki-laki malah 25, ini untuk menghalau apabila secara ekonomi belum matang,” pungkas Muji. (Okom/Sochib)

Related posts

Widyaiswara Badiklat Hukum Jateng Ajak CPNS Jadi Pioner Peradaban

Pelantikan DPW Geni Nusa Jawa Tengah, Langkah Baru Gerakan Santri dalam  Pemberdayaan Ekonomi.

MI Islamiyah Suwawal 02 Gelar Akhirussanah dan Pelepasan Siswa Kelas 6, Catatkan Berbagai Prestasi Siswa