Disunting dari Ulil Abshar Abdalla
Belakangan ini, beberapa rekan Nahdliyyin yang aktif di media sosial merasa gelisah akibat serangan dan sentimen negatif yang ditujukan kepada PBNU dan Gus Yahya. Merespon situasi ini dengan tenang dan bijaksana menjadi sangat penting.
Serangan terhadap PBNU dan Gus Yahya bisa dimengerti, mengingat ada sejumlah perkembangan penting yang melibatkan NU. Isu-isu seperti konsesi tambang, keberangkatan lima anggota NU ke Israel, hingga kunjungan Gus Yahya sendiri ke sana, menjadi bahan bakar bagi serangan-serangan ini.
Selain itu, kedekatan politik PBNU dengan Pemerintahan Jokowi juga menjadi salah satu faktor. Saat ini, Presiden Jokowi tidak lagi menjadi tokoh yang dielu-elukan oleh kelas menengah seperti beberapa tahun lalu, sehingga kubu yang mendukungnya rentan terhadap kritik dan serangan. Ini hal yang biasa dalam dinamika politik.
NU adalah organisasi besar yang selalu menjadi pusat perhatian publik. Setiap dinamika internalnya pasti akan mengundang reaksi dan komentar dari berbagai pihak. Ini harus kita maklumi. Komentar-komentar tersebut, baik yang positif maupun negatif, menunjukkan bahwa NU memiliki pengaruh yang besar.
Dalam beberapa percakapan pribadi, Gus Yahya sering kali membahas sentimen negatif terhadap NU. Namun, ada salah satu komentarnya yang menarik, “Saya bukan politisi yang peduli pada elektabilitas. Jadi, saya tidak terlalu peduli dengan reaksi publik. Saya hanya melakukan sesuatu yang saya anggap benar dan tepat. Bagaimana reaksi publik, silakan saja.”
BACA JUGA: Gejala Autisme Politik Pilkada 2024
Rekan-rekan NU tidak perlu khawatir dengan sentimen negatif yang beredar di media sosial. Reaksi semacam ini adalah hal yang biasa dan harus kita pahami. Jika ada yang perlu dijelaskan, kita jelaskan. Misalnya, mengenai kunjungan lima anggota NU ke Israel. Namun, jika setelah dijelaskan masih ada cercaan, biarkan saja. Namanya juga netizen, tanpa cercaan memang tidak seru.
Penting untuk diingat bahwa percakapan di media sosial tidak bisa diabaikan, tetapi juga jangan terlalu terpaku pada isu-isu tersebut. Isu di media sosial cepat datang dan pergi, dan tidak selalu mencerminkan realitas sehari-hari.
Rekan-rekan NU harus tetap aktif seperti biasa, memperkuat organisasi di segala tingkatan. Kritik dari luar harus kita anggap sebagai motivasi untuk terus maju. Saat ini, di bawah kepemimpinan Gus Yahya, NU sebagai jam’iyyah sangat solid dan kokoh dari pusat hingga ke akar rumput.
Kaderisasi intensif berlangsung di seluruh Indonesia, dan pembenahan lembaga serta banom dilakukan dengan serius. Meskipun ada kekurangan, PBNU di bawah Gus Yahya saat ini berjalan dengan kompak dan solid.
Serangan-serangan kepada PBNU saat ini mengingatkan saya pada era Gus Dur. Pada masa itu, NU juga banyak menghadapi kritik karena Gus Dur sering kali mengambil keputusan yang kontroversial dan berpikir di luar kebiasaan. Keberanian bertindak non-konvensional ini adalah warisan yang diturunkan oleh para pendahulu NU hingga sekarang. Ini positif karena bisa menghidupkan diskusi, perdebatan, dan polemik, membuat suasana lebih dinamis.
Jika ingin hidup dalam kenyamanan tanpa kontroversi, diam saja dan jadilah sosok yang menyenangkan semua pihak. Namun, dengan begitu, kita tidak akan menjadi apa-apa.