JEPARA | GISTARA.COM – Terjadi kebingungan di kalangan masyarakat, atas ritual atau ibadah aqiqah. Ungkapan rasa syukur atas kehadiran sang buah hati, dipermasalahkan sebab peng-aqiqah ternyata belum diaqiqahi orangtunya.
Hal tersebut, membuat bimbang mana yang dilaksanakan. Dirinya, atau anaknya yang diaqiqahi terlebih dahulu. Oleh sebab itu, Katib Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jepara, Muhammad Nashirul Huda beri jawaban.
Gus Munash, sapaan akrabnya, mengawali jawaban dengan kedudukan hukum aqiqah. Menurutnya, sunnah muakkadah atau sangat dianjurkan. Sedangkan, yang dikenai hukum sunnah adalah orangtua dari anak.
Rentang waktu kesunnahan aqiqah, kata dia, pada hari ketujuh setelah kelahiran sampai hari ke-14. Meski demikian, terdapat ulama yang menyatakan sampai hari ke-21, bahkan ada pula hingga baligh (cukup umur) baru diaqiqahkan.
Sementara itu, ia melanjutkan, apabila sudah memasuki usia baligh, apakah masih boleh diaqiqahi? Menurut sebagian ulama boleh, baik yang mengaqiqahi dirinya sendiri, orangtua ataupun orang lain.
“Jika ada biaya maka ia boleh mengaqiqahi dirinya sendiri dan sunnah mengaqiqahi anaknya,” ujar Gus Munash kepada Gistara lewat sambungan telepon WhatsApp, Rabu (13/9/23) pagi.
Lantas, bagaimana jika terdapat biaya namun hanya cukup satu orang. Menurutnya, maka orangtua yang mengaqiqahi anaknya, karena ia (orangtua) yang terkena anjuran (kesunnahan).
Pihaknya, juga melampirkan berbagai rujukan seperti Kitab Kifayatul Akhyar karya Imam Taqiyuddin Abu Bakar Muhammad Al Hushni Al Husaini Ad-Dimasyq. Ditambah, dengan rujukan dari Kitab Mughnil Muhtaj karya Imam Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf al-Nawawi.
(Okom/Kun)