Menerka Komposisi Ideal Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati

Oleh: Subchan Zuhri

Pemilihan kepala daerah (pilkada) akan segera terselenggara di seluruh provinsi, kabupaten/kota se Indonesia. Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 yang menjadi payung hukum pelaksanaan pilkada mengatur pelaksanaan pilkada diselenggarakan secara serentak pada November 2024 ini.

Di Jepara, bakal menjadi yang pertama dalam pelaksanaan pilkada serentak antara pemilihan bupati/wakil bupati dengan pemilihan gubernur/wakil gubernur. Pasalnya, di pilkada sebelumnya masa jabatan bupati/wakil bupati Jepara berbeda dengan masa jabatan gubernur/wakil gubernur Jawa Tengah. Kali ini akan sama-sama digelar serentak pada tanggal 27 November 2024.

Jika dihitung mundur, pemungutan suara pilkada 2024 tinggal sekitar enam bulan lagi. Partai politik saat ini terus gencar menggalang konsolidasi untuk menjaring kandidat kepala daerah yang akan diusungnya. Partai politik juga beradu cepat melakukan pejajakan koalisi untuk bergabung dalam mengusung pasangan calon kepala daerah.

Hal ini menjadi kebutuhan terutama bagi parpol yang perolehan suara sah maupun kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)-nya pada pemilu lalu belum mencukupi syarat minimal mengajukan pasangan calon kepala daerah.

BACA JUGA: Berapa Usia Minimal Calon Bupati dan Wakil Bupati?

Perlu diketahui, parpol dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) apabila memperoleh minimal 20 persen kursi DPRD setempat, atau 25 persen perolehan suara sah pada pemilu anggota DPRD terakhir.

Di Jepara, hanya ada sembilan partai yang oleh KPU ditetapkan memperoleh kursi DPRD, yakni PPP dengan perolehan 10 kursi (20%), PDIP dan Gerindra sama-sama memperoleh 8 kursi (16 %), NasDem dan PKB dengan 7 kursi (14%), Golkar memperoleh 4 kursi (8%), kemudian Demokrat, PAN dan PKS sama-sama memperoleh 2 kursi (4%).

Saat ini, meski sudah muncul banyak baliho yang memuat sosok bakal calon bupati atau wakil bupati, namun belum ada satupun komposisi pasangan calon bupati dan wakil bupati yang bersepakat maju bareng untuk didaftarkan ke KPU sebagai pasangan calon kepala daerah.

Partai politik yang punya legalitas mengusung pasangan calon pun juga tampaknya tak mau terburu-buru menetapkan nama pasangan calon bupati maupun wakil bupati yang akan diusung. Penentuan nama calon bupati maupun wakilnya, di internal partai politik tentu saja akan melalui proses yang tidak sederhana.

BACA JUGA: YPMJ Gelar Deseminasi Pemantauan Pemilu 2024, Ini Hasilnya

Mekanisme yang lazim digunakan oleh parpol adalah dengan membuka penjaringan, baik untuk kursi bupati maupun wakil bupati. Mekaisme penjaringan yang dilakukan oleh partai tingkat kabupaten pun belum cukup, sebab semua proses tentu saja akan dilaporkan ke pimpinan partai tingkat pusat. Ya maklum, syarat pasangan calon bupati dan wakil bupati wajib mendapat rekomendasi tertulis dari pengurus partai tingkat pusat (Dewan Pimpinan Pusat/DPP).

Terlepas dari mekanisme penjaringan yang tengah dilakukan sejumlah partai politik, kita perlu menengok ke belakang seperti apa gambaran komposisi pasangan calon bupati dan wakil bupati di Jepara yang berhasil memenangi pilkada.

Pilkada langsung di Jepara dimulai pada pilkada 2007 yang dimenangkan pasangan Hendro Martojo-Ahmad Marzuqi. Dilihat dari latar belakang pasangan ini, Hendro Martojo yang merupakan bupati petahana saat itu, merupakan sosok birokrat yang mengabdi di pemerintahan Kabupaten Jepara selama puluhan tahun.

Sementara Ahmad Marzuqi seorang politisi PPP yang saat itu menjadi ketua DPRD Jepara merupakan sosok yang berlatar belakang santri.
Pada pilkada berikutnya, yakni pilkada 2012, Ahmad Marzuqi yang sebelumnya menjabat wakil bupati, maju sebagai calon bupati berpasangan dengan Subroto dan memenangi perebutan kursi bupati dan wakil bupati. Dilihat dari latar belakang keduanya, pasangan ini perpaduan antara santri dan pengusaha.

BACA JUGA: KASN : 69 % Pj Kepala Daerah Tidak Mematuhi Ketentuan Netralitas

Berikutnya pilkada 2017, Ahmad Marzuqi berpasangan dengan Dian Kristiandi dan mengalahkan rivalnya Subroto yang berpasangan dengan Nuryahman. Komposisi pemenang pilkada 2017 adalah pasangan santri religius yang direpresentasikan oleh Ahmad Marzuqi dan kelompok nasionalis yang digambarkan Dian Kristiandi sebagai politisi dari PDI Perjuangan.

Tiga kali gelaran pilkada di atas, tentu penting menjadi bahan referensi untuk pilkada 2024. Pasangan dengan komposisi seperti apa yang akan dikehendaki pemilih dan bisa memenangi pemilihan.

Saat ini dari sekian nama yang sudah muncul di berbagai baliho dan media sosial, para kandidat ada yang berlatar belakang pengusaha, ada yang dari kalangan santri atau kelompok religius, ada juga dari birokrasi, dan juga kelompok nasionalis.

Bukan hanya terkait background sosok calon bupati/wakil bupati, namun saat ini pemilih juga akan menjadikan usia (kelompok milenial/kelompok tua), gender (laki-laki/perempuan), serta kecakapan dan kemampuan dalam berkomunikasi publik menjadi referensi menentukan pilihannya. Apalagi, kandidat akan menghadapi kampanye dengan metode debat antar calon yang bisa berpengaruh pada elektabilitas calon.

Parpol maupun kandidat perlu berhitung cermat untuk menjodohkan pasangan yang ideal. Sebab, penentu kemenangan bukan hanya pada sosok calon bupati, namun calon wakil bupati juga menjadi penentu kemenangan.

Subchan Zuhri, Direktur Publikasi dan Media LIDINA

Related posts

Model Kepemimpinan Transformasional dalam Pendidikan Tinggi Islam: Refleksi atas Kontribusi Dr. H. Sa’dullah Assa’idi

Terpaut dalam Jiwa Kurban: Menggugah Kesadaran Pengorbanan di Era Serba Instan

Makna Qurban dalam Membangun Karakter Umat dan Peradaban