Oleh: Khasnah
Pendidikan, menurut Ki Hadjar Dewantara, adalah proses membimbing semua potensi yang dimiliki oleh anak, baik dalam kapasitas mereka sebagai individu maupun sebagai anggota aktif dalam masyarakat. Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara adalah tentang pendidikan yang berorientasi humanis, yang menghormati hak kebebasan dan kemerdekaan anak-anak (Harry Yulianto, 2024).
Pendidikan bukan hanya pemberian pengetahuan akademis semata, tetapi juga tentang membentuk karakter dan membawa dampak positif dalam kehidupan siswa. Salah satu aspek yang krusial dalam menciptakan lingkungan belajar yang produktif dan menyenangkan adalah menumbuhkan disiplin positif di lingkungan sekolah.
Disiplin positif bukan sekadar mengatur perilaku siswa, melainkan juga berfokus pada pembentukan karakter siswa (Laesti Nurishlah, dkk., 2022). Disiplin positif merupakan tulang punggung dari lingkungan belajar yang efektif di sekolah.
Dibandingkan dengan pendekatan otoriter yang mengandalkan hukuman dan pengawasan ketat, disiplin positif mengedepankan pendekatan yang membangun, mendidik, dan memperkuat perilaku yang diinginkan.
Menumbuhkan kedisplinan belajar pada anak
Konsep Disiplin Positif
Istilah “disiplin” sering kali dikaitkan dengan penggunaan hukuman dan upaya untuk memaksa orang lain untuk patuh, namun sebenarnya konsep ini lebih luas dari sekadar itu.
Menurut pemikiran Ki Hajar Dewantara, di mana ada kebebasan, di situ juga harus ada disiplin yang kokoh. Disiplin tersebut tidak hanya bersifat “self discipline”, yaitu individu mengatur dirinya sendiri dengan sungguh-sungguh, tetapi juga mencakup kewajiban untuk tunduk pada disiplin yang diberlakukan oleh pihak lain jika individu tidak mampu melakukannya sendiri.
Aturan dan peraturan semacam itu, bagi Ki Hajar Dewantara, haruslah ada dalam konteks suasana yang merdeka. Disamping kebebasan individu dihargai dan dijaga, namun juga harus diikuti dengan tanggung jawab yang memadai terhadap diri sendiri dan masyarakat.
“Mardika iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga kuwat kuwasa amandiri priyangga,” ujar Ki hajar Dewantara.
Merdeka berarti tidak hanya menjadi bebas dari pengaruh atau kendali orang lain, tetapi juga memiliki kemandirian dan kemampuan untuk mengambil keputusan serta bertanggung jawab atas diri sendiri.
Kebebasan sejati tidak hanya tentang kebebasan eksternal dari pengaruh luar, tetapi juga tentang kebebasan internal yang melibatkan kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur hidup dan tindakan sendiri.
Guru mendampingi belajar anak
Pernyataan ini menggambarkan pandangan filosofis tentang kebebasan yang lebih dari sekadar ketiadaan penghalang eksternal. Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya kemandirian pribadi dalam mengelola diri dan memutuskan arah hidupnya sendiri.
Dalam konteks pendidikan, konsep ini mendukung pendekatan yang memberdayakan siswa untuk menjadi individu yang mandiri, mampu berpikir kritis, dan bertanggung jawab atas pilihan yang diambil.
Implementasi di Sekolah
Penerapan disiplin positif di sekolah merupakan pendekatan yang mendasarkan diri pada pembinaan, pengajaran, dan penguatan perilaku yang diinginkan, bukan hanya menangani perilaku yang tidak diinginkan dengan hukuman.Metode ini mempromosikan lingkungan belajar yang aman, inklusif, dan mendukung bagi semua siswa.
Disiplin positif bertujuan untuk mengajarkan siswa tentang tanggung jawab pribadi, pengendalian diri, dan pengambilan keputusan yang bijaksana.
Guru dan staf sekolah berperan sebagai fasilitator dalam membimbing siswa untuk memahami konsekuensi dari tindakan mereka, serta memberikan dukungan dalam mengembangkan keterampilan sosial dan emosional.
Selain itu, disiplin positif menghargai keunikan setiap individu dan mempromosikan pembinaan hubungan yang positif antara siswa dan orang dewasa di sekolah. Efeknya, siswa merasa didengar, dihargai, dan didukung dalam mencapai potensi yang dimiliki.
Khasnah, Guru SDN 3 Tanjung, Jepara