Peta Jalan UMKM Jepara, Kolaborasi Menuju Marketplace Dunia

Oleh: Dr. Muh Khamdan

Dalam kegiatan “Bupati Ngantor di Desa” pada 7 Mei 2025 di Desa Bungu, Kecamatan Mayong, Bupati Jepara Witiarso Utomo menyampaikan apresiasi atas potensi UMKM dan pariwisata yang tersebar di 18 desa dalam wilayah Kecamatan Mayong.

Pernyataan tersebut menjadi penanda bahwa sektor kuliner dan makanan ringan lokal di Jepara bukan sekadar usaha kecil semata, tetapi menjadi tulang punggung ekonomi desa yang berpotensi menembus pasar nasional, bahkan global.

Namun, jika selama ini narasi UMKM selalu berkutat pada masalah permodalan, kini saatnya mesti mengubah haluan. Penguatan UMKM tidak selalu harus bergantung pada dana segar. Justru, tantangan riil yang dihadapi pelaku UMKM kuliner di Jepara terletak pada lemahnya branding, rendahnya literasi digital, keterbatasan standar mutu, dan akses pasar yang masih sempit.

BACA JUGA: Cegah Konvoi Kelulusan Siswa, Polres Jepara Datangi Sekolah

Langkah pertama yang bisa ditempuh adalah pendekatan berbasis indikasi geografis (IG). Produk-produk kuliner Jepara seperti horok-horok khas Kedung, kerupuk ikan laut khas Pengkol, keripik Mayong, ikan asap khas Kalinyamatan, atau kopi Tempur, hingga olahan hasil laut dari Karimunjawa memiliki cerita budaya dan cita rasa otentik yang bisa dijadikan modal branding unggulan. Ketika suatu produk mampu dikaitkan langsung dengan identitas geografis dan sejarah lokalnya, nilai jualnya meningkat signifikan.

Untuk mendukung ini, Pemerintah Kabupaten Jepara perlu memfasilitasi sertifikasi IG dan merek bagi produk-produk kuliner unggulan tersebut. Sertifikasi ini bukan sekadar label, melainkan strategi diferensiasi produk yang terbukti efektif dalam teori pemasaran UMKM. Di sinilah pentingnya kolaborasi antara pelaku UMKM, pemerintah, akademisi, dan lembaga riset.

Langkah kedua adalah pendampingan intensif berbasis _product development_. Banyak pelaku UMKM yang memiliki resep turun-temurun, tetapi belum mampu mengadaptasi produknya pada selera pasar modern tanpa kehilangan ciri khas. Pendampingan dalam pengemasan, inovasi rasa, dan pengolahan berbasis _food grade_ menjadi strategi penting agar produk UMKM naik kelas dan mampu menembus pasar ritel modern.

Pendampingan tidak berhenti pada teknis produk, tetapi juga harus menyasar pada strategi digital marketing berbasis storytelling lokal. Pelatihan pemasaran digital perlu lebih difokuskan pada bagaimana pelaku UMKM bisa menceritakan kisah produk mereka dengan menyentuh nilai-nilai lokal, sejarah, dan keunikan bahan baku. Teori emotional branding sangat relevan diterapkan di sini.

BACA JUGA: PLN Nusantara Power Services dan PLN UIK Tanjung Jati B Kukuhkan Komitmen Kolaborasi dalam Semangat Hari Buruh

Jepara dengan kekuatan sejarah ukir dan identitas kelautannya dapat dijadikan narasi kuat untuk setiap kemasan produk kuliner. Bayangkan misalnya, kerupuk tengiri khas Pengkol yang dikemas dalam boks dengan desain motif ukir Jepara, disertai cerita tentang filosofi “ngguwongke tamu” dalam budaya lokal. Inilah _cultural branding_ yang memiliki daya magnet tersendiri.

Strategi berikutnya adalah konsolidasi cluster UMKM kuliner di setiap desa. Selama ini, UMKM bergerak sendiri-sendiri, padahal kekuatan bisa dibangun melalui sinergi. Dalam pendekatan ekonomi mikro modern, _clusterization_ mendorong efisiensi biaya produksi, pembelajaran kolektif, dan skala ekonomi yang lebih menguntungkan.

Dr. Muh Khamdan

Pemkab Jepara dapat membentuk “Desa Kuliner Tematik” di setiap wilayah yang memiliki produk khas. Misalnya pada wilayah Kecamatan Mayong, Desa Bungu sebagai sentra palawija, Desa Pelemkerep sebagai sentra keripik, atau Desa Buaran yang mengusung produk fermentasi seperti tape dan tempe. Konsep tematik ini menjadi magnet baru wisata kuliner berbasis desa.

Selain itu, pengembangan UMKM Hub Desa perlu diwujudkan sebagai ruang inkubasi UMKM. Di dalamnya, pelaku UMKM dapat mengakses pelatihan rutin, layanan desain kemasan, digitalisasi pemasaran, hingga konsultasi hukum usaha dan HAKI. Model ini terbukti sukses di beberapa kabupaten yang telah mengadopsi pendekatan one village, one hub

BACA JUGA: Atasi Pengangguran dan Perkuat Ekonomi Daerah, Mas Wiwit Targetkan 20 Ribu Angkatan Kerja Terserap Setiap Tahun

Untuk memperluas pasar, strategi agregasi produk UMKM dalam platform e-commerce lokal Jepara perlu dikembangkan. Dengan pendekatan koperasi digital atau e-marketplace berbasis desa, para pelaku usaha makanan ringan dapat bergabung dalam satu etalase digital yang terintegrasi dengan logistik lokal. Pemerintah cukup memfasilitasi platform dan logistik pengiriman, sementara pelaku UMKM fokus pada produksi dan promosi.

Langkah inspiratif lainnya adalah menjalin kolaborasi dengan diaspora Jepara di luar kota dan luar negeri untuk menjadi duta produk kuliner. Strategi brand ambassador berbasis diaspora mampu memperluas jangkauan pasar sambil menjaga narasi keaslian. Jepara bisa mencontoh kesuksesan diaspora Padang dan Yogyakarta yang membawa kuliner lokal mendunia.

Penguatan jejaring juga menjadi kunci. Pemerintah kabupaten bisa menginisiasi Jepara Food Network, wadah kolaborasi lintas pelaku usaha, akademisi, desainer produk, dan pegiat pariwisata untuk merancang program bersama, dari festival kuliner, kampanye buy local, hingga riset pasar produk baru.

BACA JUGA: PLN UIK Tanjung Jati B dan Pokdakan Sido Maju II Kembangkan Rumah Bibit Mangrove: Solusi Hijau untuk Konservasi dan Ekonomi Masyarakat

Tak kalah penting, pelatihan keuangan mikro berbasis digital accounting wajib diberikan untuk meningkatkan literasi keuangan pelaku UMKM. Banyak produk hebat kandas bukan karena mutu, tapi karena pengelolaan keuangan yang amburadul. Dengan digital bookkeeping, pelaku usaha bisa lebih siap dalam pembiayaan lanjutan, bahkan ekspansi.

Akhirnya, penguatan UMKM kuliner bukan lagi sekadar program karitatif, tetapi bagian dari ekosistem ekonomi lokal berbasis kearifan. Dalam kerangka ini, pemerintah berperan sebagai fasilitator, pelaku UMKM sebagai motor inovasi, dan masyarakat sebagai konsumen patriotik. Sinergi inilah yang akan menjadikan UMKM Jepara naik kelas secara berkelanjutan.

Jika langkah-langkah ini ditempuh dengan serius dan konsisten, maka potensi besar yang disampaikan oleh Bupati Witiarso Utomo bukan sekadar euforia sesaat. Ia bisa menjadi lembar sejarah baru dalam transformasi ekonomi Jepara yang inklusif, kreatif, dan bermartabat, dimulai dari jenang, kerupuk, dan cita rasa lokal yang disulap menjadi ikon global.

Dr. Muh Khamdan, Doktor Lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Koordinator Biro Hukum dan Kekayaan Intelektual DPW Gerakan Santripreneur Nusantara (GENI NUSA) Jawa Tengah

Related posts

Model Kepemimpinan Transformasional dalam Pendidikan Tinggi Islam: Refleksi atas Kontribusi Dr. H. Sa’dullah Assa’idi

Terpaut dalam Jiwa Kurban: Menggugah Kesadaran Pengorbanan di Era Serba Instan

Makna Qurban dalam Membangun Karakter Umat dan Peradaban