Oleh : Rizka Fayyida*
Fenomena Perempuan modern kini menjadi topik yang sering dibahas, baik di media massa, sosial media, maupun dalam percakapan sehari-hari. Perempuan masa kini tidak lagi hanya terjebak dalam definisi tradisional tentang kewajiban sebagai ibu rumah tangga atau pendamping suami. Dalam beberapa dekade terakhir, perempuan semakin tampil sebagai individu yang mandiri dan aktif dalam berbagai bidang, mulai dari pendidikan, karier, hingga peran sosial yang lebih luas.
Menurut data dari World Economic Forum (WEF), angka partisipasi perempuan dalam dunia kerja terus meningkat. Pada 2022, sekitar 48,8% perempuan di seluruh dunia terlibat dalam angkatan kerja, meskipun angka ini masih lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki yang mencapai 75,6%.
Fenomena di atas menunjukkan peningkatan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja, mengungkapkan dilema perempuan modern. Peningkatan angka partisipasi kerja memang menunjukkan kemajuan, namun tidak serta merta mencerminkan kesetaraan gender. Banyak perempuan yang bekerja di sektor informal dengan upah rendah dan tanpa perlindungan hukum yang memadai. Selain itu, banyak perempuan yang masih harus menghadapi tantangan dalam mencapai keseimbangan antara karier dan kehidupan pribadi.
BACA JUGA: Pj. Bupati Jepara Tekankan Pentingnya Peran Perempuan dalam Pembangunan
Menurut survei yang dilakukan oleh McKinsey & Company pada 2021, lebih dari 60% perempuan di Indonesia merasa kesulitan mengatur waktu antara pekerjaan dan tanggung jawab rumah tangga. Sehingga menambah beban ganda yang sering kali membuat perempuan harus memilih antara karier dan peran mereka sebagai ibu atau pengurus rumah tangga. Sebagian besar perempuan juga merasa bahwa karier mereka terhambat oleh kewajiban tersebut.
Isu utama yang dihadapi perempuan modern adalah kesetaraan akses dalam bidang pendidikan, pekerjaan, dan pengakuan sosial. Meski sudah ada kemajuan signifikan, perempuan tetap mengalami kesulitan dalam mendapatkan akses yang setara dengan laki-laki. Salah satu contoh yang menonjol adalah kesenjangan upah antara perempuan dan laki-laki.
Di Indonesia, menurut data dari International Labour Organization (ILO), kesenjangan upah antara perempuan dan laki-laki mencapai 23,4%. Di dunia kerja, meskipun banyak perusahaan yang telah menerapkan kebijakan kesetaraan gender, namun kenyataannya perempuan masih kerap menghadapi hambatan yang lebih besar dalam memperoleh kesempatan yang sama dengan laki-laki. Misalnya, dalam hal promosi jabatan, perempuan sering kali dianggap kurang “tegas” atau “kompeten” dibandingkan laki-laki, meskipun memiliki kualifikasi yang setara. Hal ini disebabkan oleh adanya bias gender yang masih berlaku di banyak sektor, termasuk di bidang teknologi dan bisnis.
Selain itu, perempuan modern juga sering kali dihantui oleh harapan sosial yang tidak realistis. Banyak perempuan yang merasa tertekan untuk selalu tampil sempurna, baik dalam karier, penampilan fisik, maupun peran sosial mereka. Hal ini sering kali berujung pada stres dan kelelahan fisik serta mental. Dalam beberapa kasus, media sosial juga menjadi tempat yang memperburuk situasi ini, karena standar kecantikan dan kesuksesan yang ditampilkan di media sering kali tidak mencerminkan kenyataan, yang justru memperburuk rasa percaya diri perempuan.
Melihat permasalahan-permasalahan tersebut, kita perlu menyadari bahwa perempuan modern adalah simbol kekuatan dan potensi besar dalam masyarakat yang sedang berkembang. Namun, untuk mewujudkan kesetaraan yang sesungguhnya, dibutuhkan kerjasama antara individu, masyarakat, dan negara untuk menciptakan lingkungan yang lebih adil dan inklusif bagi perempuan. Perempuan berhak untuk memilih peran yang ingin mereka jalani, tanpa harus terhambat oleh ekspektasi sosial yang tidak realistis dan diskriminasi yang masih ada.
Oleh karena itu, perempuan harus memiliki banyak pengetahuan yang cukup untuk menyiapkan generasi yang lebih baik dalam menyongsong masa depan bangsa. perempuan tidak hanya menjadi obyek, tetapi juga harus memiliki peran penting dalam mengisi dan memperjuangkan hak-hak perempuan agar perempuan menjadi agen perubahan yang aktif.
Dengan memperoleh akses pendidikan yang setara, mereka dapat lebih mandiri, berdaya, dan mampu mengambil keputusan yang membawa dampak positif tidak hanya bagi diri mereka sendiri, tetapi juga bagi keluarga, masyarakat, dan negara. Ketika perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang, dan mampu berkontribusi dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan politik, yang pada akhirnya membawa kemajuan bagi bangsa secara keseluruhan.
*Rizka Fayyida, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UNISNU Jepara, Bendahara Lembaga Pers Mahasiswa FOKUS Komunikasi dan Desain