JEPARA | GISTARA.COM – Keterwakilan perempuan 30 persen dalam sepak terjang politik dinilai oleh Pengamat Kebijakan Publik sebagai hal utopis. Penyebabnya beragam, mulai dari minimnya kesadaran hingga berujung formalitas.
Hal tersebut, disampaikan Pengamat Kebijakan Publik, Mayadina Rohmi Musfiroh sewaktu mengisi materi Pengurus Utamaan Gender (PUG) di Pendidikan Kader Lanjut (PKL) Pengurus Cabang (PC) PMII Kabupaten Jepara.
Agenda yang diselenggarakan di Pondok As-Suroya, Kecamatan Tahunan itu, Mayadina, sapaan akrabnya, memaparkan minimnya sistem negara dan kebijakan publik dalam implementasi kesetaraan gender.
BACA JUGA : Gali Pengalaman dan Inspirasi, BCB Unisnu Lakukan Sharing Tokoh Inspiratif
“Sudah banyak yang melek kesetaraan gender, tapi dalam prakteknya seringkali gagal atau tidak sesuai harapan di akhir pelaksanaan,” papar Mayadina kepada Gistara, Rabu (6/12/22) siang.
Berdasarkan indeks pembangunan manusia (IPM), partisipasi perempuan dalam berjibaku di dunia politik tergolong rendah, di bawah 7 sementara laki-laki mencapai 7,2 sampai 8. Padahal, secara populasi kependudukan tergolong sama.
Sehingga tidak heran, jika partisipasi perempuan di kancah perpolitikan minim. Kendatipun Calon Legislatif (Caleg) berjenis kelamin perempuan ada sebanyak 39 persen, menurutnya, sewaktu proses penempatan kursi tetap diprioritaskan laki-laki.
BACA JUGA : Launching Pesantren Irhamny Robby Bentuk Kepedulian Anak Difabel Jepara
Minimnya partisipasi perempuan ini, dibuktikan dari hasil kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jepara 2023. Hanya berkisar dua sampai tiga perempuan dari 50 total anggota legislatif sejak zaman kemarin.
Artinya, kata dia, perlu penekanan lebih ihwal partisipasi perempuan di dunia persilatan (politik) dan lain sebagainya. Jika tidak, ancamannya berupa formalitas tidak berujung sampai terkikisnya kesetaraan maupun kesadaran perempuan.
“Akses, partisipasi, kontrol dan manfaat sudah diberikan serta dijelaskan. Namun parameter kesetaraan itu sedikit demi sedikit tergerus oleh kebiasaan menggampangkan kehadiran perempuan oleh suatu lembaga,” pungkasnya.
(Okom/KA)