JEPARA | GISTARA.COM – Balai Taman Nasional (BTN) Karimunjawa hingga kini tak kunjung tangani pengusaha tambak udang yang melanggar. Puncaknya, masyarakat Karimunjawa meminta BTN untuk angkat kaki dari pulau.
Tuntutan BTN agar hengkang dari Karimunjawa, terjadi sewaktu Aksi Damai Save Karimunjawa, Jumat (22/9/23). BTN Karimunjawa diberi waktu selama lima hari sejak surat pernyataan dibuat dan ditandatangani.
Pada surat tersebut, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) II Karimunjawa, Isai Yusidarta bertanda tangan dan siap memotong pipa inlet tambak udang di kawasan Taman Nasional.
Sebagai informasi, pipa inlet digunakan pengusaha untuk menyedot air laut untuk budidaya tambak udang. Namun, pengusaha mesti membersihkan tambak dengan cara menguras air bekas sebelum dialiri air dari laut.
“BTN sudah keterlaluan, tidak ada tindakan tegas bagi mereka yang menghancurkan mangrove, entah dengan eksavator atau air limbah bekas tambak. Kami beri waktu lima hari sejak aksi, jika tidan ada pemotongan pipa, mending pergi dari sini,” papar Aktivis Save Karimunjawa, Bambang Zakaria kepada Gistara, Senin (25/9/23).
Sebelumnya, di tahun 2020, sempat terjadi konflik antara pengusaha tambak udang dengan masyarakat Kemujan, Karimunjawa. Masyarakat resah, sebab tambak menghasilkan bau tak sedap dan mengotori pantai.
Oleh sebab itu, Kamituwo Desa Kemujan, Mustakim sebagai pihak kesatu dan pengusaha tambak udang, Endang Saifudin sebagai pihak kedua membuat surat kesepakatan agar win-win solution.
Pertama, Pihak Kedua bersedia membersihkan limbah (Lumut atau limbah plastik) secepatnya yang mencemari lingkungan mangrove dan laut yang terdampak dari aktifitas tambak udang milik Pihak Kedua.
Kedua, Pihak Kedua menghentikan segala aktifitas tambak udang selama : 4 (empat) bulan terhitung surat ini ditanda tangani dan akan diaktifkan kembali apabila Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan perijinan terpenuhi.
Ketiga, apabila kesepakatan ini tidak terpenuhi maka Pihak Kedua siap menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku dan diteruskan ke pihak yang berwajib.
Surat yang ditandatangi kedua belah pihak, serta diikuti Surahman sebagai saksi (yang waktu itu masih menjabat Kepala SPTN II Karimunjawa). Namun, berakhir sekadar berkas, meski berstempel BTN dan bermaterai sekalipun.
Pelanggaran itu, diungkapkan Surokim yang turut menandatangani sebagai saksi dalam surat pernyataan. Aktivitas tambak yang melanggar aturan dan kesepakatan terus berlangsung, sementara BTN tidak ada tindakan.
“Kesepakatan poin pertama dan libur selama empat bulan memang terpenuhi. Tapi, IPAL dan pelanggaran lain terus saja terjadi. Meski begitu, BTN seolah tutup mata terhadap perilaku petambak,” ungkap Surokim.
“Saya rasa BTN tidak berjalan sebagaimana tugas pokok dan fungsi sebagai pelindung Taman Nasional. Mangrove terus dirusak dengan eskavator, pantai dirusak dengan limbah, lebih baik pergi dari Karimunjawa saja,” pungkasnya.
(Okom/KA)