Audiensi dengan Komisi II DPR RI, PDB Dorong UU Pemilu yang Inklusif

JAKARTA | GISTARA.COM – Komisi II DPR RI memastikan bahwa pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu akan dimulai pada awal tahun 2026. Agenda legislatif ini dipastikan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan akan ditangani langsung oleh Komisi II, bukan lagi oleh Badan Legislasi (Baleg).

Kepastian ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, saat menerima audiensi dari organisasi kepemudaan Perisai Demokrasi Bangsa (PDB) di Gedung DPR, Senayan, Jumat (14/11/2025).

“Nanti awal tahun 2026, begitu masuk masa sidang, kita akan membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk penyusunan revisi ini,” jelas Zulfikar.

BACA JUGA: Mengapresiasi Gelar Pahlawan untuk Marsinah

Politisi Partai Golkar yang akrab disapa Bang Zul ini juga mengungkapkan adanya wacana kuat di internal komisi untuk melakukan kodifikasi, yaitu menyatukan Undang-Undang Pemilu dengan Undang-Undang Pilkada dan Undang-Undang Partai Politik menjadi satu naskah hukum yang komprehensif.

Zulfikar menegaskan komitmen Komisi II untuk membuka ruang partisipasi publik seluas-luasnya. Ia secara khusus menyambut baik inisiatif dari PDB sebagai representasi suara anak muda dan berjanji akan melibatkan mereka secara aktif dalam proses legislasi mendatang.

“Kami akan mengundang banyak pihak untuk brainstorming dan belanja isu,” tambahnya.

Menanggapi itu, Ketua Umum PDB, M. Rikza Hasballa, menyatakan organisasinya siap menyumbangkan pemikiran dan hasil riset untuk memastikan UU Pemilu yang baru lebih inklusif dan relevan dengan tantangan zaman. Di antara aspirasi utama yang disampaikan adalah perlunya akreditasi lembaga pemantau pemilu yang terintegrasi di bawah satu pintu Bawaslu untuk menyederhanakan proses. Mereka juga menyoroti pentingnya perlindungan hukum dan sosial yang lebih kuat bagi masyarakat yang melaporkan dugaan pelanggaran pemilu.

“Selama ini, penyelenggara Pemilu, khususnya Bawaslu, hanya bisa memberikan jaminan hukum saja. Namun tidak bisa memberikan perlindungan sosial bagi pelapor. Kalau seperti ini, bagaimana masyarakat mau berpartisipasi aktif untuk melaporkan jika ada pelanggaran yang diketahui, sedangkan keamanannya akan terancam kalau melaporkan pelanggaran tersebut,” ungkap Rikza.

Nova Arista, salah satu perwakilan PDB, menambahkan bahwa regulasi mendatang harus lebih adaptif terhadap tantangan modern, khususnya yang menyangkut ruang digital.

“Banyak pelanggaran seperti hoaks dan isu SARA terjadi di dunia maya. Rancangan UU Pemilu harus memiliki mekanisme yang efektif untuk mengatasi ini dan melibatkan representasi anak muda dalam pengawasannya,” jelas Nova. (AD/cha)

Related posts

Serdik SPPK Sespim Polri Angkatan ke-2 Laksanakan KKP di Tiga Polda, Lakukan Kegiatan Humanis untuk masyarakat

Sosialisasi Empat Pilar di UNISNU Jepara, Dr. Hindun Anisah Ajak Mahasiswa Jaga Semangat Kebangsaan

Kapolri dan Ketua Komisi IV DPR RI Apresiasi Pengelolaan SMP dan SPPG oleh Yayasan Kemala Bhayangkari Karanganyar