JEPARA | GISTARA – Bergulirnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menuai kecaman beberapa pihak, termasuk Warga Nahdliyin. Garapan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini, ditolak sebab samakan rokok dengan narkotika.
Salah satu penolak RUU Kesehatan dari Warga Nahdliyin ialah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jepara. Karena, keberadaan RUU ini dinilai berikan efek domino terhadap keberlangsungan sosial dan ekonomi.
Hal tersebut, disampaikan oleh Sekretaris Tanfidziyyah PCNU Jepara, Ahmad Sahil. Pihaknya menyampaikan, undang-undang yang mestinya menjadi pemecah masalah sosial, justru menjadikan masalah baru.
“Bagaimana jutaan pekerja yang nasibnya bergantung pada industri tembakau? Ini nanti terancam keberadaannya karena draft RUU tersebut,” papar Sahil kepada Redaksi, Kamis (11/5/23).
Tembakau yang disamakan dengan zat adiktif dinilai jadi pemicu persoalan ini. Padahal, bagi dia, antara zat adiktif pada rokok berbeda dengan narkotika. Hal itu, jadi landasan penolakan terhadap RUU Kesehatan.
Gus Sahil (sapaan akrabnya) mengatakan, statement ini setali tiga uang dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), yakni mempertanyakan draft RUU tersebut. Menurutnya, ulama membolehkan rokok meskipun dihukumi makruh.
“Sama dengan pandangan PBNU. Produk tembakau tidak bisa disamakan dengan zat adiktif yang lain, karena sebagian ulama berpendapat masih membolehkan walau makruh, zat adiktif yang lain jelas-jelas haram. Jadi tidak bisa disamakan,” jelas dia.
Sementara itu, Ketua Lembaga Bhatsul Masail (LBM) PCNU Jepara, Amirudin. Ia mengatakan, keharaman rokok dalam tanda kutip bahaya belum jelas penelitiannya. Alasannya, perokok aktif tidak sampai terserang penyakit.
“Ini yang menjadikan beda pendapat. Lantaran bahaya rokok yang dikatakan, secara realita, perokok aktif tidak kenapa-kenapa. Jadi belum tahaquq,” pungkas Amirudin.