UNGARAN | GISTARA.com – Harga tomat di Kabupaten Semarang mengalami lonjakan cukup drastis. Meski demikian, para petani tomat di sejumlah sentra penghasil tomat belum dapat menikmati hasilnya.
Salah satunya adalah Mulyanah (50) seorang petani tomat asal Desa Jimbaran, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang. Ia mengatakan, curah hujan yang cenderung tinggi masih menjadi kendala untuk memaksimalkan hasil panen tomatnya.
“Sebenarnya buah cukup banyak, tapi layu dan busuk karena kena air hujan terus,” keluhnya saat ditemui, Rabu (23/11/2022).
Menurutnya, banyak tanaman tomat di kebunnya yang rusak akibat curah hujan di wilayah Kecamatan Bandungan yang cukup tinggi. Hal ini ditandai dengan layu batang dan kemudian mengering.
“Sehingga buah tomat yang masih sebesar biji kelereng ikut mengering dan tidak bisa dipanen,” ungkapnya.
BACA JUGA: Wujud Empati, Pelajar SDN Sugihan 03 Kirim Doa untuk Penyintas Gempa Cianjur
Hal senada juga disampaikan Antoni (46), petani sayur di Dusun Geblok, Desa Sidomukti. Menurutnya, tanaman tomat yang ada di kebunnya baru akan berbuah. Yang jadi permasalahan, kali ini masa tanam tomat di kebunnya memang mundur karena curah hujan cukup tinggi.
“Sehingga saat harga bagus seperti sekarang, di kebun baru akan berbuah. Jadi belum bisa dapat untung,” keluhnya.
Kepala Dinas Pertanian Perikanan dan Pangan (Dispertanikap) Kabupaten Semarang Wigati Sunu menjelaskan ada beberapa faktor yang membuat harga tomat melonjak. Salah satunya adalah tingginya permintaan di pasaran, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun industri pengolahan saos, sementara ketersediaan terbatas.
“Saat ini kisaran harganya ada di Rp 15 ribu per kilogram, sebelumnya hanya Rp 4.000. Penyebabnya lebih karena stok yang sedikit,” terangnya.
Diakui Sunu, momentum kenaikan harga tomat ini belum dapat dirasakan manfaatnya bagi petani. Sebab curah hujan yang tinggi membuat petani tomat belum bisa memaksimalkan panennya.
“Banyak tanaman yang rusak, sehingga kondisi saat ini memang kurang menguntungkan,” tandasnya. (Arief/ Gistara)