JEPARA | GISTARA.COM – Sanggar Gamapetra Gelar Jagong Strategi Kebudayaan di Kawasan Muria, Minggu malam (22/9/24) ada peristiwa yang tidak biasa dialami warga RT 04 RW 05 Desa Kepuk, mereka berbondong-bondong berkerumun menuju alunan gending gamelan yang berasal dari sebuah Sanggar budaya berjuluk Gamapetra.
Malam itu dipentaskan beragam kesenian tradisional diantaranya Tari Emprak anak-anak, langgam campur sari dan alunan gendhing jawa yang diorkestrai oleh Gending Pahing.
Selain pementasan seni budaya, malam itu warga desa juga tengah asyik menghayati lakon diskusi kebudayaan yang dihadiri oleh beberapa tokoh budayawan dan sejarawan, diantaranya beliau Ki Agung Tri Laksono dan Kanjeng Mas Jesy Segitiga.
Dalam paparannya Ki Agung bercerita tentang pengalamannya menggeluti bidang pertanian selama 5 tahun terakhir. Dalam perjalanan pengalaman beliau bertani inilah tercipta sebuah karya buku berjudul, “Hakikat Bertani”.
“Pada hakikatnya bertani adalah untuk memuliakan bumi, menjaga keselarasan alam, dan untuk menjaga ketersediaan pakan dan pangan”, tutur Ki Agung berapi-api.
BACA JUGA: Silaturahim Kebudayaan, PC Lesbumi NU Jepara Gelar Ketoprak Santri di Karimunjawa
Lebih jauh lagi beliau juga berpesan kepada hadirin untuk memulai bertani dengan memulai menanam makanan yang kita makan sehari-hari.
Diakhir sesi, Ki Agung secara simbolik memperkenalkan buku “Hakikat Bertani” kepada masyarakat luas dengan menyerahkannya kepada perwakilan dari Sanggar Gamapetra. Gemuruh riuh tepuk tangan warga mengiringi launching buku bersampul dominan putih bergambar orang menanam tersebut.
Jagong kebudayaan malam itu terasa semakin gayeng ketika beliau Kanjeng Mas Jesy yang berasal dari Kampung Budaya Piji Wetan memulai paparannya. Pria berjanggut tipis tersebut memulai diskusi dengan menyampaikan keresahannya terkait kondisi alam dikawasan Gunung Muria yang sudah mulai rusak, dan generasi muda yang sudah tidak mengenal lagi budayanya.
Melalui keresahan tersebut pria yang berdomisili di Kota Kudus ini pun membuat beragam gerakan budaya yang digawangi oleh Rumah Budaya Piji Wetan.
Diantara gerakan-gerakan kebudayaan yang dilakukan oleh Rumah Budaya Piji Wetan diantaranya, mengaktivasi kembali Punden Desa dan Belik (sumber mata air), festival melupakan mantan, paket belajar “pocung” (pulasara jenazah), dan banyak yang lain.
Beragam cerita tutur atau folklore menyimpang yang beredar di masyarakat pun mereka coba luruskan melalui beraga pertunjukan seni dan budaya. Rumah Budaya Piji Wetan juga memiliki lembaga pendidikan yang bernama Madrasah Seni Islam Nusantara yang diharapkan mampu untuk mencetak generasi yang waskita.
Hadir pula sebagai tamu undangan yang turut memberikan wawasan kebudayaan diantaranya, Pegiat Sejarah Lesbumi Jepara Mas Ali Burhan, Camat Keling Lulut Andi Ariyanto dan Kang Brodin dari komunitas budaya Kawak Heritage beserta tamu undangan yang lain.(Ka)