JEPARA | GISTARA.COM – Selama tiga tahun terakhir, hasil tangkap ikan di perairan Laut Jawa mengalami penurunan. Diduga, kegiatan overfishing oleh nelayan jadi penyebab penurunan hasil tangkap sebanyak 1.000 ton.
Ahmad Sofuan, Kepala Bidang (Kabid) Perikanan Tangkap pada Dinas Perikanan (Diskan) Kabupaten Jepara menyebut, penurunan hasil tangkap akibat aktivitas overfishing atau penangkapan ikan secara membabi buta.
Penurunan hasil tangkap terjadi sejak tahun 2020, di tahun itu hanya peroleh 11.880 ton. Padahal, di tahun sebelumnya (2019) mencapai 12.357 ton ikan. Angka itu, terdiri dari perairan umum daratan (PUD), pelabuhan, dan non pelabuhan.
Adapun, di tahun berikutnya, hasil tangkap semakin menukik tajam, yaitu 11.295 ton yang diperoleh. Sementara tahun setelahnya (2022), terjadi peningkatan di angka 11.441 ton ikan.
“Memang overfishing begitu erat kaitannya dengan hasil tangkap. Apabila dilanggengkan, maka perairan Laut Jawa terancam semakin minim ikan yang ada,” papar Sofuan kepada Gistara, Senin (11/9/23) pagi.
BACA JUGA : Tiga Pemimpin Perempuan Inspiratif Jepara
Overfishing, kata dia, mengancam keberadaan ikan di perairan laut jawa. Aktivitas menggunakan jaring yang tidak ramah lingkungan, penambahan mesin kapal, dan canggihnya teknologi turut menyumbang kepunahan.
Keberadaan jaring tidak ramah lingkungan, tidak hanya peroleh ikan tanpa pandang bulu -besar maupun kecil. Bahkan, terumbu karang sebagai rumah ikan juga ikut-ikutan naik ke kapal nelayan. Akibatnya, juga berdampak pada ekonomi nelayan yang turun.
Selain itu, menurutnya, populasi nelayan yang banyak, jadi penyebab tambahan munculnya fenomena overfishing. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika (BPS), di tahun 2022 terdapat 8.542 nelayan di Jepara.
“Menurut ahli, ikan di Jepara bisa bertambah banyak dengan beberapa syarat. Tapi, jika syarat itu tidak terpenuhi, khususnya overfishing, bisa dipastikan semakin dikit, imbasnya ekonomi nelayan mengkhawatirkan,” terang Sofuan.
BACA JUGA : Dari Isu Lingkungan, Ekonomi, dan Pangan: Ubah Sampah Menjadi Produk Bernilai Tambah
Sementara itu, Ghofur, salah satu nelayan mengungkapkan, sepinya keberadaan ikan justru dari aktivitas kapal batu bara (tongkang) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Jati B, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara.
Berangkat dari hal itu, ia yang biasanya mengangkut 100 sampai 200 Kg tiap hari. Kini merosot sebanyak 25 persen bahkan lebih. Tongkang dituding merusak terumbu karang, sedangkan PLTU atas beberapa rintek yang menyedot air sekaligus ikan laut ke dalam perusahaan.
“Ikan di Jepara perlahan semakin menipis. Saya menduganya, pada aktivitas tongkang di perairan atau wilayah penangkapan ikan. Kemudian, rintek penyedot air laut guna keperluan PLTU, turut mengekploitasi ikan dari laut, entah sengaja atau tidak,” pungkas Ghofur.
(Okom/Kun)