Selamatan dengan Jajanan Pasar Modern

Oleh:  M. Abdullah Badri

Pada Kamis lalu (29/02/2024), anak pertama sunat. Beberapa orang menyarankan supaya membuat selamatan dengan bubur abang dan bubur putih serta jajanan pasar. Padahal, malamnya sudah selamatan biasa bersama teman-teman ngaji rutin di mushalla. Sederhana.

Saya respon usulan tersebut dengan jajanan snack ringan yang pasti laku keras dimakan, hasil beli dari minimarket dan toko sebelah. Bila filosofi selamatan dengan bubur abang dan bubur putih ada sebagai bubur sengkala atau tolak balak, maka, hal ini masuk dalam bab sedekah, yang menurut Kanjeng Nabi Muhammad Saw, sedekah bisa menolak balak.

Generasi zaman ini, bubur putih bukanlah makanan favorit. Begitu pula jajanan pasar yang biasanya terdiri atas pisang raja, wajik, cucur, onde-onde, gethuk, krupuk, dll. Semua itu sudah diganti dengan cokelat manis, eskrim, sosis, esteh 3000, kopi daerah dan lainnya, yang dianggap lebih laris dimakan.

BACA JUGA: DBD Marak, RSUD R.A Kartini Jepara Tambah Satu Bangsal

Zaman dulu, sebelum ada Indomaret dan Alfamart, jajanan pasar dan bubur mungkin adalah makanan ringan yang lezat, murah, dan rasanya tiada banding. Favorit lah. Sekarang, minimarket (pasar modern) sudah menyediakan jajanan ringan dengan ribuan jenis dan kemasan. Anak sekarang lebih suka jajanan pasar modern daripada jajanan pasar tradisional, yang juga disukai “bongso alus” itu.

Karena itulah, ketika selamatan, bubur abang dan bubur putih saya ganti dengan jajanan pasar modern. Dan terbukti laris, habis tanpa sisa. Bahkan ada yang tidak kebagian. Sedekah dengan jajajan minimarket terbukti lebih cepat habis.

BACA JUGA: Resmi, NU Mart MWC Kedung Dari Kita, Oleh Kita, Untuk Kita

Intinya, sedia jajanan pasar itu hakikatnya dalam rangka bersedekah. Untuk itu, carilah makanan yang laris dimakan. Tapi, bila masih tetap bubur dan jajanan pasar yang disediakan, lalu akhirnya dibuang sia-sia karena manusia sekarang lebih suka makanan instan, sedekahnya pun berkurang, dan cenderung memubadzirkan rezeki. Bukankah membuang makanan disamakan kancane setan?

Ironis bila jajanan pasar dalam selamatan diadakan dalam rangka memberi sajen. Cukup sedekah yang banyak, “bongso mengkonok” akan menghormati ajaran Kanjeng Nabi Muhammad Saw.

Pilu menyaksikan selametan warga, tapi niatnya untuk sesajen. Apalagi dibuang di prapatan. Na’udzibillah. Itu membuat makanan jadi mubadzir.

M. Abdullah Badri, Ketua PC MDS Rijalul Ansor Jepara

Related posts

Model Kepemimpinan Transformasional dalam Pendidikan Tinggi Islam: Refleksi atas Kontribusi Dr. H. Sa’dullah Assa’idi

Terpaut dalam Jiwa Kurban: Menggugah Kesadaran Pengorbanan di Era Serba Instan

Makna Qurban dalam Membangun Karakter Umat dan Peradaban