Oleh: Khoirul Muslimin, M.I.Kom.
Pendaftaran sekolah untuk tahun ajaran baru telah dibuka. Para orang tua dan siswa sudah mulai menentukan akan memilih sekolah yang akan dituju. Pemilihan sekolah menjadi hal yang sangat krusial dan dipikirkan secara cermat dan mempertimbangkan biaya, kurikulum, pergaulan, letak geografis, dan juga fasilitas sekolah karena menyangkut masa depan para siswa.
Dalam memilih sekolah, hal itu menjadi pertimbangan salah satunya memilih sekolah swasta favorit atau sekolah negeri. Para orang tua pastinya ingin yang terbaik untuk anak-anaknya, maka pemilihan sekolah negeri atau sekolah favorit atau disebut dengan sekolah unggulan akan diburu untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Fenomena semacam itu, diperparah oleh anggapan masyarakat bahwa hanya sekolah dengan predikat unggulan yang layak memberi pelayanan terbaik, meskipun harus didapat dengan jarak tempuh yang jauh atau dengan biaya mahal. Terciptalah keadaan dimana sekolah favorit semakin dikejar dan sekolah non-favorit cenderung ditinggalkan.
Kondisi demikian, tidak sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 4 ayat 1 menyatakan bahwa “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa”
Merujuk pada undang-undang tersebut, maka setiap warga Negara Republik Indonesia memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan tidak membeda-bedakan antara yang kaya, dan miskin. Pendidikan dapat diakses dengan cara yang adil oleh semua kelompok masyarakat, termasuk suku, agama, dan etnis yang berbeda.
Maka salah satu upaya untuk mewujudkan pemerataan tersebut dilaksanakan sistem zonasi.
Penerapan sistem zonasi dalam PPDB diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan pemerataan pendidikan di Indonesia. Indonesia sendiri memiliki salah satu tujuan yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Hal ini bermakna, setiap warga negara Indonesia berhak dalam memperoleh pendidikan yang berkualitas dan bermutu sejalan dengan minat serta bakat yang dimiliki tanpa melihat kepada status sosial, ras, etnis, agama, gender, dan kondisi geografis.
Sistem zonasi sebagaimana tertuang Permendikbud No.14 Tahun 2018 merupakan penataan reformasi dalam pembagian wilayah sekolah secara keseluruhan. Sistem zonasi yang berlaku saat ini merupakan landasan pokok penataan reformasi sekolah mulai dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).
Tata kelola Sistem Zonasi sebagaimana tertuang pada Permendikbud No. 14: 2018 menyebutkan enam hal aturan dalam menerapkan zonasi sebagai wujud dari pendidikan pemerataan, dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
BACA JUGA: Memaknai Syukur Kelulusan
Pertama, sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari Sekolah paling sedikit 7 sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.
Pemerintah berkeinginan untuk mewujudkan pendidikan pemerataan, tidak terjadinya kastanisasi. Wujud dari zonasi ini, diharapkan mampu memberikan kesempatan untuk seluruh warga negara mendapatkan pendidikan yang unggul yang terjangkau bagi warga negara yang memiliki keterbatasan pembiayaan.
Kedua, domisili calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum pelaksanaan PPDB. Tujuannya untuk memastikan radius zona terdekat calon peserta didik terhadap suatu sekolah.
Ketiga, radius zona terdekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi di daerah tersebut berdasarkan, ketersediaan anak usia sekolah di daerah tersebut; dan jumlah ketersediaan daya tampung dalam rombongan belajar pada masing-masing sekolah.
Dalam hal radius zona terdekat, ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi di daerah berdasarkan ketersediaan anak usia sekolah di daerah tersebut dan jumlah ketersediaan daya tampung dalam rombongan belajar pada masing-masing sekolah.
BACA JUGA: Majalah dan Seluk Beluknya
Keempat, dalam menetapkan radius zona sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah daerah melibatkan musyawarah/kelompok kerja kepala sekolah. Sementara itu, dalam menetapkan radius zona pemerintah daerah dalam hal ini dinas pendidikan dan kebudayaan melibatkan musyawarah/kelompok kerja bersama kepala Sekolah ataupun instansi terkait.
Kelima, sistem zonasi juga menyatakan bahwa bagi sekolah yang berada provinsi/kabupaten/kota, di daerah ketentuan perbatasan persentase dan radius zona terdekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterapkan melalui kesepakatan secara tertulis antar pemerintah daerah yang saling berbatasan.
Keenam, sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dapat menerima calon peserta didik melalui jalur prestasi yang berdomisili diluar radius zona terdekat dari sekolah paling banyak 5% (lima persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima, jalur bagi calon peserta didik yang berdomisili di luar zona terdekat dari sekolah dengan alasan khusus meliputi perpindahan domisili orangtua/wali peserta didik atau terjadi bencana alam/sosial, banyak 5% (lima persen) dari total paling 8 jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.
Sistem zonasi, dapat menjadikan pemerataan pendidikan untuk semua golongan, selain itu bisa dimaknai bahwa sistem zonasi ini memberikan 90% kuota terhadap calon peserta didik dengan radius zona terdekat dan 10% diluar penerimaan melalui radius zona terdekat.
Kebijakan ini ingin memastikan bahwa setiap anak dari berbagai latar belakang yang berada dalam zona/ wilayah/area yang telah ditentukan Pemerintah Daerah berdasarkan formula dalam Permendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021, mendapatkan hak yang sama dalam mengakses layanan pendidikan, khususnya di sekolah negeri.
BACA JUGA: Perkuat Pemahaman Aswaja PCI Fatayat NU Malaysia, Fadakom Lakukan Kerjasama Internasional
Pemerataan pendidikan disampaikan Coleman (2018) merupakan suatu konsep yang terdiri dari beberapa aspek. Pertama, memberikan pendidikan gratis sampai pada tingkat tertentu yang menjadi pintu masuk utama ke dunia kerja. Kedua, menyajikan kurikulum umum untuk semua murid, tanpa memandang asal usulnya. Ketiga, menawarkan sekolah yang sama untuk murid dengan latar belakang yang berbeda-beda. Keempat, menjamin kesetaraan dalam peluang, karena dukungan keuangan dari pemerintah daerah untuk sekolah.
Kita bisa mencermati, kebijakan PPDB sistem zonasi atau kedekatan antara jarak rumah peserta didik dengan sekolah menggambarkan keberpihakan dan komitmen pemerintah untuk menghilangkan praktik diskriminasi layanan pendidikan di sekolah negeri, khususnya bagi calon peserta didik dengan latar belakang keluarga ekonomi rendah.
Peserta didik dengan nilai akademik rendah yang tempat tinggalnya berada di dekat sekolah dapat dipastikan diterima dan mendapatkan layanan pendidikan di sekolah negeri. Kesempatan mendapatkan pendidikan berkualitas akan membuka peluang bagi peserta didik, khususnya dari keluarga dengan keterbatasan sumber daya, untuk meningkatkan kesejahteraan, derajat hidup, dan kesejahteraan pada masa depan.
Hasil riset dari SMERU Research Institute (2019) menunjukkan bahwa anak yang lahir dari keluarga miskin cenderung berpenghasilan lebih rendah ketika mereka dewasa. Untuk dapat keluar dari jerat kemiskinan tidak mudah karena kemiskinan yang terjadi pada anak-anak berkaitan dengan kondisi kemiskinan keluarganya.
Kemiskinan keluarga akan membatasi akses anak-anak mereka terhadap berbagai kesempatan (misalnya mendapatkan pendidikan dan pelayanan kesehatan) yang sebenarnya diperlukan untuk memperbaiki kondisi ekonomi mereka.
Melalui PPDB sistem zonasi, menjadi solusi cemerlang dalam mewujudkan pemerataan pendidikan, pendidikan sama rata kepada seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, peserta didik dari keluarga miskin diharapkan bisa mengubah kondisi sosial dan ekonomi keluarga melalui jalur pendidikan.
Seperti pandangan Imam Syafi’i siapa yang menghendaki kehidupan dunia, maka harus disertai dengan ilmu. Dan siapa yang menghendaki kehidupan akhirat, juga harus dengan ilmu.
Khoirul Muslimin, M.I.Kom., Dosen Unisnu Jepara, Anggota Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, Ketua Lakpesdam PCNU Jepara