JATMAN dalam Dinamika NU, Antara Perebutan dan Legalitas Historis

Oleh : Dr. Muh Khamdan

Sebagai salah satu organisasi keagamaan terbesar di dunia, Nahdlatul Ulama (NU) telah menjadi rumah besar bagi beragam aliran pemikiran Islam. Hal itu juga termasuk tarekat-tarekat muktabarah yang terhimpun dalam Jamaah Ahli Tarekat Muktabarah Annahdliyah (JATMAN). Keberadaan JATMAN, didirikan untuk menyatukan tarekat-tarekat di bawah bimbingan NU. Oleh karenanya, langkah pendirian JATMAN tidak hanya mempertegas dimensi spiritual dalam kehidupan Nahdliyin, tetapi juga membuka ruang diskusi baru terkait otoritas, kepemimpinan, dan legalitas historis para pengikut tarekat.

Sejak awal, JATMAN berperan sebagai wadah bagi pengikut tarekat muktabarah, yang berorientasi pada penguatan dimensi batin dalam beragama. Jaringan meluas di berbagai daerah di Indonesia, JATMAN pada akhirnya berfungsi sebagai penjaga ajaran Islam berbasis tasawuf yang sesuai dengan tradisi Ahlussunnah wal Jamaah. Akan tetapi, penguatan peran spiritual ini kerap berhadapan dengan tantangan modernitas, di mana pragmatisme dan politik seringkali mengaburkan nilai-nilai luhur tarekat.

Keberadaan JATMAN setidaknya menjadi bukti historis bagaimana tarekat-tarekat yang ada di Indonesia mampu beradaptasi dengan dinamika kebangsaan. Melalui berbagai aktivitas dakwah dan pendidikan, JATMAN tidak hanya memperkuat ikatan spiritual tetapi juga menjadi agen perubahan sosial di tingkat akar rumput. Kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya susupan-susupan kepentingan di dalam pengelolaan keorganisasian JATMAN.

BACA JUGA: Ratu Kalinyamat Dianugrahkan Gelar Pahlawan Nasional. Kado Terindah di Hari Pahlawan

Beberapa tahun terakhir, isu perebutan kepengurusan di tubuh JATMAN mencuat ke permukaan. Beberapa pihak mencoba memanfaatkan posisi strategis JATMAN dalam NU untuk kepentingan politik atau kelompok tertentu. Hal ini menimbulkan gesekan di antara para pengurus dan kyai tarekat, yang sering kali mengorbankan prinsip persaudaraan yang menjadi inti ajaran tarekat itu sendiri.

Perebutan kepengurusan ini tidak hanya melibatkan figur-figur internal JATMAN, tetapi juga pihak eksternal yang melihat organisasi ini sebagai basis massa potensial. Dalam konteks NU yang semakin terpolarisasi, perebutan ini mencerminkan konflik yang lebih luas antara kepentingan spiritual dan politik praktis. Akibatnya, posisi JATMAN sebagai penjaga moralitas dan spiritualitas masyarakat, menjadi rentan terhadap intervensi pihak-pihak yang memiliki agenda tersembunyi.

Legalitas historis JATMAN juga menjadi isu penting dalam diskursus ini. Beberapa pihak mempertanyakan otoritas JATMAN dalam kerangka NU, terutama terkait keabsahan tarekat-tarekat yang diakui sebagai bagian dari organisasi ini. Perdebatan ini bukan hanya soal administratif, tetapi juga menyentuh aspek ideologis dan teologis.

Salah satu tantangan utama adalah bagaimana JATMAN mampu mempertahankan legitimasi historisnya di tengah arus modernisasi. Dalam hal ini, sejarah pendirian dan dinamika kepemimpinan JATMAN mengalami konvergensi sekaligus distorsi. Dokumentasi, penelitian, dan publikasi terkait sejarah JATMAN menjadi sangat penting untuk menjawab tantangan ini. Untuk menjaga eksistensinya, JATMAN perlu mengambil langkah strategis dalam menghadapi dinamika internal dan eksternal.

BACA JUGA: Ratu Kalinyamat : Perempuan Muslimah Anti Kolonialisme 1549-1579

Beberapa langkah perlu dilakukan dalam merespon dinamika kepemimpinan sekaligus perkembangan JATMAN ke depan. Pertama, penguatan struktur kepengurusan dengan membentuk sistem yang transparan dan akuntabel dalam proses pengangkatan dan pergantian pengurus di semua jenjang tingkatan. Kedua, peningkatan literasi sejarah dengan mendorong kajian akademis tentang sejarah JATMAN dan kontribusinya dalam NU serta masyarakat luas.

Ketiga, netralitas politik dengan menjaga jarak dari kepentingan politik praktis yang dapat merusak nilai-nilai tarekat. Keempat, digitalisasi dan modernisasi dakwah dengan memanfaatkan teknologi untuk menyebarkan ajaran tarekat secara lebih luas, tanpa kehilangan esensi tradisionalnya.

Keberlanjutan JATMAN sebagai pilar spiritual NU sangat bergantung pada kemampuan organisasi ini untuk merespons tantangan zaman tanpa kehilangan identitasnya. Sebagai bagian dari tradisi besar Islam di Indonesia, JATMAN memiliki potensi besar untuk terus menjadi penopang spiritualitas masyarakat Nahdliyin, sekaligus memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa. Bukan sekadar siapa yang lebih berhak mengaku sebagai pendiri dan pemimpin JATMAN dulu, kini, dan esok.

Dr. Muh Khamdan, Doktor Studi Agama dan Perdamaian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan LTN NU MWCNU Nalumsari Jepara

Related posts

Model Kepemimpinan Transformasional dalam Pendidikan Tinggi Islam: Refleksi atas Kontribusi Dr. H. Sa’dullah Assa’idi

Terpaut dalam Jiwa Kurban: Menggugah Kesadaran Pengorbanan di Era Serba Instan

Makna Qurban dalam Membangun Karakter Umat dan Peradaban