Oleh: M. Ali Burhan
Belum diketahui dengan pasti, siapa orang yang pertama kali menghuni Kepulauan Karimunjawa. Faktanya di Kepulauan Karimunjawa banyak ditemukan situs-situs atau makam-makam tua yang menjadi pepunden dari masyarakat sekitar.
Kepulauan Karimunjawa adalah kepulauan yang terletak di tengah laut Jawa. Bertebar di antara pulau Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Kepulauan ini merupakan tempat lintasan kapal-kapal kuno yang melintasi Laut Jawa, sejak pada zaman prasejarah (0 – abad 4), zaman klasik (abad 4 – 15), dan zaman setelahnya.
Karena letaknya yang strategis, maka sejak awalnya Kepulauan Karimunjawa telah dihuni dan dilintasi semua suku-suku di Nusantara yang berkepentingan dengan Samudra, khususnya laut Jawa.
Di antara situs-situs yang ada, adalah situs makam Sunan Nyamplungan menjadi yang paling masyhur sebagai penanda bahwa kepulauan karimunjawa telah berpenghuni pada masa akhir imperium Majapahit. Mengenai Sunan Nyamplungan ini sendiri, sangat akrab di dalam masyarakat tentang legenda dan perjalanan beliau dari tanah Jawa sampai ke Tanah Karimunjawa.
BACA JUGA: To’dok Telok Kemojan Kepulauan Karimunjawa, Sketsa Cinta kepada Kanjeng Nabi
Dikisahkan Sunan Muria (dalam versi lain, Sunan Kudus) memiliki seorang putra yang bernama Amir Hasan. Setelah beranjak dewasa, Amir Hasan ini dititipkan kepada Sunan Kudus untuk diajari ilmu-ilmu agama dan juga ilmu kehidupan.
Hal ini dimaksudkan karena Kanjeng Sunan Kudus terkenal sebagai seorang wali yang ahli ilmu Fiqih dan juga ahli politik dan dakwah. Beliau juga termasuk anggota Walisonga yang ikut merintis pendirian Kerajaan Demak Bintoro.
Setelah dewasa, Amir Hasan pulang kembali ke Muria. Oleh Romonya, yakni Kanjeng Sunan Muria, Amir Hasan disuruh mengembara untuk mencari ilmu kehidupan, juga berdakwah Islam.
Kanjeng Sunan Muria memerintahkan putranya tersebut untuk mengembara menuju sebuah pulau yang tampak keremun-keremun (jawa=kecil dan jauh di tengah samudra) dari puncak gunung Muria. Dikemudian hari kepulauan tersebut diberi nama dengan kepulauan Karimunjawa.
Untuk pergi ke sana, Amir Hasan diberi bekal oleh Romonya dua buah biji nyamplung dan sebuah mustaka (puncak) Masjid. Diharapkan dengan bekal itu, Amir Hasan bisa membangun peradaban baru, yakni peradaban islam di tengah-tengah kepulauan Karimunjawa. Amir Hasan dikenal sebagai Sunan Nyamplungan.
Kisah di atas adalah salah satu kisah atau legenda yang melengkapi hasanah lokal Kepulauan Karimunjawa. Setiap suku yang mendiami Kepulauan Karimunjawa memiliki sejarahnya masing-masing. Suku Bugis, Madura, Mandar, Bajo, dan lain-lain membawa kisahnya masing-masing.
Jika dibaca dari zaman terjadinya legenda Sunan Nyamplungan, peristiwa ini terjadi pada masa kerajaan Demak Bintoro, yakni abad ke-15. Pada masa itu, Kerajaan Demak Bintoro yang kemudian diteruskan oleh Jepara, sedang berperang melawan penjajah Portugis di Malaka.
Pada zaman itu, kekuatan politik kerajaan-kerajaan di nusantara dan juga Portugis, berada di samudra. Siapa yang menguasai samudra, maka dia adalah penguasa Nusantara. Penulis berpendapat jika penempatan Amir Hasan di Karimunjawa adalah delegasi Demak Bintoro atau Jepara untuk mengamankan jalur laut Jawa.
Sebagaimana paparan di atas, kepulauan Karimunjawa terletak di tengah-tengah laut Jawa yang merupakan perlintasan jalur militer dan juga perdagangan Internasional saat itu. Menguasai Kepulauan Karimunjawa, akan mengamankan kepentingan kerjasama dan persaudaraan Kerajaan-kerajaan di Nusantara yang terhubung dengan laut sekaligus untuk mengikis dan menangkis ambisi Portugis menguasai Nusantara.
Kepulauan Karimunjawa merupakan benteng pertahanan alami untuk mengintai pergerakan kapal-kapal Portugis dan antek-anteknya. Terbukti dalam sejarah, Portugis tidak pernah menduduki Jawa, dan musuh terberat atau musuh bebuyutan Portugis adalah Ratu Kalinyamat dari Jepara. Wallahua’lam.
M. Ali Burhan, Pengurus Lesbumi Jepara