TEMANGGUNG | GISTARA.com – Hawa dingin terasa menusuk tulang ketika ratusan warga Dusun Lamuk, Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung memulai ritual selametan dusun atau merti dusun, Selasa (12/7/2022) malam. Hawa dingin di punggung Gunung Sumbing tersebut, seakan justru menambah kesakralan setiap bagian dari ritual turun temurun tersebut.
Para pemangku adat dan sesepuh desa memulai merti dusun dengan prosesi Rakit Sesajen dan Siram Jamas yang diikuti oleh perangkat desa, pelaku seni. Prosesi dilaksanakan di sumber mata air desa, Sendang Kembang atau Tuk Ringin. Satu per satu dari mereka diwajibkan mandi dengan air dari kali yang telah didoakan oleh sesepuh adat setempat, dilanjutkan upacara Boyong Gongso.
Setelah jamasan dilanjutkan dengan Kenthong Titir tepat pukul 00.00 WIB untuk membangunkan seluruh warga agar ikut berdoa bersama meski tengah berada di rumah masing-masing, dengan harapan seluruh doa yang dipanjatkan segera terkabul.
Sekretaris Desa Legoksari Robin Eka Jaya menuturkan, Legoksari Temanggung gelar upacara Boyong Gongso merupakan ritual mengarak gamelan kuno berupa Bende dan Kenong, dari rumah carik atau Sekdes menuju lokasi pementasan wayang kulit dengan disertai ritual khusus.
“Boyong Gongso adalah bagian dari rangkaian pembuka yang sangat sakral. Warga di dusun ini punya legenda yang telah turun-temurun selama ratusan tahun. Konon, dahulu masyarakat di dusun ini tidak memiliki perangkat gamelan. Sehingga saat ada pementasan kebudayaan, khususnya wayang kulit, harus meminjam di Tuk Songo. Namanya gamelan atau gongso Kyai Jajar yang terdiri atas Bende, Kenong, dan Gong besar,” katanya.
BACA JUGA: Sejumlah Pelukis Gelar Pameran di Limanjawi Art Borobudur
Menurut cerita turun temurun, konon suatu waktu, masyarakat terlambat menggembalikan gamelan tersebut usai dipakai pementasan. Sehingga gamelan gaib itu tidak bisa kembali ke alam dimensi lain dan tertinggal di Lamuk, kemudian menjadi pusaka yang disakralkan masyarakat sampai saat ini.
Dikatakan, setiap kali melakukan prosesi selamatan dusun, kemudian menggelar wayang kulit memang harus ada prosesi Boyong Gongso dari dalem penyarikan ke lokasi paringgitan (tempat pentas wayang kulit).
Sesepuh desa sekaligus pemangku adat, Jumbadi (62) yang biasa dipanggil Mbah Gajul menambahkan, merti dusun dengan beragam rangkaian prosesi adat digelar sebagai wujud rasa terima kasih warga atas beragam rejeki yang berasal dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Selain itu, warga juga terus memanjatkan doa agar senantiasa dinaungi keselamatan dan terhindar dari beragam malapetaka. Mereka percaya, selain rasul dan wali, Tuhan mengirimkan utusan lain yang bernama pepunden dengan tugas mbubak atau membuka lahan permukiman.
“Kami hidup di kaki gunung, selain melimpahnya rejeki atas kesuburan tanah, penting juga meminta doa keselamatan agar kita semua terhindar dari berbagai bencana,” terangnya. (Sumber : jatengprov.go.id)