KH. Miftah Faqih
JEPARA | GISTARA. COM – Dalam kegiatan Pendidikan Menengah Kepemimpinan Nahdlatul Ulama (PMKNU), KH. Miftah Faqih, Ketua Bidang Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (OKK) PBNU, menyampaikan pandangan mendalam tentang makna sejati kepemimpinan. Menurutnya, pemimpin tidak sekadar memegang jabatan, tetapi memikul tanggung jawab moral untuk menuntun, mencontohkan, dan mengajarkan nilai kebaikan.
Dalam paparannya, KH. Miftah menjelaskan bahwa pemimpin sejati harus hadir dalam empat dimensi peran: telling, showing, guiding, dan teaching.
Keempat unsur itu menggambarkan bagaimana seorang pemimpin seharusnya mampu menyampaikan arah dengan jelas (telling), memberi teladan nyata (showing), mengarahkan dengan bijak (guiding), serta mengajarkan nilai-nilai luhur (teaching).
BACA JUGA: Bupati Jepara: Soal Investasi, harus Sejalan Dawuh Kyai dan Fatwa Ulama
“Pemimpin itu bukan hanya memerintah, tetapi juga menyampaikan, menunjukkan, membimbing, dan mengajarkan,” ujar KH. Miftah Faqih di hadapan peserta PMKNU, (Jepara, 5 November 2025).
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa kepemimpinan tidak boleh berhenti pada status atau kewenangan. Seorang pemimpin harus mampu menggeser dirinya dari posisi ‘want’ menjadi ‘need’, yakni dari sosok yang hanya diikuti karena jabatan menjadi sosok yang dibutuhkan dan dirindukan karena keteladanan dan kepekaannya terhadap umat.
“Pemimpin jangan hanya menjadi “want”, yang diikuti karena jabatan, tetapi harus menjadi “need”, yang dicari karena kebermanfaatan dan kasih sayangnya kepada umat,” tegasnya.
BACA JUGA: PLN UIK Tanjung Jati B melalui YBM Salurkan Santunan untuk Guru Ngaji di Desa Petekeyan
Selain itu, KH. Miftah juga mengibaratkan pemimpin sebagai jembatan. Dalam pandangannya, jembatan memiliki makna filosofis yang dalam: menjadi penghubung antara dua sisi yang terpisah, menyatukan berbagai perbedaan, serta menjadi sarana agar orang lain dapat melangkah lebih jauh.
Ia menjelaskan bahwa pemimpin yang ideal adalah mereka yang menjadi jalan bagi orang lain untuk maju, bukan malah menghalangi atau menonjolkan diri. Jembatan mungkin tampak sederhana dan sering dilewati, namun justru di sanalah nilai kepemimpinan sejati diuji — apakah mampu menahan beban, menghubungkan, dan tetap kokoh meski tak selalu disorot.
Melalui penjelasan tersebut, KH. Miftah mengajak peserta PMKNU untuk menanamkan nilai-nilai kepemimpinan yang rendah hati, terbuka, dan melayani. Pemimpin NU, harus menjadi perekat umat, penjaga harmoni, sekaligus penggerak perubahan sosial yang berpijak pada nilai-nilai Aswaja.(KA)