Latsar Bela Negara,  Komdigi dan Widyaiswara Badiklat Hukum Jateng Sinergi Kuatkan Nalar Kebangsaan

SEMARANG | GISTARA. COM — Di tengah gelombang disrupsi digital dan memudarnya narasi kebangsaan di ruang-ruang daring, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menggandeng widyaiswara Balai Diklat (Badiklat) Hukum Jawa Tengah untuk memperkuat kembali fondasi kesadaran bela negara di kalangan aparatur sipil negara.

Sebanyak 40 peserta dari berbagai unit eselon utama Komdigi serta Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio dari seluruh penjuru Indonesia. Balmon itu dari delegasi Jayapura, Manado, Palu, Lampung, Jambi, Makasar, Surabaya, Denpasar, Kupang, Samarinda, dan Banjarmasin, mengikuti Pelatihan Dasar (Latsar) Angkatan 5 dan 6. Kegiatan ini digelar daring, namun tak kehilangan substansi nasionalisme yang mendalam.

Dr. Muh Khamdan, Widyaiswara Badiklat Hukum Jawa Tengah, tampil sebagai pengampu materi utama. Dari ruang kerjanya di Semarang, ia menyampaikan kuliah kebangsaan yang menitikberatkan pada pentingnya kesadaran bela negara di era serba digital dan tanpa batas ini.

BACA JUGA: Tingkatkan Produktivitas Pertanian, Bupati Jepara Serahkan 17 Unit Alsintan

“Di balik layar ponsel pintar dan jaringan nirkabel, kedaulatan bangsa kita tetap harus dijaga. Bukan hanya oleh TNI dan Polri, tetapi oleh setiap ASN,” ujar Khamdan, (8/7/25).

Khamdan menekankan bahwa bela negara tak lagi monopoli militer, tetapi menjadi tanggung jawab kolektif warga negara, terutama birokrat digital.

Acara diawali dengan sesi sharing knowledge antar peserta mengenai peran vital monitoring frekuensi. Di forum ini terungkap, bagaimana para ASN di bidang telekomunikasi justru menjadi garda depan dalam menjaga kedaulatan udara nasional dari gangguan gelombang ilegal maupun infiltrasi sinyal asing.

Khamdan mendorong agar para peserta tak hanya memahami konsep bela negara sebagai doktrin normatif, melainkan menginternalisasi lima nilai dasarnya: cinta tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara, setia pada Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban, dan memiliki kemampuan awal bela negara.

BACA JUGA: Inovasi dan Konsistensi Kawal Keandalan Pembangkit 24/7, PLN UIK Tanjung Jati B Hadirkan Listrik untuk Rakyat

Menurutnya, kelima nilai itu harus menjelma menjadi rencana aksi yang membumi di setiap unit kerja. Maka, seluruh peserta Latsar dibagi ke dalam delapan kelompok untuk merancang implementasi riil nilai dasar bela negara sesuai konteks kerja mereka masing-masing.

Dari aksi kolektif itu, peserta diminta menghasilkan karya visual dalam bentuk video podcast, dokumenter, hingga konten kampanye kebangsaan. Tak sekadar media, melainkan sebagai teropong isu kebangsaan dan cermin narasi kebinekaan yang tengah digerus algoritma komersial.

“Jika narasi kebangsaan tak kita isi sendiri, maka ia akan diisi oleh pasar, atau oleh mereka yang tak punya kepentingan atas kedaulatan bangsa,” tandas Khamdan. Ia menambahkan bahwa ASN di Komdigi memiliki kekuatan untuk memproduksi konten yang memelihara integritas kebangsaan.

Dalam diskusi kelompok kecil, beberapa peserta mengusulkan kampanye digital bertema #SignalUntukNegara, yang menarasikan bagaimana tugas-tugas pengawasan frekuensi bukan sekadar teknis, melainkan bagian dari diplomasi kedaulatan udara.

Sementara kelompok lain merancang podcast edukatif bertajuk Suara Negara di Udara, yang membahas isu disinformasi dan hoaks dari perspektif pertahanan non-militer. Karya-karya ini menjadi langkah awal revitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam dimensi digital.

Dalam pandangan Khamdan, sinergi semacam ini merupakan titik temu antara pendidikan kebangsaan dan transformasi digital. “Kita tak boleh hanya menjadi birokrat administratif. Kita adalah pewaris nilai-nilai republik. ASN Komdigi harus jadi pendidik publik, bukan hanya pelaksana sistem,” ujarnya.

Pelatihan ini bukan hanya soal modul dan absen daring. Ini tentang pembudayaan nilai. Tentang membumikan Pancasila dalam setiap kerja harian ASN. Tentang bagaimana seorang teknisi sinyal di Manado maupun di Jayapura pun bisa menjadi ujung tombak bela negara.

Sinergi antara Badiklat Hukum Jateng dan Komdigi membuka paradigma baru bahwa pelatihan ASN tak boleh berhenti pada kompetensi teknis, tapi harus menanamkan kesadaran ideologis sebagai benteng pertahanan bangsa.

Di tengah riuh rendah informasi global dan krisis identitas digital, kerja sunyi dari ruang-ruang pelatihan seperti ini menjadi pilar terakhir yang menjaga bangsa dari kealpaan sejarah dan kebangsaan. Dan sinyal-sinyal itulah, yang kini kembali diarahkan pada satu titik, Indonesia Raya. (KA)

Related posts

Buka Aquabike Championship 2025, Bupati Jepara Jajaki Kejuaraan Dunia Aquabike Digelar di Jepara

Kapolri: Pembiayaan Hingga Distribusi Jagung Akan Libatkan Koperasi Merah Putih

Kuatkan Kedaulatan Nasional, Widyaiswara Badiklat Hukum Jateng Dorong Pembudayaan Literasi Digita