Oleh: Arif Muhammad Ubaidillah
Kasemun, lahir dari pasangan Kasmo dan Asyiah, adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, yakni Kasmin, Bonawi, dan dirinya sendiri. Ia tumbuh di lingkungan keluarga petani yang sederhana di Desa Rau.
Sejak kecil, Kasemun sudah terbiasa dengan keterbatasan, namun hal itu tidak melemahkan semangatnya untuk menempuh pendidikan. Ia memulai pendidikan di TK dan MI Mafatihul Huda Rau, kemudian melanjutkan ke MTs Sultan Hadirin Mantingan, dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di MA Sultan Hadirin.
Di tengah keterbatasan ekonomi, Kasemun kecil harus bekerja sejak usia sembilan tahun untuk membiayai sekolah, membeli buku, hingga memenuhi kebutuhan harian sekolah lainnya. Berbagai pekerjaan ringan ia tekuni selepas pulang sekolah sebagai bentuk tanggung jawab dan tekad untuk terus belajar.
BACA JUGA: Wujudkan Semangat Kemerdekaan , YBM PLN UIK Tanjung Jati B Salurkan Santunan untuk Lansia di Jepara
Setelah lulus MA pada tahun 1995, impian untuk melanjutkan pendidikan tinggi harus dikubur karena kendala biaya. Ia pun memutuskan untuk bekerja dan mendalami dunia industri mebel yang menjadi salah satu sektor andalan di Jepara.
Perjalanan kerjanya dimulai dari Jakarta, kemudian pindah ke Semarang, hingga akhirnya menetap sementara di Medan, Sumatera Utara. Di sana, ia menetap selama 5–7 tahun, membangun usaha kecil bersama keluarga, berjuang dari nol dengan modal terbatas. Perjalanan merantau ini membentuk karakter Kasemun sebagai pribadi mandiri, pekerja keras, dan tahan banting menghadapi situasi sulit.
Di usia 25 tahun, ia menikah dengan Umi Khulsum dan dikaruniai tiga anak: Mila Aisyah Fitri, Muhammad Renal Artadhi, dan Qonita Akila Abidah.
Setelah bertahun-tahun merantau, Kasemun memutuskan kembali ke kampung halaman untuk mendampingi kedua orang tuanya yang telah lanjut usia. Di tengah lingkungan masyarakat Desa Rau, ia mulai aktif dalam kegiatan sosial dan kemasyarakatan.
Keterlibatannya dalam kegiatan desa membawanya dipercaya menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dari sanalah ia mulai memahami sistem pemerintahan desa dan berbagai kebutuhan pembangunan masyarakat. Melihat banyaknya persoalan dalam tata kelola pemerintahan sebelumnya, seperti keterlambatan administrasi dan kurangnya akuntabilitas, Kasemun terdorong untuk berbuat lebih. Ia merasa terpanggil untuk memperbaiki sistem dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
BACA JUGA: Polres Jepara Maksimalkan Pengaturan Lalu Lintas di Titik Rawan dalam Operasi Patuh Candi 2025
Atas dorongan keluarga, sahabat, dan warga sekitar, Kasemun akhirnya mencalonkan diri sebagai kepala desa Rau dalam pemilihan tahun 2022. Dengan membawa visi besar untuk mewujudkan pemerintahan desa yang transparan, progresif, dan melibatkan partisipasi masyarakat, ia berhasil meraih suara terbanyak dan resmi menjabat sebagai petinggi Desa Rau.
Pada awal masa jabatannya, ia langsung bekerja keras menyatukan warga, membangun sistem kerja yang tertib, serta meningkatkan efisiensi dan layanan publik. Berbagai ide dan gagasannya mulai diterapkan secara bertahap, dan hasilnya nyata: status Desa Rauh yang sebelumnya desa swakarya, berhasil naik menjadi desa maju hanya dalam waktu satu tahun masa kepemimpinannya.
Kasemun menyadari bahwa membangun desa tidak bisa dilakukan sendiri. Butuh kolaborasi, kepercayaan, dan semangat gotong royong dari seluruh elemen masyarakat.
Ia menjadikan pengalamannya di dunia kerja, jatuh bangunnya membangun usaha, serta nilai-nilai kehidupan dari orang tuanya sebagai pondasi dalam memimpin.
Baginya, jabatan bukan tujuan utama, tetapi amanah besar yang harus dijalankan dengan tanggung jawab dan integritas. Ia berharap suatu saat nanti, Desa Rau bisa menjadi desa mandiri yang tidak hanya maju secara administrasi, tetapi juga unggul dalam pembangunan sumber daya manusia, ekonomi lokal, dan kehidupan sosial warganya.(*)
Arif Muhammad Ubaidillah, Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Komunikasi dan Desain Unisnu Jepara.