Widyaiswara Badiklat Hukum Jateng Dorong Peserta PKN II Kuasai Seni Marketing Kebijakan

SEMARANG | GISTARA.COM — Rabu, 10 September 2025, widyaiswara Balai Diklat Hukum Jawa Tengah memberikan suntikan semangat kepada 60 pejabat eselon II dari berbagai penjuru negeri. Mereka tengah mengikuti Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) II yang diselenggarakan Lembaga Administrasi Negara (LAN) Samarinda. Di depan para peserta, Dr. Muh Khamdan, berbicara tentang hal yang kerap dilupakan birokrasi, yaitu manajemen strategis kebijakan publik.

Khamdan membuka pembekalannya dengan menekankan pentingnya kesadaran mengidentifikasi isu strategis. Menurutnya, banyak pejabat publik terjebak rutinitas administratif, tak sempat membaca arah regulasi maupun kebutuhan stakeholder. “Kalau isu strategisnya salah baca, kebijakan yang lahir akan gagal menjawab tantangan,” ujarnya.

Suasana ruangan hening. Peserta mencatat serius melalui layar daring masing-masing. Agenda ini menjadi penentu, karena Jumat mendatang mereka akan mempresentasikan rancangan proyek perubahan di LAN Samarinda. Proyek itu bukan sekadar formalitas. Ia akan diuji, apakah benar-benar menjawab kebutuhan organisasi dan masyarakat.

BACA JUGA: Bupati Jepara Tuntaskan Peninjauan 75 Anak Calon Siswa SR

Khamdan lalu memperkenalkan istilah yang kini makin akrab di birokrasi, mainstreaming GEDSI, yang mencakup gender equality, disability, and social inclusion. Menurutnya, kebijakan publik hanya akan bermakna bila mampu menjamin akses yang setara bagi semua warga. “GEDSI bukan jargon. Ia adalah keadilan sosial yang konkret dalam pelayanan,” tegasnya.

Pernyataan itu diamini Fonika Affandi, Kepala Lapas Kelas 1 Semarang yang juga ketua angkatan PKN II. “Pengarusutamaan GEDSI harus jadi standar. Tanpa itu, birokrasi hanya melayani sebagian orang,” katanya. Bagi Fonika, materi ini membuka kesadaran baru bahwa layanan publik mesti menjangkau semua kalangan.

Peserta PKN II datang dari kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Ada pejabat Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kehutanan, serta perwakilan provinsi dari Kalimantan Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Utara, hingga Bangka Belitung. Latar belakang yang beragam membuat diskusi kian kaya.

Tak berhenti pada isu GEDSI, Khamdan menantang peserta melihat kebijakan dengan kacamata berbeda, yaitu marketing. Ia memperkenalkan marketing mix 7P, yang mencakup product, price, promotion, place, people, process, dan physical environment. Konsep yang lazim di dunia bisnis, ia terapkan untuk sektor publik.

Menurut Khamdan, produk birokrasi adalah layanan publik. Harga bukan rupiah, melainkan ongkos sosial dan administratif yang ditanggung masyarakat. Promosi adalah cara birokrasi menyosialisasikan layanan. Sementara people, process, dan physical environment adalah wajah birokrasi yang langsung dirasakan publik. “Kalau tidak dikelola, publik akan meninggalkan birokrasi,” ujarnya.

Herdianto, Kepala Lapas Bukittinggi, mengaku tercerahkan. “Kami sering bicara layanan publik, tapi jarang melihatnya sebagai produk yang perlu dipasarkan. Konsep 7P ini memberi arah untuk membangun kemitraan strategis dengan stakeholder,” katanya.

Nur Laila, Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Utara, menyambung. Baginya, marketing kebijakan harus didukung model tata kelola baru: entrepreneurial governance. “Birokrasi tak boleh bekerja sendiri. Partisipasi stakeholder harus dibangun agar kebijakan punya rasa kepemilikan bersama,” ujarnya.

Pembekalan itu perlahan menggeser cara pandang peserta. Mereka tak lagi melihat birokrasi sekadar mesin administrasi. Birokrasi, kata Khamdan, mesti adaptif, kolaboratif, dan inovatif. “Kalau tidak, kita akan tertinggal. Bukan hanya dari sektor swasta, tapi juga dari tuntutan publik yang semakin kompleks,” ucapnya.

Menjelang akhir sesi, Khamdan menutup dengan kalimat singkat namun mengikat. “Proyek perubahan bukan sekadar laporan. Ia adalah janji birokrasi kepada rakyat. Dan janji itu hanya bisa ditepati bila kita berani berinovasi.” Ruangan hening sejenak, lalu tepuk tangan peserta pecah. Sebuah penanda, bahwa gagasan itu telah menancap di benak mereka. (AD)

Related posts

Momen Khidmat Peringatan Maulid Nabi di Polda Jateng, Ajak Masyarakat Teladani Akhlak Rasulullah Satukan Umat dan Jaga Kedamaian

Polisi Gelar Olah TKP Kecelakaan yang Menewaskan Mahasiswa Unnes

Kisah Lintas Agama Inspirasi ASN Bawaslu dalam Peningkatan Pelayanan Publik