Ahmad Mi’an: Mengukir Jalan Menuju Generasi Qur’ani

Oleh: Azmiy Madda Al Haroki

Di sebuah sudut kota ukir Jepara, di antara aroma kayu jati dan gema tilawah Al-Qur’an, nama Ahmad Mi’an tumbuh sebagai sosok yang tak hanya dikenal karena ketegasannya, tetapi juga karena pengabdiannya yang tulus dalam mendidik generasi Qur’ani. Dari tangan yang dulu mengukir kayu demi biaya sekolah, kini ia mengukir masa depan anak-anak melalui huruf demi huruf kalam ilahi.

Lahir di Desa Tahunan, Jepara, pada 10 Oktober 1975, Ahmad adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Sejak usia remaja, ia sudah ditempa oleh kerasnya hidup.

Saat teman-temannya sibuk bermain sepulang sekolah, Ahmad sudah duduk di depan bongkahan kayu, belajar mengukir. Malam harinya, ia berjalan ke masjid, memeluk mushaf, membaca Al-Qur’an dalam sunyi. “Mengukir dan mengaji, itulah dua hal yang menuntunku dari dulu,” tuturnya tenang.

BACA JUGA: Wujudkan Semangat Kemerdekaan , YBM PLN UIK Tanjung Jati B Salurkan Santunan untuk Lansia di Jepara

Pendidikan Ahmad dilalui dengan penuh perjuangan. Ia menyelesaikan SD di SDN 6 Tahunan Jepara (1989), lalu melanjutkan ke MTsN 1 Jepara (1992), dan SMA Muhammadiyah 3 Jepara (1995).

Meski ekonomi menjadi tantangan besar, Ahmad tak pernah menyerah. Tahun 2012, ia berhasil menamatkan pendidikannya di Institut Agama Islam Al Ghuroba Jakarta, membuktikan bahwa semangat belajar tak pernah mengenal usia.

Sembari bekerja sebagai tukang ukir, pada tahun 2014 hingga 2016 ia juga mulai mengajar di SD Muhammadiyah Jepara sebagai guru Tahfidz, menjadi imam Masjid Taqwa Jepara sekaligus pengajar di TPQ Al Istiqomah tahunan sejak 2004 hingga 2016.

Sore harinya, waktunya habis untuk membina anak-anak di TPQ. Bagi Ahmad, mengajar bukan hanya profesi, melainkan ibadah yang mendatangkan keberkahan. “Barangsiapa menolong agama Allah, maka Allah akan menolongnya,” adalah prinsip yang ia pegang erat, selain pesan hidup yang selalu ia ulang adalah Khoirunnas anfa’uhum linnas – sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.

BACA JUGA: Buka Aquabike Championship 2025, Bupati Jepara Jajaki Kejuaraan Dunia Aquabike Digelar di Jepara

Pada 2016, panggilan dakwah yang lebih besar datang. Ahmad dipercaya oleh Yayasan Imam Syafi’i untuk merintis Sekolah Tahfidz Tingkat Dasar (STTD Anak Sholeh Jepara). Ia pun meninggalkan dunia ukir dan total mengabdi dalam dunia pendidikan Al-Qur’an.

Dengan modal keyakinan dan semangat, sekolah itu dirintis dari nol—dari hanya 9 siswa di rumah kontrakan, hingga kini memiliki ratusan santri, bangunan milik sendiri, dan tim guru profesional yang juga menjadi rujukan pengajar privat Al-Qur’an di luar sekolah.

Ahmad bukan hanya kepala sekolah. Ia adalah pembina, pembimbing, dan teladan. Ia membina para guru dengan nasihat dan semangat yang tak pernah padam. Ia ingin mencetak generasi yang tak hanya hafal Al-Qur’an, tapi juga berakhlak mulia—anak-anak yang akan dibanggakan oleh orang tua, agama, dan bangsa.

Namun, jalannya tak selalu lapang. Dulu, saat menjadi tukang ukir, upahnya sering telat dibayarkan. Ketika tampil dengan pakaian islami, tak jarang ia dicurigai atau dicap ekstremis. Namun Ahmad tetap tegar. “Tak perlu berkoar-koar. Cukup diam dan buktikan. Serahkan kepada Allah. Nanti mereka akan tahu yang sebenarnya,” katanya mantap.

BACA JUGA: Polres Jepara Gandeng Finalis Duta Anti Narkoba, Gencarkan Pesan Antinarkoba di Kalangan Milenial

Sejak 2005 hingga sekarang, Ahmad juga menjadi pengajar di Panti Putri Aisyiyah Jepara. Dan pada 2021, salah satu tokoh penting Jepara, Ary Bachtiar, S.T., M.T., memberikan amanah untuk menjadi pengampu di Rumah Qur’an dan Panti Asuhan Birrul Insani Jepara, khusus perempuan. Hingga kini, ia masih menjadi pengajar aktif di lembaga tersebut.

Ahmad Mi’an dikenal sebagai sosok disiplin, sangat tegas, namun tetap ramah dan penyayang. Sifat itulah yang membuatnya dihormati, baik di masyarakat maupun di lingkungan Muhammadiyah tempat ia aktif berkontribusi. Di sela kesibukannya, ia masih menyempatkan diri menonton atau bermain sepak bola, olahraga yang ia cintai sejak muda.

Ahmad bukan sekadar guru atau pengukir kayu. Ia adalah pengukir masa depan, peletak batu pertama dari bangunan akhlak dan ilmu. Jejaknya tak hanya tertinggal di kayu, tapi juga dalam hati santri-santrinya. Dan dari Jepara, ia terus melangkah, mengukir harapan satu ayat demi satu ayat.

Azmiy Madda Al Haroki, Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Komunikasi dan Desain Unisnu Jepara

Related posts

Kasemun: dari Lumpur Sawah ke Balai Desa

KH. Nasta’in: dari Sawah ke Panggung Dakwah

Muladi: dari Perantau hingga Jadi Pemimpin Desa