Oleh: Jumaiyah, SE.M.Si
Menyambut Hari Kenaikan Isa Almasih pada 29 Mei 2025, kita diingatkan kembali pada pentingnya momen refleksi bersama dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk.
Peringatan ini bukan sekadar hari libur nasional, melainkan momentum strategis untuk memperkuat nilai-nilai kemanusiaan, toleransi, dan kebersamaan lintas agama yang menjadi fondasi kehidupan berbangsa.
Dimensi Kemanusiaan Universal dalam Kenaikan Isa Almasih
Kenaikan Isa Almasih memiliki dimensi makna yang melampaui batas-batas teologis sempit. Peristiwa ini dapat dipahami sebagai simbol kemenangan atas trauma dan penderitaan, sekaligus representasi harapan akan kehidupan baru yang lebih bermakna.
BACA JUGA: PLN Nusantara Power Services dan PLN UIK Tanjung Jati B Kukuhkan Komitmen Kolaborasi dalam Semangat Hari Buruh
Dalam konteks kemanusiaan universal, makna ini mengajak seluruh umat manusia untuk bangkit dari kesulitan dan membangun peradaban yang lebih adil dan bermartabat.
Momentum refleksi ini juga memperkuat identitas kolektif sebagai bangsa yang berkomitmen pada nilai-nilai kasih, keadilan, dan pengharapan. Di tengah tantangan kehidupan modern yang semakin kompleks, pesan-pesan universal dari peristiwa Kenaikan Isa Almasih dapat menjadi inspirasi bagi semua elemen masyarakat untuk tetap menjaga optimisme dan solidaritas.
Perspektif Islam Moderat: Menghormati Tanpa Mengkompromikan Akidah
Dalam tradisi Islam, Isa ibn Maryam menduduki posisi yang sangat terhormat sebagai salah satu nabi yang mulia. Meskipun Islam tidak memandang Isa sebagai Tuhan, penghormatan terhadapnya sebagai nabi dan rasul menjadi dasar teologis yang kuat bagi sikap toleransi antara umat beragama. Al-Quran secara eksplisit menyatakan bahwa umat Islam tidak membedakan satu nabi dengan nabi lainnya, yang menciptakan ruang dialog yang konstruktif.
BACA JUGA: Polres Jepara Imbau Masyarakat Tidak Takut Laporkan Aksi Premanisme
Islam moderat memahami bahwa menghormati tokoh-tokoh suci agama lain tidak berarti mengkompromikan keimanan, melainkan manifestasi dari akhlak mulia yang diajarkan Islam.
Sikap ini sejalan dengan prinsip “lakum dinukum waliya din” (bagi kalian agama kalian, dan bagiku agamaku) yang menekankan pengakuan terhadap pluralitas keagamaan dalam koridor saling menghormati.
Dialog antar umat beragama yang dibangun atas dasar saling menghormati ini menjadi kunci dalam menjaga harmoni sosial. Umat Muslim moderat dapat berperan aktif dalam menciptakan atmosfer yang kondusif bagi perayaan keagamaan yang berbeda, tanpa harus kehilangan identitas keislaman mereka.
Memperkuat Kebersamaan Melalui Misi Sosial Bersama
Kenaikan Isa Almasih mengingatkan pentingnya misi sosial, keadilan, dan perdamaian yang menjadi tanggung jawab bersama seluruh umat beragama. Nilai-nilai ini dapat menjadi titik temu untuk membangun solidaritas yang melampaui sekat-sekat denominasi agama. Indonesia sebagai negara dengan keberagaman yang luar biasa memiliki modal sosial yang kuat untuk mewujudkan visi ini.
BACA JUGA: PLN UIK Tanjung Jati B Beri Apresiasi untuk Guru Ngaji Menjelang Hari Kartini
Kebersamaan dalam aksi nyata, seperti program-program kemanusiaan, penanggulangan kemiskinan, dan perlindungan lingkungan, dapat menjadi wujud konkret dari nilai-nilai universal yang diajarkan oleh para nabi dan rasul.
Kolaborasi lintas agama dalam bidang-bidang ini tidak hanya memperkuat kohesi sosial, tetapi juga menunjukkan relevansi ajaran agama dalam menyelesaikan permasalahan kontemporer.
Perayaan lintas iman yang diselenggarakan dengan semangat saling belajar dan membangun kepercayaan dapat menjadi model bagi masyarakat global dalam mengelola keberagaman. Indonesia memiliki tradisi panjang dalam hal ini, mulai dari siskamling bersama hingga gotong royong dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan.
Moderasi sebagai Kunci Harmoni Sosial
Konsep moderasi dalam beragama menjadi sangat relevan dalam konteks peringatan Hari Kenaikan Isa Almasih. Moderasi bukan berarti relativisme agama atau mengaburkan batas-batas keyakinan, melainkan kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara keteguhan akidah dan keterbukaan dalam berinteraksi sosial.
Umat Muslim moderat memahami bahwa toleransi terhadap perayaan keagamaan yang berbeda merupakan bagian dari nilai-nilai Islam yang sesungguhnya.
Rasulullah SAW sendiri pernah memberikan contoh nyata dengan menerima delegasi Kristen Najran di Masjid Nabawi dan mempersilakan mereka untuk beribadah sesuai keyakinan mereka.
Moderasi juga berarti kemampuan untuk membedakan antara prinsip-prinsip fundamental yang tidak dapat dikompromikan dengan aspek-aspek sosial-budaya yang memiliki ruang fleksibilitas. Dalam konteks ini, umat Muslim dapat berpartisipasi dalam menciptakan suasana yang damai dan kondusif bagi saudara-saudara Kristiani untuk menjalankan ibadah mereka.
Tantangan dan Peluang di Era Digital
Era digitalisasi membawa tantangan sekaligus peluang dalam membangun harmoni antar umat beragama. Di satu sisi, media sosial seringkali menjadi medium penyebaran narasi-narasi intoleran dan ujaran kebencian.
Di sisi lain, platform digital juga dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan pesan-pesan perdamaian dan saling pengertian.
Umat Muslim moderat memiliki tanggung jawab untuk menjadi agen perdamaian di ruang digital. Hal ini dapat diwujudkan melalui konten-konten edukatif yang menjelaskan posisi Islam terhadap agama-agama lain, berbagi informasi tentang nilai-nilai universal yang terkandung dalam peringatan keagamaan yang berbeda, dan secara aktif melawan narasi-narasi yang berpotensi memecah belah.
Edukasi digital tentang toleransi dan moderasi beragama perlu terus dikembangkan untuk mencegah radikalisasi dan ekstremisme. Kolaborasi antara tokoh agama, akademisi, dan praktisi media digital menjadi kunci keberhasilan upaya ini.
Membangun Masa Depan Bersama
Refleksi pada Hari Kenaikan Isa Almasih mengajak kita untuk merencanakan masa depan yang lebih baik bersama. Toleransi yang kita bangun hari ini akan menjadi warisan berharga bagi generasi mendatang.
Nilai-nilai seperti menghargai perbedaan, menolak kekerasan atas nama agama, menjaga keseimbangan antara keyakinan dan keterbukaan, serta membangun solidaritas sosial harus terus dipupuk dan dilestarikan.
Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk menjadi model bagi dunia dalam hal pengelolaan keberagaman agama. Tradisi gotong royong, musyawarah mufakat, dan hidup rukun yang telah mengakar dalam budaya Nusantara dapat menjadi fondasi kuat untuk membangun peradaban yang inklusif dan berkeadilan.
Mewujudkan masa depan yang damai dan adil memerlukan komitmen bersama dari semua elemen masyarakat. Setiap individu, terlepas dari latar belakang agamanya, memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan nilai-nilai kemanusiaan universal.
Hari Kenaikan Isa Almasih bukan hanya milik umat Kristiani, melainkan momentum bersama untuk merefleksikan nilai-nilai kemanusiaan yang universal.
Sebagai umat Muslim moderat, kita dapat memanfaatkan momen ini untuk memperkuat komitmen terhadap toleransi, moderasi, dan kebersamaan lintas agama.
Mari kita jadikan setiap peringatan hari besar keagamaan sebagai kesempatan untuk mempererat persaudaraan kemanusiaan, membangun dialog yang konstruktif, dan bersama-sama mewujudkan Indonesia yang damai, adil, dan sejahtera bagi semua anak bangsa. Dalam keberagaman, kita menemukan kekuatan; dalam perbedaan, kita menemukan kekayaan; dan dalam kebersamaan, kita menemukan harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Selamat memperingati Hari Kenaikan Isa Almasih. Semoga peringatan ini membawa berkah dan kedamaian bagi seluruh bangsa Indonesia.
Jumaiyah, Dosen Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara dan aktif dalam kegiatan dialog antarumat beragama serta pengembangan wacana moderasi beragama di Indonesia