Mengapresiasi Gelar Pahlawan untuk Marsinah

Oleh : Subchan Zuhri

Peringatan Hari Pahlawan 10 November 2025 diwarnai dengan pemberian gelar pahlawan kepada sejumlah tokoh. Namun, yang paling banyak jadi perbincangan adalah gelar pahlawan yang dianugerahkan kepada Presiden Ke-2 Republik Indonesia, Soeharto.

Pada peringatan Hari Pahlawan tahun ini, Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada 10 tokoh. Mereka yang mendapat gelar pahlawan adalah Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Soeharto, Prof. Mochtar Kusumaatmadja, Rahmah El Yunusiyah, Sarwo Edhie Wibowo, Sultan Muhammad Salahuddin, Syaikhona Kholil Bangkalan, Tuan Rondahaim Saragih, Zainal Abidin Syah dan Marsinah.

Dari 10 pahlawan nasional baru tersebut, sebagian besar merupakan tokoh-tokoh besar dan berpengaruh semasa hidupnya. Sebut saja Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Presiden ke-4 RI ini adalah mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlotul Ulama (PBNU) dari 1984 sampai 1999.Kiprah Gus Dur tak diragukan lagi, baik sejak beliau masih hidup sampai saat ini masih menginspirasi banyak orang.

BACA JUGA: Bupati Jepara: Perbaikan Gedung DPRD Jepara Gunakan Anggaran Pusat

Pahlawan nasional baru berikutnya dalah Jendral Besar TNI (Purn) Soeharto. Presiden ke-2 RI ini memimpin rezim pemerintahan selama 31 tahun (1968-1998) yang dikenal dengan era Orde Baru. Meski gelar pahlawannya juga menimbulkan pro kontra, Soeharto adalah sosok berpengaruh dalam sejarah perjananan bangsa ini.

Selain dua tokoh besar yang mendapat gelar pahlawan nasional dari presiden Prabowo, nama tokoh lain adalah Prof. Mochtar Kusumaatmadja yang pernah menjabat Menteri Kehakiman dari 1974 sampai 1978, dan Menteri Luar Negeri dua periode dari 1978 sampai 1988.

Kemudian ada nama Hj. Rahmah El Yunusiyah, merupakan pendiri Perguruan Diniyah Putri. Madrasah Perguruan Diniyah Putri Padang Panjang didirikannya pada 1 November 1923 dilatarbelakangi cita-cita dan kepedulian untuk mengangkat harkat dan derajat kaum perempuan.

Berikutnya, Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo merupakan tokoh militer Indonesia. Prabowo juga menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Sultan Muhammad Salahuddin, merupakan sultan Bima ke-XIV yang memerintah sekitar 1915 sampai 1951.

BACA JUGA: Jepara Gandeng UGM, Tata Kawasan Wisata Pesisir dengan Sentuhan Sains

Pahlawan nasional selanjutnya, Syaikhona Kholil Bangkalan yang dikenal sebagai guru dari banyak ulama besar. Beliau ikut andil melahirkan tokoh-tokoh ulama yang juga pahlawan nasional, seperti Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, KHR As’ad Syamsul Arifin, KH Abdul Wahab Chasbullah.

Berikutnya, Tuan Rondahaim Saragih yang mendapat gelar pahlawan nasional merupakan sosok pejuang asal Kerajaan Raya, Simalungun, Sumatera Utara dari 1880 hingga 1891. Dan nama berikutnya lagi adalah Zainal Abidin Syah, Gubernur Irian Barat pertama (sekarang Papua dan Papua Barat) yang menjabat pada dari 1956 sampai 1961.

Lalu, siapa Marsinah, satu dari 10 tokoh yang mendapat gelar pahlawan nasional dari presiden Prabowo pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 2025. Nama ini tak ramai dibicarakan seperti tokoh lain sekaliber Soeharto maupun Gus Dur.

Marsinah adalah seorang aktivis serikat buruh independen yang bekerja sebagai buruh pabrik di Jawa Timur pada 1989 hingga 1993.
Perempuan yang lahir 10 April 1969 ini pertama diterima bekerja di pabrik sepatu di Surabaya (1989). Setahun kemudian pindah bekerja di pabrik jam tangan di Sidoarjo. Pada saat itu Marsinah akhirnya dikenal sebagai juru bicara bagi rekan-rekan sesama pekerjanya.

BACA JUGA: Aksi Inspiratif Polwan Polres Jepara dan Warga, Gotong Royong Bersihkan Parit di Mayong

Semasa menjadi buruh pabrik, Marsinah yang saat itu masih berusia 22-25 tahun sudah aktif terlibat dalam berbagai aksi unjuk rasa menuntut kesejahteraan para buruh. Berbagai aksi dan perundingan dengan pihak perusahaan dia ikuti.

Sampai suatu hari, pada 5 Mei 1993, terjadi situasi sejumlah rekan buruh Marsinah dituduh melakukan penghasutan kemudian digiring ke markas militer dan dipaksa mengundurkan diri dari perusahaan.

Marsinah berusaha memastikan keberadaan dan nasib rekan-rekannya itu kesana kemari. Namun, pada malam harinya, justru Marsinah-lah yang dinyatakan tidak diketahui nasibnya.

Selang tiga hari kemudian, pada 8 Mei 1993, Marsinah ditemukan telah menjadi mayat di daerah Jegong, Wilangan, Nganjuk, sekitar 100 kilometer dari Sidoarjo, dengan kondisi tubuh penuh siksaan (https://id.wikipedia.org/wiki/Marsinah).

BACA JUGA: Jelang Hari Sumpah Pemuda, YBM PLN UIK Tanjung Jati B Gelar Program “Muzakki Mengajar” di Panti Asuhan Mandiri Darul Qur’an Jepara

Perjalanan kisah heroik sekaligus tragis perempuan bernama Marsinah sekitar 32 tahun silam itu, kini patut dikenang kembali beriringan dengan gelar pahlawan nasional yang diberikan Prabowo, setara dengan sembilan tokoh lainnya.

Sebagai bagian dari para buruh, yang juga rakyat Indonesia, mengapresiasi pemberian gelar pahlawan nasional kepada tokoh buruh yang masa hidupnya dihabiskan untuk turut memikirkan nasib para buruh lainnya.

Marsinah mungkin bukan dianggap pahlawan bagi para pengusaha maupun pejabat. Namun hidupnya yang singkat itu, kontribusinya sangat berarti bagi lahirnya keberanian para buruh untuk menuntut hak-haknya.

Gelar pahlawan yang diperoleh Marsinah juga menjadi pelajaran bagi kita saat ini, bahwa kebaikan yang pernah dia lakukan saat itu, tentu akan ada balasannya di kemudian hari. Maka jangan pernah menyesal berbuat kebaikan.

Gelar pahlawan bagi Marsinah juga membuktikan bahwa untuk jadi pahlawan tidak mesti menjadi tokoh besar, tidak harus berasal dari orang dengan jabatan tinggi. Namun, siapapun yang kontribusinya selama hidup bermanfaat bagi banyak orang, itu layak untuk disematkan gelar pahlawan di dadanya. Marsinah, perlawananmu kini diakui negara.

Subchan Zuhri, seorang buruh di sebuah perusahaan.

Related posts

Pos Bantuan Hukum Desa dan Lahirnya Paradigma Hukum Baru

Selamat Hari Pahlawan

Catatan Kecil Jelang PMKNU Jepara 2025