20 Tahun Nelayan Desa Telukawur Terhimpit Akibat Privatisasi Pantai

Nelayan Desa Telukawur Kecamatan Tahunan melakukan Audiensi. Foto : Gistara. Com

JEPARA | GISTARA.COM – Sejumlah nelayan Desa Telukawur, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara keluhkan privatisasi pesisir pantai. Mereka dipaksa mengikuti rangkaian regulasi ketika akan melaut atau berlayar mencari ikan.

Hal itu, terjadi sejak tahun 2002 lalu. Berdirinya hotel, villa, cafe serta warung di sepanjang sepadan Pantai Telukawur, jadi penyebab sejumlah nelayan terusik. Mereka diharuskan menjalani aturan penduduk (penyewa) sepadan pantai.

Seperti yang diungkapkan Sulirman, salah satu nelayan Telukawur, ketika hendak berlayar mencari ikan, pihaknya dipaksa untuk membeli es teh terlebih dahulu oleh pihak cafe. Sebab, perahunya berada di sepadan yang diduduki bisnis tersebut.

Daripada menghabiskan waktu untuk debat berlebih, lantas ia memutuskan berjalan memutari cafe sedikit lebih jauh. Menurutnya, masyarakat desa termasuk nelayan berhak atas akses bumi (sepadan).

BACA JUGA : Waspada Kekeringan, Berikut Peta Kekeringan pada Dasarian Ke-1 Oktober

“Masuk pantai kok ke cafe dulu dan diharuskan beli es teh (minimal) baru dipersilahkan. Seolah pantai sudah menjelma sebagai barang mewah,” papar Sulirman, ketika audiensi di Ruang Rapat Kalpataru Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Kamis (5/10/23).

Tidak sendiri, juga dialami oleh sesama nelayan lain, Hasyim. Praktek penguasaan atas sepadan oleh investor terjadi gap dengan masyarakat (nelayan). Hasilnya, kepentingan masyarakat untuk akses ke pantai tidak terakomodir.

Penguasaan pantai ini, diduga bermula dari Pemerintah Desa (Pemdes) yang menyewakan sepadan kepada investor. Sehingga, docking (servis perahu), lokasi bersandar perahu, serta kegiatan lain di pantai jadi terhambat.

“Sudah 20 tahun masalah ini belum rampung. Akhirnya, kami meminta kepada Kawali untuk menyelesaikan masalah ini. Semoga peroleh solusi pasti dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara,” terang Hasyim.

Sementara itu, Petinggi Desa Telukawur, Rokhman mengatakan, bahwa Pemdes tidak pernah memberi ijin kepada pemilik usaha di sepadan pantai. Alasannya, tanah tersebut bukan milik desa.

Pemdes sendiri ada rencana di tahun 2024 melakukan penataan warung. Namun, bukan di sepadan pantai, melainkan dekat jalan. Tidak hanya itu, Pemdes juga akan membuat tempat parkir.

“Saya tidak cawe-cawe kalau soal itu. Yang pasti, di tahun 2024, kalau tidak dengan dana desa ya pendapatan asli desa (PAD), dibuatkan warung tidak di sepadan. Warung mau atau tidak, silahkan,” tandas Rokhman.

Adapun, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala DLH sekaligus Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinsospermasdes), Edy Marwoto meminta agar permasalahan ini diselesaikan secara musyawarah di desa.

“Hasilnya, audiensi kali ini, desa segera musyawarah bersama pihak-pihak terkait. Hasilnya, laporkan ke Bupati. Selesaikan dengan baik,” pungkas Edy ketika memimpin audiensi.

(Okom/KA)

Related posts

Khidmat, Ponpes Babussalam Mulyoharjo Gelar Muwadda’ah Perdana dan Peresmian Gedung MAK

Rangkaian Hari Bhayangkara ke 79, Polres Jepara Gelar Doa Bersama Lintas Agama

1500 Peserta Berebut Tiket Menuju Porsema XIII Jawa Tengah