Ketika Media Massa Gagal Menjaga Etika Jurnalistik

Oleh: Dr. Jumaiyah, SE, M.Si

Tayangan program Xpose Uncensored Trans7 yang disiarkan pada 13 Oktober 2025 telah memicu kegemparan luar biasa di kalangan umat Islam Indonesia. Konten yang mengandung ujaran kebencian dan framing negatif terhadap Pondok Pesantren Lirboyo Kediri bukan sekadar kesalahan editorial biasa, melainkan cerminan kegagalan media massa dalam menjalankan fungsinya sebagai pilar demokrasi yang bertanggung jawab.

Ironisnya, peristiwa ini terjadi menjelang peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 22 Oktober 2025, momentum yang seharusnya menjadi momen refleksi dan apresiasi terhadap kontribusi pesantren bagi peradaban bangsa.

Alih-alih memberikan ruang edukatif, media justru menyajikan narasi yang mendistorsi realitas kehidupan pesantren dan melukai jutaan santri serta alumni pesantren di seluruh Nusantara.

BACA JUGA: Wakil Bupati Jepara Wanti-Wanti Kualitas Layanan Gizi di Setiap SPPG

Kejahatan Naratif yang Sistematis
Berbagai organisasi Islam, termasuk LBH BEM PTNU Se-Nusantara, menilai tayangan tersebut bukan sekadar kelalaian jurnalistik, melainkan mengandung indikasi kejahatan naratif yang terstruktur berupa kekerasan simbolik dan ujaran kebencian terselubung terhadap lembaga pendidikan Islam.

Framing yang dibangun secara sistematis menggiring opini publik bahwa pesantren adalah ruang tertutup, feodal, dan penuh dengan praktik-praktik yang menyimpang.

Konten tersebut telah melanggar Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang mengatur sanksi bagi siapa pun yang menyebarkan informasi elektronik yang dapat menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.

Ini bukan lagi soal kebebasan pers, melainkan penyalahgunaan kekuatan media untuk menyebarkan kebencian dan merusak harmoni sosial.

Pesantren: Benteng Peradaban yang Terluka
Pesantren telah menjadi pilar pendidikan karakter bangsa selama berabad-abad. Nilai-nilai khidmah, pengabdian, dan pendidikan moral yang diajarkan di pesantren justru menjadi latihan berharga bagi santri untuk menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat.

Aktivitas seperti roan (kerja bakti) bukanlah bentuk eksploitasi, melainkan bagian dari pendidikan pelayanan dan pengabdian tanpa pamrih.

BACA JUGA: PLN UIK Tanjung Jati B melalui YBM Salurkan Santunan untuk Guru Ngaji di Desa Petekeyan

KPID Jawa Timur mencatat telah menerima 288 laporan aduan masyarakat terkait tayangan tersebut, yang menunjukkan tingginya kepedulian publik terhadap isi siaran yang dinilai berpotensi merusak harmoni sosial.

Gelombang protes dari berbagai kalangan, mulai dari organisasi kemasyarakatan, alumni santri, hingga masyarakat umum, membuktikan betapa dalamnya luka yang ditimbulkan oleh tayangan yang tidak bertanggung jawab ini.

Momentum HSN sebagai Refleksi

Menjelang HSN 22 Oktober 2025, peristiwa ini seharusnya menjadi refleksi bagi semua pihak, terutama media massa. HSN bukan sekadar perayaan ritual tahunan, melainkan momen untuk mengingatkan kembali peran strategis pesantren dalam membangun karakter bangsa, menjaga nilai-nilai kebangsaan, dan mencetak generasi yang berakhlak mulia.

Pesantren telah menghidupi lingkungannya dengan memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat sekitar, mulai dari pedagang, petani, hingga tukang becak. Ketika pesantren dilecehkan, bukan hanya santri yang tersakiti, tetapi juga seluruh ekosistem masyarakat yang menggantungkan hidupnya di sana.

Tuntutan Pertanggungjawaban

RMI PBNU telah menyampaikan tujuh poin tuntutan, termasuk permintaan maaf secara terbuka dan evaluasi program Xpose Uncensored Trans7. Meskipun Trans7 telah menyampaikan permohonan maaf, langkah tersebut harus diikuti dengan tindakan konkret berupa proses hukum yang adil dan komitmen untuk tidak mengulangi kesalahan serupa.

BACA JUGA: Lewat TATAH, IFEX, hingga INDEX Dubai 2026, Bupati Jepara: Buka Jejaring Pasar Baru dan Tarik Investor ke Jepara

Media massa harus menyadari bahwa kebebasan pers sejatinya disertai dengan tanggung jawab moral dan hukum. Jurnalisme yang berkualitas memerlukan riset mendalam, verifikasi ketat, dan kehati-hati editorial, terutama ketika menyangkut simbol-simbol agama dan komunitas tertentu.

Membangun Media yang Beradab
Di tengah hiruk-pikuk era digital, tayangan Trans7 menjadi pengingat bahwa media massa harus kembali kepada prinsip dasar jurnalistik: akurat, berimbang, dan bertanggung jawab.

Menjelang HSN, mari kita jadikan momentum ini sebagai ajang untuk membangun kesadaran kolektif bahwa pesantren adalah aset bangsa yang harus dijaga kehormatan dan martabatnya.Pesantren bukanlah objek sensasi untuk mengejar rating.

Pesantren adalah rumah peradaban yang telah melahirkan tokoh-tokoh besar bangsa dan terus berkontribusi nyata dalam membangun Indonesia yang lebih baik. Sudah saatnya media massa menghormati jasa dan pengabdian pesantren, bukan malah menjadi corong ujaran kebencian yang merusak persatuan bangsa.

Dr. Jumaiyah, SE, M.Si, Dosen Unisnu Jepara

Related posts

Mengapresiasi Gelar Pahlawan untuk Marsinah

Pos Bantuan Hukum Desa dan Lahirnya Paradigma Hukum Baru

Selamat Hari Pahlawan