Oleh : M Dalhar
AWAL MALAM bakda Maghrib, lantunan shalawat bergema dari berbagai penjuru musholla dan masjid. Bulan Rabiul Awal atau yang sering dikenal sebagai bulan maulud telah tiba.
Bulan ini merupakan waktu yang istimewa, bagi kaum muslimin. Utamanya adalah mereka yang menyelenggarakan tradisi pembacaan shalawat nabi atau muludan. Selama 12 malam berturut-turut diselenggarakan acara pembacaan shalawat dan lantunan kasidah-kasidah.
Dalam perjalanan sejarah, tradisi ini sudah lama dilakukan oleh utamanya masyarakat Jawa. Hal dibuktikan dengan adanya tradisi sekaten. Sampai saat ini, tradisi tersebut masih berlangsung di Solo dan Jogjakarta yang menjadi penerus terakhir dari Demak dan Mataram Islam.
Sampai hari ini, tradisi masih berjalan dengan dinamika yang berbeda-beda di setiap wilayah. Mulai dari kitab yang dibaca setiap daerah atau desa berbeda. Bukan hanya desa, dari setiap majelis juga berbeda-beda. Ada yang menggunakan bacaan qasidah Burdah, al-Barjanjiy, diba’, syarofil anam, simtudduror, dan masih banyak lainnya.
Terlepas dari bacaan yang dibaca, secara umum memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk memuji dan memuliakan Nabi Muhammad Saw. Beliau adalah yang menjadi sebab mengapa alam dunia ini diciptakan, sekaligus sebagai teladan dalam kehidupan ini. Bahkan, penulis dunia menempatkan beliau sebagai tokoh berpengaruh di dunia pada urutan pertama.
Majelis Maulid
Dalam setiap penyelenggaraan majelis maulid, secara umum masyarakat atau jamaah akan berkumpul bersama untuk menyimak bacaan dan lantunan kasidah. Sesekali kemudian melantunkan bersama-sama shalawat nabi.
Suasana kebersamaan, khusyu’, dan saling hormat tampak dalam majelis maulid. Secara bersama-sama dan dalam jangka waktu panjang, situasi semacam ini yang turut menjadikan masyarakat menjadi guyub dan rukun. Ikatan solidaritas jamaah atau masyarakat menjadi semakin kuat.
BACA JUGA: Tiga Pemimpin Perempuan Inspiratif Jepara
Situasi semacam inilah, jika dilakukan secara masif dan jangka panjang dapat memperkuat pondasi kebangsaan. Perbedaan-perbedaan sering terjadi di tengah keragaman yang dimiliki, baik secara sosial, ekonomi, maupun politik. Hadirnya majelis maulid secara berkelanjutan – utamanya bulan maulud selama 12 hari – dapat menjadi media untuk mempersatukan masyarakat atau bangsa. Jika sering bertemu dan saling komunikasi, diharapkan akan muncul kesepahaman dan potensi munculnya konflik horizontal dapat diredam. Begitu..
*M Dalhar, Pengurus GP Ansor Bangsri Kabupaten Jepara