GEDSI Jadi Perspektif Baru Pengendalian Kinerja dalam Birokrasi Pemerintah

SEMARANG | GISTARA.COM – Layar pertemuan daring menampilkan wajah serius Dr. Muh Khamdan, widyaiswara Balai Diklat Hukum Jawa Tengah. Dari ruang kerjanya di Semarang, ia menekankan satu hal penting kepada para peserta Pelatihan Kepemimpinan Pengawas (PKP) Kementerian Sekretariat Negara, bahwa manajemen pengendalian kinerja harus menjadi napas birokrasi modern.

Pelatihan itu menjadi pintu masuk sebelum peserta menjalani fase studi lapangan. Mereka akan ditugaskan untuk mendiagnosis masalah, merancang desain kebijakan, hingga menyusun advokasi rekomendasi kebijakan. Bagi Khamdan, pengendalian kinerja bukan sekadar prosedur administratif, melainkan strategi untuk menjamin mutu pelayanan publik tetap terukur dan adaptif.

Ia mengurai secara sistematis. Pertama, penguatan manajemen mutu sebagai standar organisasi. Kedua, percepatan transformasi pelayanan digital. Ketiga, optimalisasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). “Tanpa pengendalian yang terintegrasi, digitalisasi birokrasi hanya menjadi slogan,” ujarnya.

BACA JUGA: Tembus Fortune Global 500, PLN Terus Perkuat Daya Saing di Kancah Dunia

Peserta yang hadir bukan sembarangan. Mereka datang dari berbagai instansi strategis, seperti Komisi Yudisial, Sekretariat Presiden, Sekretariat Wakil Presiden, hingga Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Kolaborasi lintas lembaga itu mencerminkan tantangan nyata, bahwa membangun birokrasi yang mampu bergerak bersama, bukan berjalan sendiri-sendiri.

Octiany Puji Lestari, Kasubag Administrasi Medis Wakil Presiden, mengaku mendapatkan energi baru. “Bidang kesehatan menuntut efisiensi dan efektivitas. Penguatan manajemen mutu dan strategi pengendalian memberi arah untuk menjawab tantangan itu,” katanya usai sesi pemaparan.

Bagi Octiany, isu kesehatan bukan sekadar layanan medis, melainkan pengelolaan sistem yang harus akuntabel. Dengan pengendalian kinerja yang ketat, ia membayangkan pelayanan medis wakil presiden bisa menjadi model tata kelola kesehatan pemerintah yang transparan dan berkelanjutan.

Selain soal mutu dan digitalisasi, Khamdan juga menekankan kesadaran baru menyangkut GEDSI, Gender, Equality, Disabilitas, dan Social Inclusive. Perspektif ini menurutnya, harus melekat dalam setiap kebijakan publik. “Tanpa keberpihakan pada kelompok rentan, birokrasi kehilangan legitimasi sosialnya,” ujarnya.

BACA JUGA: Bupati Jepara: Soal Investasi, harus Sejalan Dawuh Kyai dan Fatwa Ulama’

Peserta tampak antusias. Viena Pravita, perwakilan DPD, menuturkan pengalamannya. Ia merasa terinspirasi untuk mengembangkan sistem pengendalian persidangan berbasis digital di DPD. “Kami butuh teknologi yang responsif untuk mendukung anggota DPD. Dengan begitu, kualitas dukungan persidangan bisa lebih cepat dan presisi,” katanya.

Gagasan Viena sejalan dengan semangat pelatihan ini, yaitu birokrasi harus membangun kolaborasi dan kemitraan. Dalam dunia yang serba digital, kerja sama antar-lembaga menjadi modal utama. Tidak ada lagi ruang untuk ego sektoral. “Kalau instansi pemerintah masih berjalan sendiri, maka transformasi digital hanya akan menambah sekat, bukan menghapusnya,” kata Khamdan.

Di balik pertemuan daring itu, tampak denyut transisi birokrasi Indonesia. Dari yang semula kerap dituding lamban dan prosedural, kini ditantang untuk lebih lincah. Digitalisasi bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan. Dan pengendalian kinerja menjadi fondasi agar transformasi itu tidak kehilangan arah.

Pelatihan PKP ini bukan sekadar rutinitas pembelajaran. Ia adalah ruang eksperimental di mana peserta diuji untuk berani mendiagnosis persoalan birokrasi secara nyata. Dari lapangan, mereka dituntut membawa rekomendasi kebijakan yang bisa diadvokasikan. “Pemimpin pengawas harus lahir dengan sensitivitas pada masalah sekaligus ketajaman solusi,” kata Khamdan.

Lalu, bagaimana mengukur keberhasilan pelatihan ini? Khamdan menyebut kuncinya ada pada tindak lanjut. “Kalau peserta hanya berhenti pada laporan, maka semua akan hilang. Tapi kalau rekomendasi mereka masuk ke agenda institusi, itu artinya proses pengendalian kinerja berjalan. Maka, kemampuan komunikasi marketing kebijakan menjadi mutlak harus dikuasai”, tuturnya.

Di akhir sesi, suasana daring tetap hangat. Peserta saling berbagi perspektif, mulai dari isu pengendalian persidangan, efisiensi layanan medis, hingga transparansi pengawasan di Komisi Yudisial. Semua merasa sedang berada di titik penting: menyiapkan birokrasi yang kolaboratif, inklusif, dan berbasis digital.

Dan dari Semarang, Dr. Muh Khamdan menutup paparannya dengan satu kalimat tegas: “Birokrasi masa depan adalah birokrasi yang terkendali oleh mutu, dipandu teknologi, dan digerakkan oleh kolaborasi, dengan kemampuan komunikasi yang baik.” (KA)

Related posts

Tingkatkan Kemampuan Personel, Polres Jepara Gelar Pelatihan Fungsi Teknis Kepolisian Bidang Lantas

Momentum Bangun Persaudaraan, NDX AKA Hibur Warga di HUT Jateng ke-80

Rayakan HUT ke-80 RI, Unisnu Jepara Gelar Lomba Tenis Meja Dosen