Ratu Kalinyamat : Perempuan Muslimah Anti Kolonialisme 1549-1579

Oleh: Murniati, S.Sos.I, M.S.I

Ketika kita membincangkan Sosok Ratu Kalinyamat dalam lintasan sejarah,  tidak bisa lepas dari sejarah masuknya Islam di Indonesia, dengan segala dinamikanya. Menurut Laffan, Islam berkontribusi terhadap terbentuknya Indonesia (Laffan, 2015: 15).

Rickleft juga mencatat bahwa   Islam  muncul untuk pertama kali di Jawa pada abad ke-14, yang beradaptasi dengan agama lokal yaitu Hindu Budha, sehingga secara sosiologis rupanya telah mengalami proses akulturasi secara seimbang. Sehingga corak Islam Jawa cenderung akomodatif (Rickleft, 2013:30).

Serta kesaksian seorang  apoteker Portugis Tome Pires yang mengunjungi pantai utara  Jawa pada tahun 1513 M. Ia sangat terkesan terhadap khasanah budaya dan kekayaan sumber daya alam serta kemegahan istana Jawa dengan ornamen berbalutkan emas. Tiga referensi tersebut sengaja penulis kutip untuk mewakili gambaran kondisi secara umum Jawa pada abad ke-14 sampai abad ke-15-an, dimana Sang Ratu Kalinyamat berkuasa.

Ratu Kalinyamat adalah sosok muslimah keturunan para bangsawan kerajaan Islam Jawa di Demak dan merupakan cucu dari Raden  Patah pendiri kerajaan Demak (red). Ratu Kalinyamat membuktikan jiwa patriotismenya dengan  memelopori gerakan anti kolonialisme Portugis.

Aliansi untuk membangun kekuatan bersama antara Jepara, Johor, Aceh dan Maluku untuk menyerang Portugis adalah bukti bahwa Ratu Kalinyamat mempunyai komitmen yang sangat kuat akan kesadaran bahwa Cinta Tanah Air adalah sebagian dari iman. Hal ini menjadi bukti bahwa Ratu Kalinyamat mempunyai kesadaran protonasionalisme tinggi  yang jauh melampaui zamannya.

BACA  JUGA : Tiga Pemimpin Perempuan Inspiratif Jepara

Tidak butuh waktu lama setelah pertapaannya di Sonder Donorojo, cukup tiga tahun untuk menyelesaikan sengkarut kesultanan Demak dan tampil membawa Jepara menjadi daerah yang loh jinawe dengan kekuatan politik diplomatik, ekonomi, militer dan pertahanan.  Hingga tiga puluh tahun Ratu Kalinyamat berkuasa, Jepara berjaya dalam bidang militer, pertahan, ekonomi, dan perdagangan Internasional.

Melihat sepak terjang Ratu Kalinyamat tersebut, kita bisa menelusur gerakan perempuan di Indonesia. Ratu Kalinyamat adalah sosok perempuan Jawa, yang mempunyai jiwa nasionalisme sangat kuat. Kalau bicara gerakan perempuan oleh para tokoh gerakan perempuan kontemporer, tentu akan tampak kesadaran terhadap gender equal dan equal leadership, sudah dipraktekkan oleh sosok Ratu Kalinyamat, jauh sebelum istilah tersebut selalu menjadi “kata kunci” para pegiat gerakan perempuan.

Sang Ratu mengimplementasikan social equal, bisa jadi karena doktrin ideologis dari corak keislaman Jawa yang ada. Dimana agama Islam mengajarkan tentang kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dan yang membedakan adalah ketakwaannya (Al-Hujurat:13).

Gerakan yang dilakukan oleh Ratu Kalinyamat, bisa jadi telah digambarkan oleh tulisan Rickleft, yang menyatakan bahwa masyarakat Jawa pada abad ke-14 telah mengembangkan budaya literasi dan religius yang canggih, baik secara politik, ekonomi, sosial maupun keagamaan (Rickleft, 2013:30).

BACA JUGA : Ribuan Orang Hadiri Haul Mbah Sahil ke 18, Ini Biografinya

Peter Carey dan Vincent Houben, mencoba menganalisis tentang perubahan peran perempuan ningrat Jawa, dari abad ke-18 hingga abad ke-19.  Menurut mereka, sebelum masyarakat Eropa dan pengaruhnya datang ke Hindia Belanda, peran perempuan ningrat sangat beragam, mulai dari bidang politik, ekonomi, sosial, kemiliteran hingga supranatural.

Peran-peran yang dimiliki oleh perempuan ningrat, kemudian direduksi pasca perang Jawa, sebagai penjaga budaya dan pencetak keturunan (ranah domestik), sedangkan hal lainnya menjadi tanggung jawab dari laki-laki ningrat.

Pembagian peran tersebut, semakin menguat pada abad ke-19, didorong oleh pemikiran para orang Eropa kelas menengah, yang datang ke Hindia Belanda. Konstruksi peran gender tersebut, kemudian direproduksi pada abad ke-20 oleh kaum pergerakan (Wulandari, 2017:11)

Analisis Peter Carey dan Vincent Houben seakan menegasi, bahwa terjadi pergeseran gerakan yang cukup akut, yang terjadi antara periode kuasa Ratu Kalinyamat dengan periode perjuangan perempuan ningrat Jawa setelahnya. Contoh kasus perjuangan RA. Kartini awal abad ke-20, dengan istilah yang sangat populer yaitu tokoh emansipasi. Emansipasi menjadi kata kunci, dalam perjuangan Kartini melawan ketidak adilan feodalisme (Hartatik, 2015:86).

Penulis ingin menyampaikan, bahwa  Ratu Kalinyamat adalah sosok Ratu Jepara  yang telah membuktikan, mampu menjadi penguasa Jepara dari gender perempuan muslimah, yang memerintah antara tahun 1549-1579 M, ditandai dengan Condro Sengkolo “Trus Karya Tataning Bumi” yang sekarang dijadikan landasan peringatan hari jadi Jepara.

Murniati, S.Sos.I, M.S.IKetua Pusat Studi Ratu Kalinyamat UNISNU Jepara

Related posts

Model Kepemimpinan Transformasional dalam Pendidikan Tinggi Islam: Refleksi atas Kontribusi Dr. H. Sa’dullah Assa’idi

Terpaut dalam Jiwa Kurban: Menggugah Kesadaran Pengorbanan di Era Serba Instan

Makna Qurban dalam Membangun Karakter Umat dan Peradaban