Natal dan Harmoni Kebebasan Beragama di Jepara

Oleh: Dr. Muh Khamdan

Ketika lonceng Natal berdentang di seluruh dunia, umat Kristiani di Indonesia pun turut dengan damai merayakan. Tak terkecuali adalah umat Kristiani yang berada di Jepara, sebuah kota yang disimbolkan sebagai kota ukir dengan keberagaman agama.

Jepara adalah kota multikulturalisme yang patut menjadi contoh bagi kota lain, terutama di Pantura Timur Jawa Tengah. Di berbagai desa seperti Blingoh, Bondo, dan Tempur, masyarakat dari tiga agama besar, yaitu Islam, Kristen, dan Buddha, hidup berdampingan dengan damai. Jepara juga memiliki sejarah panjang sebagai pusat penyebaran agama Islam melalui Wali Songo, penyebaran Kristen oleh misionaris kolonial, dan tradisi Buddha yang bertahan sejak era Hindu-Buddha atau diyakini peninggalan Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga masa dulu.

Heterogenitas identitas merupakan kondisi yang menyimpan “bara api” potensi konflik. Oleh karenanya, kondisi harmonis antar agama yang sudah terpelihara di Jepara tetap diperlukan adanya mitigasi risiko konflik atas nam aagama. Beberapa desa, seperti Blingoh, sudah sejak lama menampilkan pola kehidupan yang harmonis, di mana toleransi tumbuh dari interaksi sosial sehari-hari.

BACA JUGA: Pelantikan Kepala Daerah Terpilih dalam  Pilkada 2024 Idealnya Setelah 13 Maret 2025, Ini Alasannya

Desa dengan enam pedukuhan itu memiliki keunikan dalam peringatan sedekah bumi dengan menghormati para leluhur lintas agama di kuburan desa. Momentum inilah yang kemudian membuat konstruksi soteriologi atau keselamatan dengan doa lintas agama, yaitu Islam, Kristen, dan Budha.

Sebagaimana kayu yang diukir menjadi karya seni indah, keberagaman agama di desa Blingoh dan sejumlah desa lain di kawasan Jepara bagian Utara itu diolah menjadi harmoni yang memperkaya kehidupan sosial.

Di tengah perayaan Natal, Blingoh dapat dijadikan sebagai inspirasi untuk terus mengupayakan dialog, toleransi, dan cinta kasih. Sebab, keberagaman adalah kekuatan yang, jika dirawat dengan baik, dapat menjadi fondasi bagi Indonesia yang damai dan sejahtera.

Harmoni seperti yang terlihat di Blingoh tidak serta-merta bebas dari tantangan. Modernisasi, infiltrasi ideologi ekstrem, dan politisasi agama menjadi ancaman yang harus diwaspadai.

BACA JUGA: Sosialisasikan UU Nomor 18 Tahun 2012, Bunda Hindun: Kedaulatan Energi dan Pangan adalah Kunci

Kehadiran kelompok-kelompok tertentu yang mencoba memecah belah masyarakat melalui propaganda intoleransi dapat merusak tatanan yang telah terjaga. Di sinilah moderasi beragama memainkan peran penting, bukan hanya sebagai konsep, tetapi sebagai upaya nyata untuk mendidik masyarakat akan pentingnya dialog, penghormatan, dan kesetaraan.

Jepara sebagai wilayah dengan sejarah keberagaman agama yang kuat membutuhkan strategi untuk menjaga harmoni ini. Salah satunya adalah melalui pendidikan moderasi beragama di kalangan pemuda.

Desa-desa yang memiliki populasi beragam dapat menjadi laboratorium hidup bagi program-program yang mempromosikan dialog lintas agama. Forum diskusi antarumat beragama, pelibatan tokoh agama lokal, dan penguatan tradisi gotong royong lintas agama adalah langkah konkret yang dapat diambil.

Penting juga untuk memperkuat peran pemerintah daerah dalam menciptakan kebijakan yang inklusif. Misalnya, memastikan bahwa pembangunan rumah ibadah tidak terhambat oleh birokrasi diskriminatif dan menjamin perlindungan hukum bagi semua warga, terlepas dari keyakinan mereka.

Dr. Muh Khamdan (berbatik)

Selain itu, Jepara dapat menjadi model nasional dengan membangun pusat moderasi beragama, di mana praktik terbaik dari kehidupan multireligius diimplementasikan dan dipromosikan.

Natal, Idulfitri, dan Waisak adalah momen besar yang dirayakan bersama di berbagai desa di Jepara. Ini adalah bukti nyata bahwa kebersamaan dalam keberagaman bukanlah sekadar konsep, melainkan realitas yang dapat dicapai jika ada komitmen bersama.

Jepara, dengan dinamika sosial keagamaannya yang unik, menjadi pengingat bahwa kebebasan beragama adalah fondasi penting untuk menjaga keutuhan bangsa. Di tengah tantangan global yang mengancam harmoni, Jepara dapat menjadi teladan bagi Indonesia dan dunia tentang bagaimana keberagaman bisa menjadi kekuatan, bukan sumber perpecahan.

BACA JUGA: Tingkatkan Keterampilan, Polres Jepara Gelar Latihan Menembak

Jepara dengan fenomena harmonis dalam heterogenitas dapat memerankan diri sebagai teladan pencapaian indeks kebebasan beragama yang terbaik. Ironisnya, Dermolo sebagai desa asal Mugiyanto yang menjabat sebagai Wakil Menteri HAM, pernah mengalami konflik beragama. Gereja yang sudah terbangun sesuai prosedur regulasi, selama hampir 18 tahun tidak dapat digunakan karena munculnya penolakan serta sejumlah intimidasi. Pada posisi inilah menjadi penting untuk memperkuat pendidikan toleransi di tingkat lokal, yang diinisiasi oleh Kementerian HAM dari eksistensi putra daerah sebagai pimpinannya.

Kurikulum pendidikan formal dan nonformal dapat diarahkan untuk mengajarkan nilai-nilai moderasi beragama sejak dini. Pemerintah daerah dapat berkolaborasi dengan sekolah, lembaga agama, dan ekosistem moderasi berbasis komunitas untuk menyelenggarakan program-program yang menanamkan pentingnya saling menghormati dan memahami perbedaan.

Forum lintas agama yang melibatkan tokoh agama dari berbagai kepercayaan juga dapat menjadi wadah untuk menyelesaikan potensi konflik secara damai dan membangun rasa saling percaya.

Jepara dapat menghadirkan inspirasi kebebasan beragama ke seluruh penjuru dengan mempromosikan kisah-kisah keberhasilan harmoni lintas agama, sebagaimana tampilan terbaik dari desa-desa seperti Blingoh, Tempur, Bondo, dan Plajan.

Praktik-praktik terbaik dari kehidupan sehari-hari masyarakat yang saling membantu dalam perayaan keagamaan dapat diangkat ke tingkat nasional untuk menginspirasi daerah lain. Media lokal dan nasional memiliki peran penting dalam menyoroti bagaimana keberagaman agama di Jepara menjadi sumber kekuatan sosial.

Meningkatkan indeks kebebasan beragama berbasis lokal sebagaimana di Jepara adalah tanggung jawab bersama. Ini bukan hanya soal statistik, tetapi tentang menciptakan masyarakat yang inklusif, di mana setiap individu merasa aman dan dihormati.

Pencapaian kondisi tersebut merupakan amanat konstitusi sekaligus tanggung jawab negara untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM. Dengan komitmen yang kuat dari semua pihak, Jepara dapat menjadi teladan nyata bahwa kebebasan beragama tidak hanya mungkin, tetapi juga membawa manfaat besar bagi kehidupan sosial dan pembangunan daerah.

Dr. Muh Khamdan, Doktor Studi Agama dan Perdamaian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Widyaiswara Badiklat Hukum dan HAM Jawa Tengah, dan Instruktur Nasional Moderasi Beragama Kementerian Agama

Related posts

Model Kepemimpinan Transformasional dalam Pendidikan Tinggi Islam: Refleksi atas Kontribusi Dr. H. Sa’dullah Assa’idi

Terpaut dalam Jiwa Kurban: Menggugah Kesadaran Pengorbanan di Era Serba Instan

Makna Qurban dalam Membangun Karakter Umat dan Peradaban