SEMARANG | GISTARA. COM – Semangat perjuangan santri dalam dinamika gerakan Islam di Indonesia kembali menjadi sorotan dalam diskusi bulanan yang digelar oleh Ikatan Santri Abiturien (IKSAB) Madrasah TBS Kudus.
Diskusi bertajuk “Internalisasi Nilai Kejuangan Santri dalam Peta Gerakan Islam di Indonesia” ini berlangsung di Pendopo Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Kampus 3 UIN Walisongo Semarang, dihadiri puluhan santri lintas fakultas dan jurusan, serta sejumlah aktivis intra kampus (28/2/25).
Acara yang dimulai pukul 15.30 WIB ini menghadirkan Dr. Muh Khamdan, widyaiswara Kementerian Hukum, sebagai pemateri utama, serta M. Yusrul Rizanul Muna, Ketua PAC IPNU Welahan Jepara, sebagai pemantik materi. Diskusi ini dimoderatori oleh Amin Muktafa, yang membuka sesi dengan mengurai berbagai persoalan yang tengah dihadapi umat Islam Indonesia, termasuk kebijakan negara yang memberikan konsesi pertambangan kepada ormas-ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah.
BACA JUGA: Sinergitas, Kunci Monitoring Berita
Dalam paparannya, Dr. Muh Khamdan mengulas sejarah kejuangan santri yang telah tertanam sejak sebelum terbentuknya Nahdlatul Ulama (NU). Ia menjelaskan bahwa NU lahir dari tiga kekuatan utama, yakni Nahdlatut Tujar (kebangkitan ekonomi), Taswirul Afkar (pemikiran kritis dan pendidikan), serta Nahdlatul Wathan (gerakan kebangsaan dan pertahanan negara). Ketiga unsur ini memberikan warna tersendiri dalam perjalanan perjuangan santri yang tetap relevan hingga saat ini.
Khamdan juga menekankan pentingnya falsafah Gusjigang—ajaran khas dari Kudus yang menekankan tiga pilar utama bagi seorang santri: Bagus dalam intelektual dan akhlak, Ngaji dalam penguasaan ilmu keislaman, serta Dagang sebagai kemandirian ekonomi. Ia berpesan agar santri tetap menjaga warisan nilai ini di tengah tantangan modern.
Sementara itu, Yusrul Rizanul Muna menyoroti peran santri dalam mengawal kebijakan publik, termasuk bagaimana posisi strategis santri dalam menyikapi keterlibatan ormas Islam dalam kebijakan ekonomi nasional. Menurutnya, santri memiliki tanggung jawab besar untuk tidak hanya aktif dalam bidang keagamaan, tetapi juga dalam politik kebangsaan dan kemandirian ekonomi.
BACA JUGA: Seminar Nasional di Unisnu Jepara, Inayah Wachid: Inklusivitas dengan Kolaborasi
Diskusi yang berlangsung interaktif ini ditutup pada pukul 18.00 WIB dengan berbagai refleksi dan harapan agar santri tetap menjadi garda terdepan dalam membangun bangsa.
Para peserta yang berasal dari berbagai organisasi mahasiswa, termasuk Senat Mahasiswa dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), berharap diskusi semacam ini dapat terus berlanjut guna memperkuat kontribusi santri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan semangat kejuangan yang terus dipupuk, diskusi bulanan IKSAB ini menjadi bukti bahwa santri tetap hadir sebagai penggerak perubahan, tidak hanya dalam aspek keagamaan, tetapi juga dalam aspek sosial, ekonomi, dan kebangsaan.(KA/MK)