JEPARA | GISTARA.COM – Kelangkaan elpiji subsidi ukuran tiga kilogram yang dikeluhkan masyarakat Kota Ukir sebenarnya bukan karena berkurangnya pasokan, melainkan lonjakan konsumsi. Kepala Bagian (Kabag) Perekonomian dan SDA Setda Jepara Ferry Yudha Adhi Dharma Raharjo, menjelaskan bahwa distribusi elpiji berjalan normal sesuai ketentuan.
Menurut dia, meski ada penyesuaian harga eceran tertinggi (HET) sesuai SK Gubernur Jawa Tengah per 22 Agustus 2024, dari Rp15.500 menjadi Rp18 ribu, stok elpiji tiga kilogram tetap stabil. Dijelaskan, kelangkaan yang dirasakan masyarakat sebenarnya disebabkan oleh lonjakan konsumsi, bukan karena pengurangan distribusi.
Kuota elpiji bersubsidi untuk Jepara dalam setahun mencapai lebih dari 11 juta unit, dan tidak ada pengurangan dalam jumlah tersebut. “Kalau kelangkaan itu dari sisi distribusinya berkurang. Informasi yang kami dapat tidak ada pengurangan. Hanya saja konsumsi meningkat,” ujarnya, Jumat (6/9/2024).
BACA JUGA: Penggunaan Gas Elpiji Bersubsidi untuk Hajatan Bersifat Terbatas, Begini Celahnya
Guna memenuhi kebutuhan yang meningkat, Pemkab Jepara baru-baru ini telah mengajukan tambahan kuota elpiji kepada Pertamina. Itu dilakukan pada pekan pertama September. Namun, pengajuan tersebut tidak mencantumkan jumlah spesifik yang diperlukan. “Kita tidak menyebut angka, hanya mengajukan tambahan untuk menambah ketersediaan di lapangan,” terangnya.
Lebih lanjut, Ferry mengonfirmasi bahwa pengiriman elpiji tidak dilakukan pada hari libur atau tanggal merah, sesuai kebijakan Pertamina. Kekurangan selama periode tersebut diatasi oleh Pemkab Jepara dengan pengajuan permintaan tambahan kuota. “Tanggal merah tidak ada pengiriman, itu kebijakannya Pertamina,” kata dia.
Terkait rantai distribusi elpiji yang ditetapkan oleh Pertamina, proses dimulai dari SPBE ke agen, kemudian ke pangkalan, dan akhirnya sampai ke pengguna. Jika harga elpiji di masyarakat melebihi HET, hal ini biasanya disebabkan oleh biaya tambahan yang muncul dalam proses distribusi di luar jalur resmi. “Biasanya karena ada jasa di rantai distribusi selanjutnya untuk mengirim. Resminya itu mentok sampai pangkalan,” tuturnya.
Kendati demikian, Pertamina menetapkan kuota 10 persen dari total pasokan untuk penjualan ke pengecer. Sementara sisanya harus didistribusikan langsung oleh pangkalan resmi kepada pengguna.
Mengenai sanksi bagi pelanggar, Kabag Perekonomian ini menyebut bahwa hal itu merupakan wewenang Pertamina dan kepolisian. Harapannya pangkalan dapat mematuhi ketentuan yang berlaku, termasuk menjual sesuai HET. (Dzul/DJ)