Suluk Karangkebagusan edisi perdana di Wisma Pergerakan Jepara
JEPARA | GISTARA. COM — Di tengah meredupnya gairah membaca di kalangan mahasiswa dan masyarakat, Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) dan Pengurus Cabang (PC PMII) Jepara berikhtiar menyalakan kembali api intelektualitas, melalui kegiatan bertajuk Suluk Karangkebagusan.
Suluk Karangkebagusan yang perdana ini digelar di Wisma Pergerakan Karangkebagusan, Sabtu (11/10/2025), dan diikuti oleh dua puluh kader dan pengurus PMII. Direncanakan Suluk Karangkebagusan ini dilaksanakan setiap dua Minggu sekali.
Kegiatan yang dikemas dalam bentuk bedah buku ini menghadirkan Dr. Saefudin, M.Pd, Dosen Unisnu Jepara sekaligus Wakil Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Jepara, sebagai pemantik.
BACA JUGA: Wakil Bupati Jepara Wanti-Wanti Kualitas Layanan Gizi di Setiap SPPG
Buku yang dibedah kali ini berjudul “Telikungan Kapitalisme Global dalam Sejarah Kebangsaan Indonesia” karya Hasim Wahid — sebuah refleksi kritis terhadap cengkeraman kapitalisme dalam perjalanan bangsa.
Menumbuhkan Ekosistem Intelektual
Ketua IKA PMII Jepara, Kusdiyanto, M.Pd, dalam sambutannya menegaskan bahwa Suluk Karangkebagusan lahir dari kegelisahan bersama akan menurunnya daya baca dan semangat literasi di kalangan mahasiswa.
“PMII adalah entitas kaum terpelajar, intelektual. Maka sudah seharusnya kita memperkuat literasi, menghidupkan budaya baca, dan menjadi inspirasi bagi mahasiswa lain,” ujarnya.
Kusdiyanto menilai, gerakan literasi semacam ini bukan sekadar aktivitas membaca buku, tetapi merupakan upaya menciptakan ekosistem intelektual di Jepara.
BACA JUGA: Gubernur Jateng Minta Kader PMII Kawal Program Pemerintah
Ia mengingatkan kembali jejak Mbah Wahab Chasbullah — pendiri Nahdlatul Ulama — yang memulai gerakannya melalui taswîful afkâr (pertukaran pemikiran), yang kemudian berkembang menjadi gerakan sosial, ekonomi, hingga lahirnya NU.
“Semoga kegiatan ini menjadi spirit gerakan intelektual yang istiqamah dilakukan di tempat ini,” tegasnya.
Dalam sesi bedah buku, Dr. Saefudin menyoroti bagaimana kapitalisme menjadi arus besar yang membentuk wajah dunia modern. Ia menyebut bahwa setiap pemikiran dan buku selalu memiliki keterbatasan, namun justru dari keterbatasan itulah lahir semangat untuk terus membaca dan melengkapi pengetahuan.
“Muara ideologi dunia adalah kapitalisme. Dan setiap analisis terhadap persoalan bangsa harus dikaitkan dengan konstelasi global. Kalau tidak, kita akan gagal membaca realitas,” jelasnya.
BACA JUGA: Bupati Jepara: Perbaikan Gedung DPRD Jepara Gunakan Anggaran Pusat
Ia menjelaskan bagaimana kapitalisme bermetamorfosis dari sistem ekonomi menjadi kekuatan kultural dan politik yang menghegemoni kehidupan masyarakat modern. .
“Penjajahan fisik memang sudah berakhir, tapi kini kita menghadapi penjajahan ekonomi, budaya, dan sosial. Maka kritik dan kesadaran harus dibangun dengan basis pengetahuan,” tegasnya.
Menghidupkan Tradisi Fikir, Dzikir, dan Amal Saleh
Dalam suasana yang hangat dan penuh refleksi, para peserta diajak merenungi kembali mandat dasar kader PMII: fikir, dzikir, dan amal saleh. Menurut Dr. Saefudin, para kiai terdahulu selalu memulai gerakannya dengan diskursus pemikiran, Itulah sebabnya, membaca dan berdiskusi menjadi bagian tak terpisahkan dari perjuangan.
“Kritis itu penting, tapi harus lahir dari pengetahuan. Dan pengetahuan lahir dari membaca,” tutup Saefudin dengan nada penuh keyakinan.
Di akhir sesi Ketua PC PMII Abid Jabbar berharap, agar membaca buku dan diskusi menjadi tradisi di lingkungan mahasiswa, khususnya kader dan pengurus PMII
“Meskipun membaca buku dan diskusi itu berat, mari kita Istiqomahkan,” pintanya.
Sesi Suluk Karangkebagusan ini pun tidak berhenti pada ruang teori, tetapi menjadi ajang menyatukan tradisi intelektual dengan spiritualitas. Sebuah upaya kecil namun bermakna untuk membumikan kembali budaya baca dan berpikir kritis di tengah tantangan zaman.(KA)