SEMARANG | GISTARA.COM – Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah akan menyelenggarakan Bahtsul Masa’il pada Sabtu, 20 September 2025/27 Rabiul Awwal 1447 H. di Pondok Pesantren At-Taujieh Al-Islamy, Kebasen, Banyumas.
Kegiatan Bahtsul Masa’il ini akan diikuti oleh pengurus wilayah Nahdlatul Ulama, Lembaga Bahtsul Masa’il PWNU Jawa Tengah sekaligus menjadi panitia teknis, dan juga undangan dari jajaran Syuriah PCNU se-Jawa Tengah serta LBM PCNU se-Jawa Tengah.
Rois Syuriah PWNU Jawa Tengah KH. Ubaidullah Shadaqah atau Mbah Ubaid berpesan agar penyelenggaraan Bahtsul Masa’il ini dipersiapkan secara matang dan terukur, referensi yang dirujuk harus lengkap dan otoritatif, karena permasalahan-permasalahan yang dibahas menyangkut hajat hidup orang banyak.
BACA JUGA: Dedikasi Jelang Hari Pelanggan Nasional, YBM PLN UIK Tanjung Jati B Salurkan Santunan untuk Mustahik Jompo di Jepara
Hal yang senada juga disampaikan oleh ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PWNU Jawa Tengah, Gus Faeshol Muzzammil, ia menekankan agar rumusan-rumusan pembahasan sudah “matang”, sehingga peserta Bahtsul Masa’il tidak hanya hadir memperdebatkan permasalahan yang dibahas, tetapi juga menghasilkan jawaban yang objektif dan solutif.
Dalam kegiatan Bahtsul Masa’il kali ini, setidaknya terdapat lima materi pembahasan utama, yaitu problem penegakan disiplin terhadap peserta didik, perampasan tanah “nganggur” selama dua tahun dan penetapan tanah musnah, syakhshiyyah i’tibariyyah sebagai Muzakki, kontekstualisasi konsep “balad”, serta kritik matan hadis yang diduga menyelisihi fakta.
Permasalahan-permasalahan yang diangkat sebagai materi utama Bahtsul Masa’il kali ini tentunya bermula dari “keresahan” ummat, sehingga muncul pertanyaan yang diharapkan dapat dicari jawabannya secara solutif melalui kajian yang mendalam dan dilakukan oleh lembaga yang otoritatif seperti lembaga Bahtsul Masa’il.
BACA JUGA: Lewat TATAH, IFEX, hingga INDEX Dubai 2026, Bupati Jepara: Buka Jejaring Pasar Baru dan Tarik Investor ke Jepara
Permasalahan-permasalahan tersebut merupakan hal-hal yang sedang aktual di masyarakat sekaligus selama ini ditunggu jawaban solutifnya oleh masyarakat.
Semisal problem penegakan disiplin terhadap peserta didik, satu sisi terdapat perubahan paradigma dalam pendidikan kita, basisnya harus cinta dan kasih sayang, sementara masih ada yang menganggap bahwa kultur “gojoklan” dan memberikan sanksi fisik terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik itu sebuah kewajaran kultural.
Terkait perampasan tanah “nganggur” dan penetapan tanah musnah, juga diperlukan kajian mendalam dan harmonis antara undang-undang negara dan juga aturan pemerintah dengan konsep fikih, sehingga legitimasi hukumnya semakin kuat dan kebijakan terkait hal tersebut semakin solutif.
Begitu pula terkait aset atau harta benda yang dimiliki oleh lembaga, semisal yayasan, ormas dan sejenisnya yang telah memenuhi ketentuan nishab apakah diwajibkan pula zakatnya?
BACA JUGA: Tangis Pecah di Polres Jepara, Remaja yang Terlibat Kerusuhan Dipulangkan ke Pelukan Orang Tua
Problem konsep “balad” juga menarik untuk dibahas, bagaimana pengertian dan batasan balad dalam hukum memindahkan zakat dan kurban, batas balad dalam konteks qashar shalat, dan sebagainya. Serta permasalahan kritik hadis yang dianggap menyalahi fakta empiris, sementara hadis tersebut menduduki posisi sebagai hadis yang berkualitas shahih.
Tentunya peserta Bahtsul Masa’il harus benar-benar mempersiapkan tenaga dan pikiran untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut sebagai bentuk “jihad ilmiyyah” dan upaya pengabdian kepada ummat.
Setelah permasalahan-permasalhan tersebut dibahas dan dirumuskan, kemudian keputusan akhirnya akan dibawa ke rapat harian Syuriah PWNU Jawa Tengah sekaligus dilakukan “tash-hih” terhadap hasil Bahtsul Masa’il serta disahkan sebagai keputusan yang dapat digunakan sebagai rujukan ummat secara luas. (KA/AWS)