Model Kepemimpinan Transformasional dalam Pendidikan Tinggi Islam: Refleksi atas Kontribusi Dr. H. Sa’dullah Assa’idi

Oleh: Jumaiyah

Dalam dunia pendidikan tinggi Islam Indonesia, sosok pemimpin yang mampu memadukan nilai-nilai tradisional dengan tuntutan zaman modern menjadi hal yang langka dan berharga. Wafatnya Dr. H. Sa’dullah Assa’idi, M.Ag. pada 1 Juni 2025 memberikan kesempatan untuk merefleksikan kontribusinya dalam membangun Universitas Islam Nahdlatul Ulama (UNISNU) Jepara menjadi institusi yang berkualitas.

Teori Kepemimpinan Transformasional dalam Konteks Islam

Kepemimpinan transformasional menurut teori Bass dan Avolio memiliki empat unsur utama: pengaruh yang ideal, motivasi yang menginspirasi, stimulasi intelektual, dan perhatian individual. Dalam konteks pendidikan Islam, keempat unsur ini mendapat warna khusus yang memadukan kepemimpinan akademik dengan kepemimpinan spiritual yang berakar pada tradisi pesantren.

Dr. Sa’dullah Assa’idi menunjukkan model kepemimpinan yang unik. Dengan latar belakang sebagai doktor bidang studi Islam yang juga memiliki pengalaman mendalam di pesantren, beliau menciptakan gaya kepemimpinan hibrid yang menggabungkan keunggulan akademik dengan kearifan spiritual.

Transformasi Kelembagaan: Dari INISNU ke UNISNU

Perubahan Institut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU) menjadi Universitas Islam Nahdlatul Ulama (UNISNU) pada 2013 merupakan proses transformasi kelembagaan yang kompleks. Berdasarkan teori manajemen perubahan, transformasi seperti ini memerlukan pemimpin yang mampu mengelola perubahan dengan efektif.

BACA JUGA: Tingkatkan Bauran EBT hingga 2034, PLN Siap Jalankan RUPTL Terhijau Sepanjang Sejarah

Peran Dr. Sa’dullah dalam proses ini sangat berarti. Keterlibatannya sejak tahap perencanaan pada 1987 sebagai koordinator tim persiapan menunjukkan kemampuannya dalam membangun visi bersama dan memobilisasi dukungan. Kepemimpinannya dari Wakil Rektor I kemudian menjadi Rektor (2016-2024) memastikan kesinambungan dalam proses transformasi.

Penggabungan tiga institusi (INISNU, STIENU, dan STTDNU) menjadi UNISNU mencerminkan strategi konsolidasi yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Dr. Sa’dullah berperan sebagai jembatan yang menjaga kontinuitas visi para pendiri sambil menyesuaikan struktur organisasi dengan tuntutan regulasi pendidikan tinggi modern.

Memadukan Tradisi dan Modernitas dalam Pendidikan

Salah satu kontribusi terpenting Dr. Sa’dullah adalah pengembangan pendekatan pendidikan yang memadukan ilmu Islam klasik dengan metodologi akademik modern. Dalam perspektif filsafat pendidikan, pendekatan ini merupakan upaya menyatukan pengetahuan yang bersumber dari wahyu dengan pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian.

Model integrasi yang dikembangkan bukan sekadar pencampuran, melainkan penyatuan organik yang menjaga keutuhan epistemologi. Hal ini terlihat dari pengembangan kurikulum yang tidak hanya memenuhi standar nasional, tetapi juga mempertahankan karakter Islam yang khas melalui mata kuliah keislaman dan pembentukan akhlak akademik.

BACA JUGA: Polisi di Jepara Bubarkan Balap Liar dan Amankan Sejumlah Sepeda Motor

Pendekatan ini sejalan dengan konsep Islamisasi ilmu pengetahuan yang dikembangkan tokoh-tokoh seperti Syed Muhammad Naquib al-Attas dan Ismail Raji al-Faruqi. Namun, implementasi yang dilakukan Dr. Sa’dullah lebih bersifat adaptasi kontekstual yang disesuaikan dengan kondisi lokal.

Kepemimpinan Spiritual dalam Lingkungan Akademik

Konsep kepemimpinan spiritual menurut Fry menekankan tiga komponen: visi, harapan/keyakinan, dan cinta altruistik. Dalam kepemimpinan Dr. Sa’dullah, ketiga elemen ini terintegrasi dalam kerangka keislaman yang kuat.

Visi yang dibangun bukan sekadar visi institusional, tetapi visi transendental yang menempatkan pendidikan sebagai ibadah dan amanah. Harapan dan keyakinan terwujud dalam komitmen bahwa pendidikan Islam dapat menjadi agen perubahan sosial. Sementara cinta altruistik terlihat dalam dedikasi tanpa pamrih untuk kemajuan institusi dan kesejahteraan civitas akademika.

Model kepemimpinan spiritual ini sangat efektif dalam konteks institusi pendidikan Islam karena selaras dengan sistem nilai yang dianut stakeholder internal. Hal ini menciptakan keselarasan antara tujuan, proses, dan hasil dalam organisasi.

Pengembangan Sumber Daya Manusia Akademik

Pendekatan pengembangan SDM yang diterapkan Dr. Sa’dullah mencerminkan pemahaman mendalam tentang budaya akademik dalam konteks Islam. Penekanan pada pembentukan karakter akademik yang berintegritas, kombinasi antara keunggulan intelektual dengan kedalaman spiritual, merupakan kontribusi penting dalam diskusi pengembangan akademisi Muslim.

BACA JUGA: Harkitnas,  Mas Wiwit Ajak Warga Jepara Bangkit Hadapi Tantangan Zaman

Model pembimbingan yang dikembangkan mengadopsi tradisi pesantren tentang hubungan guru-murid yang bersifat menyeluruh, tidak terbatas pada transfer pengetahuan tetapi juga pembentukan karakter. Dalam konteks modern, pendekatan ini diterjemahkan menjadi pengembangan fakultas yang komprehensif mencakup keunggulan akademik, kompetensi profesional, dan kedewasaan spiritual.

Kontribusi terhadap Kearifan Lokal dan Keterlibatan Masyarakat

Inisiatif Dr. Sa’dullah dalam mendukung penelitian tentang Ratu Kalinyamat menunjukkan komitmen terhadap pelestarian dan revitalisasi warisan sejarah lokal. Dalam perspektif scholarship yang terlibat dengan masyarakat, hal ini menunjukkan pemahaman tentang peran universitas sebagai penjaga memori budaya.

Pendekatan ini sejalan dengan konsep sistem pengetahuan indigenus yang menekankan pentingnya kearifan lokal dalam membangun masyarakat berpengetahuan yang berkelanjutan.

Kolaborasi dengan Yayasan Dharma Bakti Lestari mencerminkan model kemitraan universitas-masyarakat yang efektif dalam penelitian sejarah dan pelestarian budaya.

Tantangan dan Prospek Pengembangan Model Kepemimpinan

Model kepemimpinan yang dikembangkan Dr. Sa’dullah menghadapi beberapa tantangan dalam konteks pendidikan tinggi kontemporer. Pertama, ketegangan antara struktur otoritas tradisional dengan sistem tata kelola modern. Kedua, tekanan untuk mencapai indikator kinerja kuantitatif sambil mempertahankan pembentukan spiritual yang kualitatif. Ketiga, keseimbangan antara otonomi institusional dengan kepatuhan regulasi.

Namun demikian, model ini memiliki potensi untuk direplikasi dan diadaptasi dalam institusi pendidikan Islam lainnya. Faktor-faktor sukses yang dapat diidentifikasi meliputi: komitmen autentik terhadap misi institusional, kemampuan menjembatani berbagai kelompok stakeholder, gaya kepemimpinan adaptif yang responsif terhadap perubahan lingkungan, dan penekanan pada keberlanjutan jangka panjang.

Model kepemimpinan Dr. H. Sa’dullah Assa’idi menawarkan pembelajaran berharga tentang bagaimana memimpin transformasi dalam pendidikan tinggi Islam. Kemampuannya memadukan tradisi pesantren dengan standar akademik modern, menjaga nilai-nilai spiritual sambil mencapai excellenct akademik, serta membangun institusi yang berkelanjutan merupakan warisan yang perlu diteruskan.

Bagi dunia pendidikan tinggi Islam Indonesia, sosok beliau mengingatkan bahwa kepemimpinan sejati bukan tentang posisi atau prestise, melainkan tentang service dan dedication untuk kemajuan umat melalui pendidikan berkualitas. Semoga warisan pemikiran dan keteladanan beliau dapat menginspirasi generasi pemimpin pendidikan Islam selanjutnya.

Jumaiyah, Dosen Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara

Related posts

Terpaut dalam Jiwa Kurban: Menggugah Kesadaran Pengorbanan di Era Serba Instan

Makna Qurban dalam Membangun Karakter Umat dan Peradaban

Dr. Sa’dullah Assa’idi: Homo Academicus Nahdliyin yang Bersahaja