Oleh: Muh Khamdan*
Dalam dunia pertanahan yang kerap diwarnai praktik mafia tanah dengan backingan kuat dari pemodal besar, keberanian Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menjadi sorotan publik. Keputusan tegasnya dalam membereskan kasus-kasus pertanahan yang sarat kepentingan oligarki menunjukkan komitmen serius pemerintahan Prabowo Subianto dalam membenahi persoalan agraria di Indonesia.
Sejak menjabat, Nusron Wahid tak ragu mengambil langkah berani dengan membongkar praktik ilegal di berbagai wilayah, termasuk dalam kasus sertifikat laut di Tangerang dan Bekasi. Dengan gaya eksentrik khasnya, berkacamata hitam dan turun langsung ke lokasi, Nusron membuktikan bahwa kepemimpinan tak sekadar berdiam di belakang meja, tetapi harus hadir di tengah permasalahan nyata.
Kasus sertifikat laut di Bekasi dan Tangerang menjadi ujian nyata bagi Nusron. Di Bekasi, ia harus berhadapan dengan PT Cikarang Listrindo yang menguasai 90 hektar, PT Mega Agung Nusantara dengan 419 hektar, serta 72 hektar lahan lain yang sertifikatnya terbit pada 2021.
BACA JUGA: Dukung Tranformasi Pertanian Modern, Electrifying Agriculture PLN Raih 53.539 Pelanggan Baru di Tahun 2024
Sementara di Pagar Laut, Tangerang, Nusron langsung mencabut 50 sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dari total 263 SHGB dan 17 Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dinilai menyalahi aturan dan berpotensi merugikan negara.
Keputusan ini jelas bukan langkah yang mudah. Mafia tanah memiliki jejaring luas, termasuk di lingkaran birokrasi. Namun, Nusron tak gentar. Keberaniannya terlihat dari tindakannya yang langsung mencopot enam pegawai yang terbukti menyalahi kewenangan dalam penerbitan sertifikat-sertifikat bermasalah tersebut. Tindakan ini menjadi sinyal kuat bahwa pemerintahan saat ini tidak akan memberi ruang bagi praktik korupsi di sektor pertanahan.
Membongkar jaringan mafia tanah bukan hanya soal pencabutan sertifikat, tetapi juga menantang dominansi oligarki dalam penguasaan lahan. Nusron Wahid, yang memiliki rekam jejak sebagai mantan Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan GP Ansor NU, memahami betul pentingnya keadilan agraria. Dengan latar belakang aktivisme yang kuat, ia membawa semangat perjuangan rakyat kecil ke dalam kebijakan pertanahan yang lebih berkeadilan.
BACA JUGA: Kapolres Beri Penghargaan Kepada Tokoh Masyarakat Jepara, Ini Kontribusi Mereka Buat Polres
Keberanian Nusron dalam menindak praktik ilegal ini juga membawa angin segar bagi pemerintahan Prabowo Subianto. Komitmen dalam membenahi tata kelola tanah menjadi bukti bahwa pemerintah tidak tunduk pada kepentingan segelintir elite ekonomi, tetapi berpihak pada rakyat. Langkah ini, jika diteruskan dengan konsisten, bisa menjadi preseden bagi reformasi agraria yang lebih luas di Indonesia.
Menantang mafia tanah jelas bukan tanpa risiko. Perlawanan dari berbagai pihak yang merasa kepentingannya terganggu bisa datang dalam berbagai bentuk. Namun, keberanian Nusron Wahid memberikan harapan baru bagi masyarakat yang selama ini menjadi korban ketidakadilan agraria. Dengan ketegasan, integritas, dan kehadiran langsung di lapangan, ia telah membuktikan bahwa negara masih punya taring dalam menghadapi para penjarah tanah rakyat.

Menteri ATR/BPN Nusron Wahid saat meninjau pagar laut di Bekasi
Jika kebijakan ini terus dijalankan dengan transparansi dan konsistensi, bukan tidak mungkin sektor pertanahan Indonesia akan memasuki era baru yang lebih bersih dan adil.
Nusron Wahid telah menunjukkan bahwa seorang pemimpin yang berani dan berintegritas bisa membawa perubahan nyata. Kini, tugas masyarakat adalah mengawal dan mendukung langkah-langkah reformasi ini agar tidak berhenti di tengah jalan.
Reforma Agraria dan Bank Tanah
Sebagai bagian dari agenda besar reforma agraria, Nusron Wahid mendorong implementasi Bank Tanah sebagai solusi strategis untuk mengatasi ketimpangan penguasaan lahan. Bank Tanah berperan sebagai lembaga yang mengelola tanah negara guna didistribusikan kepada masyarakat yang membutuhkan, termasuk petani kecil, nelayan, dan kelompok rentan lainnya.
Dengan sistem ini, tanah negara tidak lagi menjadi objek spekulasi oleh elite bisnis, tetapi dialokasikan secara lebih adil demi kepentingan pembangunan dan kesejahteraan rakyat.
BACA JUGA: Pemkab Jepara Alokasikan Rp.39 Miliar untuk Akomodasi Usulan Pembangunan dari Masyarakat
Selain itu, reforma agraria yang dicanangkan Nusron tidak hanya soal redistribusi tanah, tetapi juga mencakup perlindungan hak asasi manusia (HAM) dalam setiap prosesnya. Penataan lahan untuk Proyek Strategis Nasional (PSN), misalnya, harus tetap mengedepankan prinsip keadilan sosial dan tidak boleh mengorbankan hak masyarakat adat atau kelompok yang telah lama bermukim di suatu wilayah. Oleh karena itu, kebijakan ini memerlukan mekanisme pengawasan yang ketat agar implementasinya berjalan sesuai prinsip hukum dan keadilan.
Komitmen Nusron dalam menjalankan reforma agraria dan pengelolaan Bank Tanah menunjukkan bahwa keberpihakan pada masyarakat kecil masih menjadi prioritas. Langkah ini tidak hanya memberikan kepastian hukum bagi para penerima manfaat tanah, tetapi juga menjadi upaya konkret dalam memberantas praktik spekulasi tanah yang selama ini menjadi akar permasalahan ketimpangan agraria di Indonesia.
Dengan dukungan berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil dan penegak hukum, keberlanjutan kebijakan ini dapat membawa perubahan signifikan bagi tata kelola pertanahan di Indonesia.
*Muh Khamdan, Doktor Studi Agama dan Perdamaian UIN Jakarta, dan LTN NU MWCNU Nalumsari Jepara_