SEMARANG | GISTARA. COM – Bagi Balai Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Hukum Jawa Tengah, memelihara semangat belajar para alumni tak selesai di ruang kelas. Sejak berdiri pada Mei 2018 hingga Desember 2024, lembaga ini telah meluluskan 38.792 orang dari beragam pelatihan hukum, HAM, dan sektor pemerintahan. Angka yang bukan main. Tapi, justru dari angka itu muncul satu persoalan, bagaimana memastikan alumni tetap terkoneksi dan terus berkembang?
Rinto Gunawan Sitorus, Kepala Badiklat Hukum Jawa Tengah, tak ingin para alumni hilang jejak setelah pelatihan usai. “Kami ingin menjembatani kesinambungan antara kompetensi yang dibangun saat pelatihan dengan kebutuhan kerja di lapangan,” kata Rinto, Kamis, 5 Juni 2025, di kantor Badiklat di Semarang.
BACA JUGA: PLN UIK Tanjung Jati B dan Pokdakan Sido Maju II Kembangkan Rumah Bibit Mangrove: Solusi Hijau untuk Konservasi dan Ekonomi Masyarakat
Langkah itu mereka tempuh dengan satu terobosan, membentuk Community of Interest (CoI), sebuah komunitas pembelajar berbasis minat dan kebutuhan pribadi, bukan kesamaan jabatan atau mandatory. Ide ini dilahirkan sebagai respons atas keterbatasan Community of Practice (CoP) yang selama ini hanya menyatukan orang-orang dalam jabatan yang sama.
“CoP itu bagus, tapi terlalu struktural dan manajerial. Sementara kami ingin memberi ruang belajar yang lebih cair, lebih sesuai dengan semangat pengembangan diri individu pegawai,” ujar Muh Khamdan, widyaiswara Badiklat Hukum Jateng yang menjadi motor penggerak ide CoI.
Berbasis pada model pengembangan 10:20:70 yang dikembangkan Michael Lombardo dalam pendekatan Corporate University, strategi ini menggabungkan pembelajaran formal (10 persen), komunitas belajar dari orang lain (20 persen), dan pengalaman langsung (70 persen). CoI menjadi jembatan di bagian 20 dan 70 persen, yakni memperkuat koneksi sosial dan konteks kerja nyata.
“Di CoI, tidak penting kamu pejabat struktural atau pelaksana, maupun fungsional tertentu. Yang penting, kamu tertarik pada isu yang sama dan ingin belajar bersama,” ujar Khamdan.
BACA JUGA: Komunitas Ukir Jepara Dorong Ukiran Jepara Jadi Warisan Dunia
Konsep ini langsung menarik minat. Salah satunya datang dari Kalimantan Tengah. Tim dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum itu bahkan datang khusus ke Semarang untuk memantapkan pola CoI. Mereka ingin membangun komunitas lintas jabatan di Provinsi Kalteng, yang tertarik isu-isu aktual hukum tanpa sekat birokrasi.
Sebagai lembaga pelatihan yang mulai merambah ranah pengelolaan pasca-pelatihan, Badiklat Jawa Tengah juga memperkuat koordinasi dengan instansi asal alumni. “Kami ingin tahu, sejauhmana pelatihan kami berdampak di lapangan. CoI ini menjadi salah satu alat ukurnya,” ujar Khamdan.
Hingga kini, tim Badiklat masih menyusun Analisis Kebutuhan Pembelajaran (AKP) sebagai dasar pembentukan komunitas. Beberapa peminatan yang mulai muncul antara lain hukum adat, digitalisasi layanan hukum, advokasi HAM berbasis gender, jurnalistik, desain grafis, hingga kepemimpinan Pancasila.
Tiap komunitas akan difasilitasi oleh narasumber ahli dan fasilitator alumni yang dianggap inspiratif. Tak ada lagi pelatihan yang berhenti di sertifikat. “Kami ingin menjadikan CoI sebagai rumah belajar jangka panjang. Di situ tumbuh jejaring, kolaborasi, bahkan inovasi birokrasi,” kata Khamdan. (KA)