Oleh: Muh Khamdan
Tongtek, tradisi membangunkan warga untuk sahur dengan tabuhan kentongan atau alat musik lainnya, merupakan bagian dari budaya Islam Nusantara yang telah berlangsung turun-temurun. Tradisi ini tidak hanya sekadar membangun kebersamaan dalam bulan Ramadan, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai gotong royong dan solidaritas sosial yang khas dalam masyarakat Muslim di Indonesia.
Di tengah perkembangan sosial, tongtek semestinya tidak hanya berfungsi sebagai pengingat sahur, tetapi juga sebagai mekanisme pengawasan keamanan lingkungan. Dengan adanya kelompok yang berkeliling kampung di malam hari, potensi untuk mendeteksi gangguan keamanan seperti pencurian atau tindakan kriminal lainnya menjadi lebih besar.
Sayangnya dalam praktiknya, tradisi tongtek justru sering menjadi pemicu konflik sosial. Sekelompok remaja yang memainkan tongtek tidak jarang terlibat perkelahian karena perbedaan kampung atau komunitas. Alih-alih menjaga harmoni sosial, kegiatan yang seharusnya bersifat religius ini malah menjadi ajang persaingan dan konfrontasi antar kelompok.
BACA JUGA: Intip Aksi Polwan Cantik Polres Jepara Saat Pengaturan Lalu Lintas
Perkelahian yang terjadi dalam tradisi tongtek bukan sekadar aksi spontan, tetapi lebih merupakan bagian dari ekspresi eksistensi remaja dalam lingkungan sosialnya. Dalam banyak kasus, gengsi antar kampung menjadi pemicu utama, di mana setiap kelompok ingin menunjukkan dominasi atau keunggulan mereka dalam memainkan tongtek atau menguasai wilayah tertentu.
Minimnya pengawasan dari tokoh masyarakat dan orang tua turut memperburuk situasi. Seharusnya, tradisi tongtek dikawal oleh orang dewasa atau pemuda yang memiliki kedewasaan sosial sehingga dapat mencegah gesekan yang berpotensi merusak harmoni Ramadan.
Jika dikelola dengan baik, tongtek dapat dijadikan sebagai model pengawasan lingkungan yang efektif. Misalnya, dengan membentuk kelompok ronda Ramadan yang beranggotakan pemuda setempat, dibekali dengan pemahaman akan pentingnya keamanan sosial, serta bekerja sama dengan pihak keamanan desa atau kelurahan.

Ilusrtrasi tongtek
Kunci utama dalam mengubah tongtek dari sumber konflik menjadi mekanisme kontrol sosial adalah membangun kesadaran kolektif bahwa Ramadan adalah momentum untuk meningkatkan kualitas kebersamaan, bukan untuk mempertajam rivalitas. Kesadaran ini bisa ditanamkan melalui edukasi di masjid-masjid, pesantren, dan sekolah.
Pemerintah daerah dan tokoh masyarakat memiliki peran strategis dalam menata kembali tradisi tongtek agar tetap sejalan dengan nilai-nilai ketertiban umum. Pembuatan regulasi sederhana, seperti larangan membawa senjata tajam atau batasan waktu bermain tongtek, dapat menjadi solusi untuk menghindari konflik.
Sebagai bentuk pelestarian budaya, tongtek dapat dikemas dalam bentuk festival atau kompetisi antarkampung dengan aturan yang jelas. Hal ini tidak hanya mengurangi potensi gesekan, tetapi juga menjadi ajang kreativitas bagi para pemuda dalam memainkan musik tradisional.
BACA JUGA: Agus Sutisna: Program MBG Jangan Kesampingkan Urusan Wajib Dasar Lainnya
Tongtek juga dapat dikolaborasikan dengan program keamanan desa atau sistem siskamling. Pemuda yang berpartisipasi dalam tongtek bisa diberikan tanggung jawab tambahan sebagai pengawas lingkungan, yang bertugas melaporkan aktivitas mencurigakan selama berkeliling kampung.
Salah satu penyebab konflik dalam tongtek adalah durasi dan intensitas permainan yang berlebihan. Menetapkan waktu tertentu, misalnya hanya satu jam sebelum waktu sahur, serta membatasi level kebisingan, dapat membantu menjaga keseimbangan antara tradisi dan ketertiban umum.
Lebih dari sekadar ritual sosial, tongtek harus dikembalikan pada esensi religiusnya. Nilai-nilai Islam seperti ukhuwah (persaudaraan) dan tasamuh (toleransi) harus menjadi pondasi utama dalam menjalankan tradisi ini agar tidak menyimpang dari tujuan awalnya.
Tongtek sehat adalah tongtek yang mampu menjadi media kebersamaan tanpa menimbulkan gesekan sosial. Dengan pengelolaan yang tepat, tradisi ini tidak hanya menjaga semangat Ramadan, tetapi juga berkontribusi pada stabilitas keamanan lingkungan. Kini, saatnya masyarakat, pemerintah, dan para pemuda bekerja sama untuk merevitalisasi tongtek sebagai sarana kontrol sosial yang positif.
Dr. Muh Khamdan, Doktor Studi Agama dan Perdamaian UIN Jakarta; Analis Kebijakan Publik