KUDUS | GISTARA.COM – Setiap menjelang bulan Ramadhan, di Kabupaten Kudus selalu digelar tradisi dandangan. Tradisi Dandangan bukan sekadar tradisi penyambutan akan datangnya Ramadan. Tetapi, ratusan tahun silam, Dandangan merupakan tradisi penetapan awal pertama puasa, yang kemudian disebut isbat Ramadan.
Setelah dilakukan isbat, maka keputusan 1 Ramadan ditandai dengan tabuh beduk dengan irama cepat, rancak, atau memunculkan suara “dang, dang, dang, dang”, sehingga kemudian dikenal dengan tradisi Dandangan.
Tiap tahun, Dandangan tak pernah putus dilaksanakan oleh masyarakat Kudus. Mulai dengan berziarah ke makam Sunan Kudus, prosesi menabuh beduk, kemudian makan bersama.
BACA JUGA: Menghadapi Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, Kebutuhan Pangan Jateng Aman
Selain aktivitas budaya, Dandangan juga menjadi komoditi ekonomi. Para pedagang kuliner, fesyen, dan lainnya bermunculan, seiring antusiasme masyarakat yang hadir pada acara tabuh beduk tersebut.
Bahkan tradisi Dandangan saat ini lebih inovatif dengan berbagai rangkaian kegiatan. Misalnya, dialog kebudayaan, kirab, stand UMKM, dan sebagainya.
Litbang Yayasan Masjid Menara dan Malam Sunan Kudus, Abdul Jalil, mengatakan, munculnya tradisi Dandangan karena adanya isbat Ramadan yang dilakukan oleh Sunan Kudus.
“Saat ini tradisi Dandangan sudah berlangsung sekitar 500 tahun. Jadi, bukan sekadar menyambut datangnya Ramadan, tapi penetapan awal Ramadan,” ujarnya.
BACA JUGA: Rawan Kecelakaan, Jalan Raya Kelet – Sambungoyot Rusak Parah
Dikatakan, Dandangan sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB), sehingga saat ini menjadi peristiwa budaya yang berimplikasi ekonomi.
“Banyak orang yang berdagang, karena antusias masyarakat yang ingin tahu awal Ramadan melalui tradisi Dandangan ini,” papar Jalil.
Hingga saat ini, pihaknya terus melakukan kajian terhadap sejarah Dandangan. Diakui, Dandangan identik dengan tabuh beduk.
“Sehingga kebenarannya bersumber dari histori, bukan mitologi,” tandas Jalil
(Sumber: jatengprov.go.id/Ka)