M. Dalhar
Kabupaten Jepara memiliki banyak potensi untuk berkembang. Dari berbagai potensi yang dimiliki, sumber daya manusia (SDM) merupakan hal yang tidak dapat diabaikan. Ibarat sebuah teknologi, manusia adalah software yang menentukan kualitas dari hardware.
Negara-negara di wilayah Eropa tidak sepenuhnya subur sebagaimana beberapa kebanyakan negara di Asia. Akan tetapi, dengan tradisi keilmuan yang dimiliki menjadikan sumberdaya (alam) yang semua terbatas dapat diolah untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya. Meski bukan tanpa masalah, kenyataan tersebut menegaskan bahwa ilmu atau intelektualitas memiliki peran penting dan strategis dalam menentukan suatu peradaban.
Kehadiran Suluk Jeparanan di Bumi Kartini merupakan keniscayaan. Ini adalah sebuah ikhtiar untuk kembali membangkitkan tradisi keilmuan, utamanya di ruang publik atau non-formal. Mengembalikan ilmu untuk menjadi bermartabat merupakan hal yang sangat penting.
BACA JUGA : Suluk Jeparanan Wajah Baru Dari Suluk Mantingan, Tetap Gayeng Dengan Diskusi Budaya
Dewasa ini kita hidup pada era dimana – seakan – materi menjadi lebih utama daripada ilmu.
Suluk Jeparanan merupakan salah satu program dari Lembaga Seni dan Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) NU Jepara.
Dalam kegiatan suluk ini ada banyak hal yang diperbicangkan secara berkesinambungan, utamanya terkait dengan budaya di Jepara serta segala aspeknya.
BACA JUGA : Ingin Pindah Memilih ? Ini Ketentuan dan Tata Caranya
Sebagainama namanya, suluk merupakan upaya untuk memahami dan mendalami sesuatu. Eksplore secara mendalam dan detail serta reflektif. Istilah ini sebenarnya identik dengan term tasawuf atau tarekat dimana seseorang yang melakoni suluk, yaitu salik akan menjalani sejumlah kurikulum oleh pembimbing (mursyid).
Tambahan Jeparanan menegaskan bahwa suluk yang dijalani bukanlah (murni) spiritual, sebagaimana tarekat, tetapi lebih menekankan pada intelektual.
Segala khasanah kebudayaan – dalam arti yang luas – di Jepara sebisa mungkin akan digali (dari masa lampau), dihadirkan (hari ini) untuk langkah gemilang di masa mendatang.Misalnya tradisi maulid nabi yang diselenggarakan oleh sebagian besar komunitas muslim Jepara.
Dalam suluk digali sebanyak mungkin sisi-sisi yang lain dari tradisi menyambut kelahiran Nabi Muhammad Saw yang berjalan di masyarakat. Kajian kritis dilakukan mulai dari sisi ekonomi, keteladanan, sampai pada peran majelis bagi integrasi masyarakat.
Jepara merupakan wilayah sekaligus pemerintahan yang memiliki episode perjalanan sejarah yang panjang. Sekurang-kurangnya sejak abad ke-5 sampai abad ke-16 embrio Jepara dimulai. Dari kurun waktu yang panjang tersebut ada begitu banyak kearifan yang dapat digali dan dihadirkan untuk hari ini. Misalnya tentang kepemimpinan, keber-agama-an, konflik di masyarakat, toleransi, demokrasi, dan masih banyak lainnya. Tujuannya bukan terbatas untuk menghakimi, kalangenan, atau nostalgia, tetapi lebih dari itu: belajar.
Globalisasi dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Jepara dengan begitu cepat mengubah cara pikir dan perilaku. Perubahan tanpa mengetahui atau memahami kondisi sebelumnya, dikhawatirkan masyarakat akan tercerabut dari akar-akar budaya yang ada. Alhasil, masyakat dapat menjadi komunitas amnesia dan tidak memiliki identitas lokal yang khas.
Bukankah Indonesia dikenal dunia karena identitas khas yang beragam. Keberagaman tidak harus diseragamkan. Hal ini sejalan pula dengan pandangan aliran postmodernisme yang berkembang belakangan. Kehadiran Suluk Jeparanan menjadi semacam ruang untuk menjaga hal itu.
M. Dalhar, Pegiat sosial dan sejarah.