Oleh : Dr. M. Shohibul Itmam, MH
Konstelasi politik semakin hangat, menguatkan pilihan dengan menjelaskan pilihan masing masing sebagai pilihan terbaik kepada publik dan serta mengajak orang lain untuk ikut memilih pilihan tersebut.
Bahkan kuatnya pemahaman dalam memilih terkadang membawa serta melibatkan urusan agama-syariah dalam ranah “politik praktis”.
Capres-cawapres tertentu dipahami sebagian kelompok sebagai manivestasi dari syariah. “Politik identitas” agama dan syariat akhirnya tidak bisa dibendung karena masing masing pilihan meligitimasi ayat–hadis dan serta didukung sederetan ulama kondang dengan pengaruhnya masing-masing.
Pilihan Yang Syariah ?
Islam dengan tegas menyatakan bahwa politik bermakna musyawarah-pilihan. Memilih dan dipilih dengan proses dan cara tertentu, seperti program tertentu adalah bagian syariah. Artinya setiap tindakan muslim mukallaf yang terlibat dalam proses pilih memilih itulah yang disebut syariah.
Misalnya, ada warga yang tidak ikut memilih, cuek dengan situasi politik justeru itulah sikap yang bisa dibilang “belum bersyariah”. Golput jelas tindakan politik yang tidak bersyariah.
BACA JUGA : Satu Lagi, Pahlawan Nasional dari Jepara Ratu Kalinyamat
Syekh Mawardy mengatakan “Politik itu bagian dari syariah”. Dalam konteks ke-syariah-an tersebut, seorang pemimpin bukan dilihat dari personalnya atau produk yang dihasilkan seseorang tersebut, melainkan terletak pada proses yang harus dilalui sesuai dan selaras dengan kemanfaatan dan kemashlahatan untuk kemanusiaan.
Sampai disini dengan tegas dipahami bahwa tidak ada atau belum ada yang terbukti bahwa pasangan tertentu yang paling Islami atau “paling ber-syariah”.
Proses dalam dukung mendukung, pilih memilih, itu yang disebut bagian dari syariah. Jelas, bukan personalnya atau produk seseorang yang disebut “syariah”.
Pada ranah ini, sering dinisbahkan bahwa syariah terletak pada personal yang “muslim” atau produk yang ada label “syariah”, seperti undang-undang, perda, dan turunannya karena pemahaman demikian justeru mereduksi kebesaran Islam dan “syariat” itu sendiri.
Pilihan syariah, terletak pada nilai universalitas yang terangkum apik dalam kemanusiaan, keadilan dan kemanfaatan serta kesejahteraan yang dirasakan semua pihak. Inilah esensi pilihan syariah.
Ada kaidah “Kullu Makan Hunaka Mashlahah Fahunaaka Syariah” setiap tempat dimana ada kemashlahatan-kebaikan maka disitulah syariah.
Memilih pasangan yang Syariah
Saat ini, diskusi berbagai media digital tentang politik, sedang ramai dan mempunyai sudut pandang yang beragam. Ketiga pasangan baik nomor satu, dua, maupun tiga, dalam konteks politik mempunyai posisi yang sama, terlebih ketiga nomor capres-cawapres tersebut juga muslim semua.
BACA JUGA : Yuk Simak, Ini Jadwal Kampanye Pemilu 2024
Berbagai pertanyaan dan pernyataan serta multi dalil Aqli dan Naqli saling menguatkan pilihan masing-masing.
Memilih capres-cawapres yang syariah, terletak pada proses dan manuver yang dilakukan stakeholder. Sepanjang proses dan manuver yang lakukan tidak menimbulkan kerusakan, kisruh di masyarakat, serta tercipta tatanan sosial masyarakat yang damai, dan harmoni bagi semua pihak, maka itulah pilihan yang syariah.
Pilihan syariah juga terletak pada tim pemenangan nasional, dengan pendukungnya, dari pusat sampai daerah dan desa bahkan RT dengan proses kampanye dan penjelasan obyektif, jujur, serta ilmiah, terkait dedikasi dan kapasitas setiap calon-capres-cawapres.
Dapat disarikan, bahwa pilihan yang syariah adalah pilihan yang prosesnya secara nasional berjalan tertib, aman, damai, dan yang terpilih nantinya komitmen dengan program dan janji kampanye, serta selaras dengan nilai demokrasi Pancasila dengan kepedulian serta kontrol masyarakat, secara obyektif dan professional.
Pilihan syariah adalah produk mahal, sebanding lurus dengan masa depan bangsa Indonesia, terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Menjalankan kehidupan sesuai keyakinan agama masing-masing, dengan kesejahteraan untuk semua rakyat Indonesia.
Dr. M. Shohibul Itmam, MH., (Dosen IAIN Kudus, Wakil Ketua Lakpesdam PCNU Jepara dan Sekretaris Pembina Majlis Permusyawaratan Pengasuh Pesantren Indonesia (MP3I) Cabang Jepara)