ASN sebagai Ladang Ibadah: Dari Ruang Virtual Semarang, Spirit Pelayanan Itu Ditanamkan

Latsar CPNS Kementerian PKP

SEMARANG | GISTARA. COM– Suasana hening terasa di ruang kerja Dr. Muh Khamdan, Widyaiswara Balai Diklat Hukum Jawa Tengah, Senin pagi (6/10/2025). Dari balik layar komputer, suaranya menembus jaringan daring yang menghubungkan puluhan peserta Pelatihan Dasar (Latsar) Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). Ia membuka sesi dengan kalimat pelan tapi tegas, “Menjadi ASN bukan hanya bekerja untuk negara, tetapi juga beribadah kepada Tuhan melalui pelayanan kepada sesama.”

Pelatihan dasar itu bukan sekadar forum formal pembelajaran. Bagi para peserta muda yang sebagian besar sarjana arsitektur, forum daring ini menjadi ruang perenungan tentang makna pengabdian. Mereka tidak sedang belajar teori pemerintahan, melainkan menggali kesadaran spiritual bahwa pelayanan publik adalah ibadah sosial yang menuntut keikhlasan dan kepedulian. “ASN bukan pelayan kekuasaan, tapi pelayan kemanusiaan,” ujar Khamdan menegaskan.

Dalam nada tutur yang lembut namun menggugah, Khamdan mengajak peserta melihat kembali akar nilai pelayanan publik melalui lensa lintas agama. Dari Islam, ia menuturkan kisah Khalifah Umar bin Khattab yang pada suatu malam berjalan sendiri ke pelosok kota, memanggul sekarung gandum di punggungnya untuk diberikan kepada keluarga miskin yang kelaparan. Tidak ada ajudan, tidak ada sorotan, hanya seorang pemimpin yang memaknai kekuasaan sebagai amanah untuk melayani.

BACA JUGA: Wakil Bupati Jepara Wanti-Wanti Kualitas Layanan Gizi di Setiap SPPG

“Umar bin Khattab menunjukkan kepada kita,” kata Khamdan, “bahwa tanggung jawab seorang pelayan publik tidak berhenti di meja kerja. Ia baru selesai ketika rakyatnya sejahtera.” Para peserta terdiam. Di wajah mereka terpancar refleksi bahwa kerja ASN bukan tentang jabatan atau gaji, melainkan tentang menegakkan keadilan sosial dengan cara paling sederhana, yaitu mendengar, peduli, dan menolong.

Dari tradisi Kristen, Khamdan membawa mereka pada peristiwa jamuan terakhir. Di sana, Yesus Kristus membasuh kaki para muridnya satu per satu, yang menjadi simbol kerendahan hati yang melampaui hierarki dan kekuasaan. “Yesus mengajarkan bahwa kepemimpinan sejati lahir dari hati yang melayani, bukan dari tangan yang memerintah,” ucap Khamdan. Para peserta mengangguk pelan, menyadari bahwa ASN sejati harus siap ‘membasuh kaki rakyatnya’ dalam arti memberikan pelayanan tanpa pamrih.

Sementara dalam Hindu, nilai pelayanan publik dijelaskan Khamdan melalui konsepsi Tri Hita Karana, falsafah keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam. “Jika satu relasi rusak, seluruh tatanan kehidupan ikut goyah,” katanya. Dalam konteks pembangunan kawasan, falsafah ini mengingatkan bahwa setiap rancangan gedung dan tata ruang harus memperhatikan keseimbangan ekologis, sosial, dan spiritual.

Pesan itu begitu relevan bagi para peserta yang bergiat di bidang arsitektur. Sarah Amanda Safira, arsitek muda asal Putusibau, Kalimantan Barat, mengaku tersentuh. “Saya baru menyadari bahwa merancang gedung juga bisa menjadi bentuk ibadah, asal diniatkan untuk kemaslahatan masyarakat,” ujarnya. Ia kini memandang desain arsitektur bukan sekadar soal bentuk, tetapi juga sarana untuk menghadirkan kenyamanan, keadilan, dan nilai kemanusiaan.

BACA JUGA: Bupati Jepara: Perbaikan Gedung DPRD Jepara Gunakan Anggaran Pusat

Senada, Nindya Kinanti Paramasasi, calon ASN bagian penata kelola bangunan dan kawasan asal Bekasi, menuturkan bahwa nilai-nilai BerAKHLAK yang disampaikan Dr. Khamdan membuatnya semakin yakin bahwa pembangunan harus berpihak pada semua kalangan. “Konsep Gender Equality, Disability, and Social Inclusion bukan jargon proyek, melainkan refleksi dari rasa peduli,” ujarnya. Ia menilai, pelatihan seperti ini membangkitkan kesadaran moral yang jarang disentuh oleh pelatihan teknis.

Khamdan sendiri memandang dimensi ibadah dalam pelayanan publik sebagai jembatan spiritual bagi ASN di tengah sistem birokrasi modern yang seringkali kering nilai. “Jika ASN bekerja hanya karena perintah, maka yang lahir hanyalah rutinitas. Tapi jika ASN bekerja karena ibadah, yang tumbuh adalah ketulusan,” katanya. Ia menegaskan bahwa setiap keputusan, seberapa kecil pun, adalah ladang pahala bila dilakukan dengan niat melayani manusia.

Pelatihan daring ini bukan hanya menambah wawasan, tetapi juga menumbuhkan kesadaran eksistensial. Dari ruang-ruang virtual yang terpaut jarak ratusan kilometer, tumbuh satu semangat baru: bahwa ASN dapat menjadi pembawa cahaya kebaikan di tempatnya masing-masing. Khamdan menutup sesi dengan kalimat lirih namun menggema, “Layanilah manusia dengan sebaik-baiknya, karena di sanalah Tuhan menilai ibadahmu.”

Usai pelatihan, para peserta tidak segera keluar dari ruang daring. Mereka saling berbagi kesan, menuliskan refleksi, dan sebagian bahkan meneteskan air mata. Di balik layar laptop, mereka menemukan makna baru tentang pekerjaan yang akan mereka jalani: bukan sekadar profesi, melainkan pengabdian yang suci.

Dari Semarang, melalui koneksi internet sederhana, pesan itu mengalir deras ke seluruh penjuru negeri bahwa menjadi ASN bukan tentang kekuasaan, melainkan tentang melayani dengan keikhlasan. Bahwa setiap rancangan gedung, setiap kawasan, dan setiap keputusan kebijakan adalah bagian dari ibadah. Dan di tangan para ASN muda inilah, masa depan pelayanan publik yang penuh nurani itu mulai dibangun. Sebanyak 45 ASN muda telah diberikan inspirasi untuk terus peduli dalam melayani. (KA)

Related posts

Bupati Jepara Lantik Lukman Hakim Jadi Dirut Perumda Tirta Jungporo 2025-2030

Investor Spanyol Tinjau Industri Mebel Jepara

Terungkap ! Ini Identitas Tengkorak di Hutan Cepogo Jepara