Dr. Muh Khamdan Widyaiswara Badiklat Hukum Jateng
SEMARANG | GISTARA. COM – Dari ruang widyaiswara Badiklat Hukum Jawa Tengah di Semarang, Senin, 27 Oktober 2025, Dr. Muh Khamdan tampak mengikuti koordinasi daring bersama sejumlah widyaiswara Pusat Pengembangan Kompetensi Manajemen, Kepemimpinan, dan Moderasi Beragama (MKMB) Kementerian Agama. Kali ini, mereka tengah menyiapkan langkah strategis, menyusun kurikulum dan modul pelatihan ekoteologi. Sebuah terobosan pembelajaran yang menggabungkan spiritualitas, etika lingkungan, dan kepemimpinan hijau bagi aparatur sipil negara (ASN).
“Pelatihan ini menjadi bentuk konkret semangat kebangsaan yang berpihak pada keberlanjutan lingkungan,” ujar Dr. Khamdan kepada Gistara, sambil menegaskan bahwa gagasan ekoteologi bukan hanya soal pelestarian alam, tetapi juga internalisasi nilai moral tentang tanggung jawab manusia terhadap bumi.
Ekoteologi yang kini tengah digarap menjadi bagian dari responsivitas terhadap Astacita Presiden Prabowo Subianto, khususnya butir kedelapan yang menekankan pentingnya keharmonisan manusia dengan alam. Dalam pandangan Khamdan, arah kebijakan nasional ini memberi landasan etis bagi aparatur negara untuk lebih sadar terhadap dimensi spiritual dalam pengelolaan sumber daya alam.
Siti Kusriyah, salah satu widyaiswara MKMB Kemenag yang terlibat dalam tim penyusunan, menjelaskan bahwa pelatihan ekoteologi akan dirancang dengan pendekatan lintas disiplin. “Kita tidak hanya bicara teori ekoteologi, tapi juga membumikan moral dan etika lingkungan melalui studi kasus dan praktik kepemimpinan yang berorientasi pada keberlanjutan,” ujarnya.
BACA JUGA: Bupati Jepara: Perbaikan Gedung DPRD Jepara Gunakan Anggaran Pusat
Dalam sesi koordinasi daring tersebut, tim juga membahas desain internalisasi nilai moral yang akan menjadi jantung dari kurikulum. Dr. Khamdan menilai, ASN perlu memahami bahwa menjaga lingkungan bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi refleksi dari nilai keimanan dan tanggung jawab sosial. “Kita ingin ada kesadaran bahwa bumi bukan objek eksploitasi, melainkan amanah,” katanya.
Pelatihan ini, lanjutnya, sekaligus menjadi spirit adaptif Kementerian Agama dalam mendukung peta jalan pengembangan kompetensi ASN nasional menuju Robust ASN 2030. Dalam peta jalan tersebut, salah satu karakter ASN masa depan yang diharapkan adalah eco friendly, adaptif terhadap perubahan iklim, dan berorientasi pada keberlanjutan ekosistem.
BACA JUGA: Evaluasi Kabupaten Sehat 2025, Bupati Jepara Ajak Perkuat Kolaborasi Tingkatkan Kualitas Kesehatan Masyarakat.
Ainun Fitriyati, koordinator penyusunan modul, menyebutkan bahwa proses penyusunan telah memasuki tahap konseptual akhir. “Target kami, finalisasi kurikulum dan modul bisa tuntas pada pertengahan November 2025. Setelah itu, awal 2026 kami siap meluncurkan pelatihan perdana dan melakukan pilot project penyelenggaraan,” katanya optimistis.
Ruang lingkup pelatihan ekoteologi akan mencakup empat fokus utama, yaitu konsep dasar ekoteologi, moral dan etika lingkungan, kepemimpinan ekoteologis, serta strategi implementasi kebijakan berbasis ekologi. Pendekatan ini diharapkan melahirkan aparatur negara yang bukan hanya cakap secara administratif, tetapi juga memiliki eco-mindset dalam setiap kebijakan publik.
Khamdan menambahkan, ekoteologi juga menjadi ruang refleksi spiritual di tengah tantangan krisis lingkungan global. “Kita belajar kembali bagaimana nilai-nilai teologi dapat memberi arah baru bagi perilaku manusia terhadap alam. ASN harus menjadi teladan dalam harmoni kehidupan,” ujarnya menegaskan.
Inisiatif ini menjadi angin segar bagi gerakan pelestarian lingkungan di lingkup pemerintahan. Di tengah derasnya arus digitalisasi birokrasi, pelatihan ekoteologi diharapkan melahirkan ASN yang tak hanya melek teknologi, tapi juga berhati ekologis. “Kita butuh birokrat yang berjiwa hijau,” tutup Khamdan, tersenyum dari balik layar rapat virtualnya, menandai babak baru sinergi antara iman, ilmu, dan alam.(KA)