Oleh : M. Dalhar
Pengukuhan Ratu Kalinyamat sebagai Pahlawan Nasional, dapat menjadi penegas bahwa Mantingan bukan hanya sebagai tempat berziarah. Akan tetapi lebih dari itu, Mantingan juga sebagai ruang intelektual studi sejarah Ratu Kalinyamat.
Selama ini Mantingan dikenal sebagai tempat berziarah Sultan Hadlirin, suami Ratu Kalinyamat dan keluarganya. Banyak tokoh-tokoh atau ulama Jepara juga dimakamkan di astana kompleks masjid Mantingan.
Bagi masyarakat Jepara, melakukan kegiatan ziarah rasanya tidak afdhol jika tidak berziarah ke Mantingan. Setiap hari, ada peziarah dalam jumlah besar maupun terbatas. Bahkan, tidak hanya dari Jepara, masyarakat luar juga melakukan hal yang sama.
Di kompleks Astana Mantingan, terdapat sebuah Masjid yang dibangun sekitar tahun 1559. Masjid ini merupakan benda cagar budaya (BCB) yang menjadi bukti, masuk serta berkembanganya Islam di Jepara.
Artinya, Mantingan dengan segala aspek yang ada di dalamnya, menjadi bukti tidak terbantahkan terkait dengan eksistensi Ratu Kalinyamat.
BACA JUGA : Ratu Kalinyamat : Perempuan Muslimah Anti Kolonialisme 1549-1579
Jika dikaji lebih mendalam, eksistensi itu bukan hanya berkait dengan Islam, tetapi juga bertali erat dengan kesenian, kebudayaan, ekonomi, dan bahkan politik.
Singkatnya, membicarakan Ratu Kalinyamat tidak akan dipisahkan dari Mantingan. Dengan begitu, Mantingan memiliki peran strategis dalam mengembangkan pemikiran-pemikiran atau perananan yang dilakukan Ratu Kalinyamat. Dalam lingkup yang lebih luas adalah untuk Kabupaten Jepara.
Ruang Diskusi
Penganugerahan Ratu Kalinyamat adalah kado terindah Hari Pahlawan 2023 bagi masyarakat Jepara seluruhnya. Ini adalah momentum untuk menjadikan Mantingan bukan sekadar tempat berziarah, tetapi lebih dari itu adalah dapat menjadi ruang intelektual.
Kegiatan ziarah yang mandarah daging sudah menjadi budaya mayoritas masyarakat muslim. Puluhan sampai ratusan bahkan ribuan orang berziarah setiap hari di Astana Mantingan.
Akan tetapi, berapa orang yang mendiskusikan tentang Mantingan sebagai situs peninggalan penting bagi Jepara. Dalam hal ini adalah Ratu Kalinyamat.
BACA JUGA : Ratu Kalinyamat dan Pusat Studi Tokoh Jepara
Beberapa tahun yang lalu, pernah ada forum diskusi yang menarik, yaitu Suluk Mantingan. Dilaksanakan setiap bulan sekali di kompleks Astana Mantingan.
Penulis pernah bergabung beberapa kali dalam forum tersebut. Acaranya menarik dan berisi, karena beberapa kali mendatangkan pembicara yang mendalami bidang-bidang tertentu.
Akan tetapi, saat ini forum tersebut vakum di saat banyak orang membicarakan Ratu Kalinyamat.
Bagi penulis, sudah waktunya diskusi-diskusi kebesaran Jepara tempo dulu perlu diangkat.
Bukan masa lalu untuk masa lalu itu sendiri, tetapi diharapkan ada inspirasi untuk hari ini melalui kebijakan-kebijakan yang arif.
Jika kita melihat hari ini, Jepara dibesarkan oleh sejarah yang dimiliki. Tiga Pahlawan Nasional sekaligus dari sebuah kota kecil di pinggiran Pulau Jawa.
Salah satu bentuk syukur atas anugerah Pahlawan Nasional adalah menjaga atau ngopeni dengan cara mempelajari dan mewarisi nilai-nilai dan visi luhur yang dimilikinya. Jika tidak itu, kita hanya memperingati setiap tahun secara seremonial belaka.
M. Dalhar, Pegiat sosial dan sejarah