SEMARANG | GISTARA.COM – Senin pagi, 1 September 2025, layar-layar komputer para peserta Pelatihan Dasar (Latsar) Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) serentak menyalakan kamera. Dari Karangasem, Bangli, Klungkung, Buleleng, hingga Gianyar, para peserta duduk di ruang kerja maupun ruang tamu rumah masing-masing. Semua hadir dalam fase work from anywhere (WFA) yang kini menjadi wajah baru pelatihan birokrasi.
Di layar utama, tampak sosok Dr. Muh Khamdan, widyaiswara Balai Diklat Hukum Jawa Tengah, yang didapuk sebagai narasumber. Dengan gaya tenang namun tegas, ia memulai materi tentang nilai dasar profesi aparatur sipil negara (ASN). “Kita adalah pelayan publik,” ujarnya, membuka dengan kalimat sederhana yang seolah memaku perhatian 20 peserta.
Materi yang disampaikan Khamdan berpusat pada BerAKHLAK, akronim dari Berorientasi pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. Bagi Khamdan, BerAKHLAK bukan sekadar jargon birokrasi, melainkan paradigma baru yang menuntun ASN menjalankan perannya di tengah dinamika politik nasional.
BACA JUGA: Kelola Sampah Jadi Energi Terbarukan, Pemkab Jepara Gandeng Investor China
Ia lalu membawa peserta menelusuri lintas sejarah dan agama. Kisah Isa Al-Masih yang membasuh kaki murid-muridnya. Umar bin Khattab yang memanggul gandum untuk rakyat miskin. Hingga falsafah Hindu, Tri Hita Karana, yang menekankan keselarasan manusia dengan Tuhan dan alam. “Semua mengajarkan satu hal, melayani sesama adalah bentuk ibadah kepada Tuhan,” kata Khamdan.
Kisah-kisah lintas iman itu membuat peserta terdiam sejenak. “Saya merasa tersentuh,” kata Ayu Diah Cintyadewi, CPNS Bawaslu Karangasem. Baginya, melayani masyarakat bukan lagi sekadar kewajiban administratif, tetapi wujud penghambaan spiritual.

Latsar CPNS Bawaslu secara Virtual
Inspirasi serupa dialami Dian Firja Ameliani, CPNS calon widyaiswara Bawaslu. Menurutnya, kisah itu membuka kesadaran baru bahwa ASN dituntut berlaku adil tanpa membeda-bedakan latar belakang siapa pun yang dilayani. “Pelayanan publik adalah ujian integritas,” ucapnya.
Tak berhenti pada teori, Khamdan mengajak peserta memetakan nilai BerAKHLAK dalam kerja sehari-hari. Mulai dari melayani masyarakat yang datang dengan keluhan soal dugaan pelanggaran pemilu, hingga menyusun laporan penelitian yang akuntabel di pusat pengembangan Bawaslu. Semua dituntut bebas dari konflik kepentingan.
Konsep gender equality, disability, and social inclusion (GEDSI) juga diperkenalkan sebagai fondasi baru layanan publik. Para peserta berkomitmen untuk menghadirkan pelayanan yang menjangkau semua kalangan, termasuk kelompok rentan yang kerap terabaikan. “Tanpa inklusi, pelayanan publik hanya berhenti di retorika,” tegas Khamdan.
Hans Karunia Hamonangan, CPNS calon widyaiswara lainnya, menimpali dengan pandangan berbeda. Menurutnya, ASN kelas dunia tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan administrasi, melainkan juga karakter hospitality, yaitu kepedulian pada sesama. “Kita mesti smart, tapi juga punya hati,” katanya.
Dalam forum virtual itu, diskusi mengalir seperti kelas tatap muka. Peserta saling menanggapi, melempar pertanyaan, hingga berbagi pengalaman dari daerah masing-masing. Meski terpaut jarak, semangat mereka sama, yaitu ingin menjadi ASN yang berorientasi pelayanan publik.
Khamdan menekankan bahwa budaya pelayanan publik tidak lahir instan. Ia membutuhkan pembiasaan, pembelajaran, dan keberanian untuk menolak praktik-praktik diskriminatif. “ASN Bawaslu adalah garda depan demokrasi. Integritas kalian akan menentukan kualitas demokrasi kita,” ujarnya.
Momentum pelatihan daring ini sekaligus menandai wajah baru pembinaan aparatur negara. Di tengah era digital, pembelajaran tidak lagi terkungkung ruang kelas. Bagi Bawaslu, ini adalah cara memperluas jangkauan sekaligus memastikan kualitas ASN tetap terjaga.
Di balik layar, para peserta mengaku materi Khamdan memberi napas segar. Bahwa bekerja sebagai ASN bukan sekadar menjalankan regulasi, tetapi juga menanamkan nilai kemanusiaan. “Saya merasa lebih punya arah dalam menjalani profesi ini,” kata Ayu Diah.
Bagi Khamdan, pelatihan semacam ini bukan sekadar agenda rutin birokrasi. Ia adalah upaya menanamkan paradigma baru bagi ASN Bawaslu. Paradigma melayani dengan hati, membangun demokrasi tanpa konflik kepentingan, dan menjadikan pelayanan publik sebagai jalan ibadah. (AD)