Oleh: Muhammad Lukman Ihsanuddin*
Kemajuan teknologi telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari komunikasi, pendidikan, hingga aktivitas ibadah. Misalnya, penggunaan aplikasi konferensi video seperti Zoom telah merevolusi cara manusia berinteraksi dalam pekerjaan dan pendidikan, sementara platform seperti YouTube telah menjadi medium utama dalam penyebaran konten keagamaan.
Data Statista (2024) menunjukkan bahwa lebih dari 70% populasi dunia menggunakan internet, dengan pertumbuhan signifikan di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Namun, di balik berbagai kemudahan yang ditawarkan teknologi, muncul tantangan baru, yaitu bagaimana menjaga dan menguatkan nilai spiritualitas di tengah era digital yang serba cepat dan instan ini.
BACA JUGA: Refleksi Perjuangan Gus Dur Memajukan Hak Disabilitas dan Kebebasan Beragama di Indonesia
Salah satu tantangan utama adalah gangguan konsentrasi selama ibadah akibat notifikasi media sosial atau aplikasi perpesanan. Sebagai contoh, banyak orang merasa sulit khusyuk dalam salat karena pikiran mereka terusik oleh pesan yang masuk atau dorongan untuk memeriksa pembaruan di perangkat mereka. Selain itu, paparan konten yang tidak relevan atau bahkan bertentangan dengan nilai-nilai spiritual sering kali memperlemah motivasi untuk mendalami agama.
Teknologi dan Perubahan Pola Hidup
Data dari We Are Social dan Hootsuite (2024) menunjukkan bahwa rata-rata masyarakat Indonesia menghabiskan sekitar 8 jam 36 menit sehari di depan layar, baik itu untuk bekerja, belajar, atau bersosialisasi di media sosial.
Hal ini tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, seperti mata lelah dan gangguan tidur, tetapi juga pada kehidupan spiritual. Banyak individu yang melaporkan mengalami penurunan kualitas ibadah karena terganggu oleh notifikasi atau keasyikan menjelajahi dunia maya.
Kasus menarik terjadi di kalangan generasi muda. Sebuah wawancara dengan salah satu mahasiswa, Ahmad, dari Universitas Islam Negeri Jakarta (2023), mengungkapkan bahwa ia sering kehilangan waktu untuk salat karena tergoda menyelesaikan level gim online. “Awalnya hanya untuk mengisi waktu luang, tapi lama-lama jadi lupa waktu,” ujar Ahmad.
BACA JUGA: Ibu dan Peran Pendidikan Digital Anak
Pendapat serupa disampaikan oleh Dr. Nurul Hidayah, seorang pakar pendidikan Islam, yang mengatakan bahwa “Tantangan utama generasi muda saat ini adalah mengelola waktu dengan bijak di tengah derasnya arus digital. Pendidikan berbasis spiritualitas harus disinergikan dengan literasi teknologi agar mereka tidak kehilangan arah.”
Sebuah penelitian oleh Pusat Kajian Keislaman Universitas Islam Negeri Jakarta (2023) menunjukkan bahwa 60% mahasiswa mengaku sering menunda salat karena asyik bermain gim atau berselancar di media sosial. Kondisi ini menegaskan pentingnya penguatan nilai spiritualitas di tengah derasnya arus digitalisasi.
Teknologi sebagai Sarana Penguat Spiritualitas
Namun, teknologi tidak selalu menjadi penghambat. Ketika digunakan secara sadar, teknologi dapat menjadi jembatan yang menghubungkan individu dengan nilai-nilai spiritual. Misalnya, penggunaan teknologi untuk menciptakan aplikasi meditasi atau salat interaktif telah membantu banyak orang lebih konsisten dalam praktik spiritual mereka.
Selain itu, algoritma kecerdasan buatan kini mampu merekomendasikan konten keagamaan yang relevan, sehingga membantu individu memperkaya pemahaman agama. Transformasi spiritual juga terlihat dalam komunitas daring yang mempererat silaturahmi antar umat meskipun terpisah oleh jarak fisik. Ketika dimanfaatkan dengan bijak, teknologi justru bisa menjadi sarana efektif untuk menguatkan nilai spiritualitas.
BACA JUGA: Membangun Ketakwaan Produktif Melalui Ibadah Qurban
Beberapa contoh pemanfaatan teknologi dalam konteks ini adalah: Aplikasi Nu Online adalah aplikasi pengingat ibadah yang membantu umat Islam menjalankan ibadah dengan lebih mudah. Dengan fitur seperti jadwal salat otomatis, bacaan Al-Qur’an, doa, dan kajian Islami, aplikasi ini mempermudah pengguna untuk menjaga ibadah mereka dalam keseharian.
Data dari Google Play Store (2024) menunjukkan bahwa aplikasi ini telah diunduh lebih dari 50 juta kali di Indonesia, mencerminkan tingginya permintaan dan potensi pasar untuk aplikasi yang dapat mendukung peningkatan kualitas ibadah umat Islam.
Pandemi COVID-19 telah mempercepat transformasi dakwah melalui platform digital. Ulama seperti Gus Baha memanfaatkan YouTube untuk menyampaikan kajian-kajian yang mendalam. Salah satu video kajian Gus Baha yang berjudul “Tradisi Jawa yang Cocok Syariat” telah ditonton lebih dari 480.607 kali menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap kajian Islami secara daring.
Komunitas virtual seperti One Day One Juz (ODOJ) menunjukkan bahwa teknologi dapat mempertemukan orang-orang dengan misi yang sama untuk saling menguatkan dalam menjalankan ibadah harian. Komunitas ini, yang berfokus pada membaca satu juz Al-Qur’an setiap hari, telah berhasil mengumpulkan lebih dari 300 ribu anggota aktif di Indonesia hingga akhir 2024. Hal ini menggambarkan potensi teknologi dalam mempererat ukhuwah Islamiyah, khususnya di kalangan umat Islam yang terhubung melalui platform digital dalam menjalankan ibadah bersama.
Strategi Menguatkan Spiritualitas
Untuk menguatkan nilai spiritualitas di tengah kemajuan teknologi, diperlukan pendekatan yang holistik, baik dari individu maupun komunitas. Misalnya, komunitas virtual seperti One Day One Juz (ODOJ) telah berhasil mengintegrasikan teknologi dengan ibadah harian. Dengan lebih dari 300 ribu anggota aktif hingga akhir 2024, komunitas ini tidak hanya menyediakan pengingat rutin tetapi juga membangun jejaring dukungan spiritual yang kuat.
Contoh lainnya adalah program kajian daring yang diselenggarakan oleh Ustaz Adi Hidayat, yang berhasil menjangkau jutaan penonton melalui platform digital. Implementasi semacam ini menunjukkan bahwa pendekatan holistik dapat menghubungkan teknologi dengan kebutuhan spiritual secara efektif.
BACA JUGA: Ratu Kalinyamat : Perempuan Muslimah Anti Kolonialisme 1549-1579
Mengatur Waktu Layar, Membatasi penggunaan gadget untuk hal-hal yang tidak produktif. Misalnya, menetapkan waktu khusus untuk offline selama waktu ibadah.
Mengintegrasikan Teknologi dengan Ibadah, Memanfaatkan aplikasi pengingat ibadah atau mengikuti komunitas daring yang relevan untuk menjaga konsistensi beribadah.
Pendidikan Teknologi Berbasis Spiritualitas, Sekolah dan lembaga keagamaan dapat mengintegrasikan nilai spiritualitas dalam pendidikan teknologi, misalnya dengan mengajarkan etika digital yang sejalan dengan nilai agama.
Dengan demikian, kemajuan teknologi menjadi keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Namun, sebagai individu yang beriman, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan antara kemajuan duniawi dan kedalaman spiritual. Dengan memanfaatkan teknologi secara bijak dan penuh kesadaran, kita tidak hanya bisa mengikuti perkembangan zaman, tetapi juga tetap teguh dalam nilai-nilai spiritual yang menjadi fondasi kehidupan. Sebagaimana firman Allah:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)
Mari jadikan teknologi sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, bukan sebaliknya.
*Muhammad Lukman Ihsanuddin, Dosen Komunikasi Penyiaran Islam FDKI IAIN Kudus